Friday 21 January 2011

Jew, Rumah Adat Suku Asmat




Suku Asmat memiliki rumah adat suku Asmat bernama Jew (Rumah Bujang). Rumah Jew memang memiliki posisi yang istimewa dalam struktur suku Asmat.  Di rumah bujang ini, dibicarakan segala urusan yang menyangkut kehidupan warga, mulai dari perencanaan perang, hingga keputusan menyangkut desa mereka. Jew adalah tempat yang dianggap sakral bagi suku Asmat. Ada sejumlah aturan adat di dalamnya yang harus dipelajari dan dipahami oleh orang Asmat sendiri, termasuk syarat membangun Jew.

Di dalam rumah adat suku Asmat ini juga tersimpan persenjataan suku Asmat seperti, tombak, panah untuk berburu, dan Noken. Noken adalah serat tumbuhan yang dianyam  menjadi sebuah tas. Tidak sembarang orang boleh menyentuh noken yang disimpan di dalam rumah adat suku Asmat ini.  Noken ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Ada syarat dan terapi-terapi tertentu yang harus dipatuhi pasien dan dipastikan sembuh. 

Seorang suku asmat di rumah bujang tersebut menceritakan bahwa pasien yang berobat secara adat, asal mematuhi aturan-aturan tersebut, kelak akan sembuh dalam waktu singkat.

Berikut beberapa hal menyangkut rumah adat suku Asmat (Jew) :
  • Rumah adat suku Asmat yang dibuat dari kayu ini selalu didirikan menghadap ke arah sungai.
  • Panjang rumah adat suku Asmat ini bisa berpuluh-puluh meter. Bahkan ada Jew yang panjangnya bisa sampai lima puluh meter dengan lebar belasan meter.
  • Sebagai tiang penyangga utama rumah adat suku Asmat, mereka menggunakan kayu besi yang kemudian diukir dengan seni ukir suku Asmat
  • Mereka tidak menggunakan paku atau bahan-bahan non alami lainnya, tapi orang Asmat menggunakan bahan-bahan dari alam seperti tali dari rotan dan akar pohon.
  • Atap rumah adat suku Asmat ini terbuat dari daun sagu atau daun nipah yang telah dianyam. Biasanya warga duduk beramai-ramai menganyamnya sampai selesai.
  • Jumlah pintu jew sama dengan jumlah tungku api dan patung bis. Patung Bis mencerminkan gambaran leluhur dari masing-masing rumpun suku Asmat. Mereka percaya patung- patung ini akan menjaga rumah mereka dari pengaruh jahat.Jumlah pintu ini juga dianggap mencerminkan jumlah rumpun suku Asmat yang berdiam di sekitar rumah adat suku asmat.

Setelah rumah Jew berdiri, para lelaki biasanya pergi berburu menggunakan perahu Chi untuk memenggal kepala musuh. Suku Asmat memiliki keunikan dalam mendayung perahu Chi yang bentuknya menyerupai lesung, yang terbuat dari pohon ketapang rawa, panjang sebuah chi bisa mencapai dua belas meter. Untuk membuatnya diperlukan waktu satu sampai dua minggu. Dayungnya terbuat dari kayu pala hutan dan bentuknya menyerupai tombak panjang. Sebagian perahu Chi diberi ukiran ular di tepinya serta ukiran khas Asmat di bagian kepalanya.

Ular merupakan simbol hubungan antara suku asmat dengan alam. Perahu menjadi alat yang penting bagi mereka untuk mencari ikan sepanjang hari. Mengambil sagu, berburu buaya, berdagang, bahkan berperang. Dengan perahu ini, mereka bisa melintasi sungai hingga puluhan kilometer. Kedekatan suku Asmat dengan perahu kini menjadi atraksi menarik.

Atraksi ini menggambarkan bagaimana suku Asmat berperang. Namun semenjak misionaris datang sekitar tahun lima puluhan, perang antar suku sudah tidak ada.
Saat kembali, tetua adat akan menyambut mereka, menanyakan jumlah musuh yang berhasil dibunuh. Pesta pengukuhan rumah Jew dilakukan sepanjang malam. Mereka menari dan bernyanyi diiringi pukulan alat musik tradisonal Papua, Tifa.
Dengan melakukan atraksi ini, orang suku Asmat percaya, roh para leluhur mereka akan datang dan akan menjaga rumah mereka.

Jew adalah salah satu bagian dari nilai-nilai suku asmat yang melihat rumah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka. Suku Asmat, selain itu pandai membuat ukiran dan memahat yang sarat simbol leluhur mereka.

1 comment: