Wednesday 22 December 2010

Malin Kundang


Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra Barat. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan luas.

Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan tahun pun telah berganti, namun ayah Malin Kundang tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayahnya untuk mencari nafkah.

Malin Kundang termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin Kundang sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka tergores batu. Luka tersebut berbekas di lengannya dan tidak bisa hilang, sehingga menjadi salah satu tanda fisik Malin Kundang..

Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang bekerja keras membanting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia pun berkeinginan mencari nafkah di negeri seberang. Ia berharap ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya.

Malin Kundang tertarik dengan ajakan seorang nahkoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi kaya raya. Malin Kundang mengutarakan keinginan itu kepada ibunya. Awalnya ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau. Tetapi Malin Kundang tetap bersikeras, sehingga walau dengan berat hati, akhirnya.Ibu Malin Kundang menyetujuinya untuk pergi merantau.

Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapannya, Malin Kundang segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya.

“Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa akan ibu dan kampung halamanmu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.

Ia merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar yang pernah mengajaknya untuk berlayar. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.

Diserang Bajak laut

Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang ditumpangi Malin Kundang diserang bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut tewas dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika terjadi peristiwa itu,  ia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

Malin Kundang terkatung-katung di tengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa terdekat. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat desa itu. Masyarakat desa kasihan kepadanya setelah ia menceritakan apan yang dialaminya.

Malin Kundang menjadi Kaya Raya

Desa tempat Malin Kundang terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya bekerja, Malin Kundang akhirnya berhasil menjadi kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk dijadikan istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga ke telingan Malin Kundang. Ibu Malin Kundang sangat bersyukur dan gembira karena anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, setiap hari Ibu Malin Kundang pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin akan pulang ke kampung halamannya.

Dikutuk Jadi Batu

Setelah beberapa lama menikah, suatu hari Malin Kundang mengajak istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta para pengawalnya. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang dan istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat bekas luka di lengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang, anaknya.

Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi

 “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian?

Melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya, Malin Kundang menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya.

Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.

“Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.

“Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang.

“Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan hartaku”, sahut Malin Kundang kepada istrinya.

Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya ibu Malin Kundang menjadi sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin Kundang menengadahkan tangannya sambil menyumpahi anaknya “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”.

Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan, datang badai dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Aia Manis, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.

No comments:

Post a Comment