Thursday 31 March 2011

Plasmodium Falciparum

Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk sementara atau tetap di dalam atau pada permukaan jasad lain dengan maksud untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad itu (parasiros = jasad yang mengambil makanan; logos = ilmu).

Plasmodium sp pada manusia dapat menyebabkan penyakit malaria dengan gejala-gejala seperti: demam, anemia dan spleomegali (pembengkakan spleen). Dikenal 4 (empat) jenis plasmodium, yaitu :

1.Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana (malaria tertiana begigna).
2.Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana
3.Plasmodium falciparum menyebabkan malaria topika (malaria tertiana maligna).
4.Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.

Malaria menular kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. dalam siklus hidupnya. Plasmodium sp berproduksi secara sexual (sporogoni)dan asexual (schizogon) di dalam host yang berbeda, host dimana terjadi reproduksi sexsual, disebut host definitive, sedangkan reproduksi asexual terjadi pada host intermediate. Reproduksi sexual hasinya disebut sporozoite, sedangkan hasil reproduksi asexual disebut merozoite.

Plasmodium falciparum mempunyai sifat – sifat tertentu yag berbeda dengan species lainnya, sehingga diklasifikasikan dalam subgenus laveran.

Plasmodium falciparum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
 
Kingdom : Haemosporodia
Divisio : Nematoda
Subdivisio : Laveran
Kelas : Spotozoa
Ordo : Haemosporidia
Genus : Plasmodium
Species : Falcifarum

A. Nama penyakit
P.falciparum menyebabkan penyakit malaria falsifarum.

B. Hospes
Manusia merupakan hospes perantara parasit ini dan nyamuk Anopheles betina menjadi hopses definitifnya atau merupakan vektornya.

C. Distribusi geografis

Parasit ini ditemukan didaerah tropic, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini terbesar di seluruh kepulauan.

D. Morfologi dan daur hidup
Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian.
Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja; tidak ada fase ekso-eritrosit. Bentuk dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizom yang berukuran ± 30 µ pada hari keempat setelah infeksi.
 
Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium trofosoit muda plasmodium falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran ±1/6 diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang di infeksi oleh species plasmodium lain pada manisia, kelainan-kelainan ini lebih sering ditemukan pada Plasmodium Falciparum dan keadaan ini penting untuk membantu diagnosis species.
 
Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan siklus aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah tepi, kecuali pada kasus brat (perniseosa).
 
Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi yang berat, sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat. Bentuk skizon muda Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. 

Bentuk cincin dan tofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang; di tempat – tempat ini parasit berkembang lebih lanjut.
 
Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni. Bila skison sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8 – 24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16. skizon matang Plasmodium falciparum lebih kecil dari skizon matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari jenis-jenis lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/mm3 darah.
 
Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-alat dalam dan jaringan sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat kapiler.
 
Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik kasar berwarna merah (titik mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan gametosit berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat ditentukan dalam darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosis matang. 

Gametosis untuk pertama kali tampak dalam darah tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosis betina atau makrogametosis biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau mikrogametosit, dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametozit membentuk lebih lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna merah mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pign\men disekitan plasma sekitar inti.

Jumlah gametosit pada infeksi Falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000 – 150.000/mm3 darah, jumlah ini tidak pernah dicapai oleh species Plasmodium lain pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum selesai dalam waktu 48 jam dan priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2 atau lebih kelompok-kelokpok parasit, dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas gejala pada penderita menjadi tidak teratur, terutama pada stadium permulaan serangan malaria.
 
Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk sama seperti pada Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20o C, 15 – 17 hari pada suhu 23o C dan 10 – 11 hari pada suhu 25o C – 28o C. pigmen pada obkista berwarna agak hitam dan butir butinya relative besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil dipusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari ke- 8 pigmen tidak tampak kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.
 
E. Patologi dan gejala-gejala.
 
Masa tunas intrinsic malaria falciparum berlangsung antara 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan sakit kepala, punggung dan ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit; diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamosis tentang kepergian penderita ke daerah endemic malaria sebelumnya. Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau mental (mentral cunfuncion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan perodiditas yang jelas.

Ada anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis. Pada stadium dini penyakit penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Bila pengobatan tidak sempurna, gejala malaria pernisiosa dapat timbul secara mendadak. Istilah ini diberikan untuk penyulit berat yang timbul secara tidak terduga pada setiap saat, bila lebih dari 5 % eritrosit di-infeksi.
 
Pada malaria Falciparum ada tiga macam penyulit :
 
1. Malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala permulaan.
2. Malaria algida menyerupai syok/renjatan waktu pembedahan.
3. Gejala gastro-intestinal menyerupai disentri atau kolera.
 
Malaria falciparum berat adalah penyakit malaria dengam P.falciparum stadium aseksual ditemukan di dalam darahnya, disertai salah satu bentuk gejala klinis tersebut dibawah ini (WHO, 1990) dengan menyingkirkan penyebab lain (infeksi bakteri atau virus) :
 
1. malaria otak dengan koma (unarousable coma)
2. anemia normositik berat
3. gagal ginjal
4. edema paru
5. hipoglikemia
6. syok
7. perdarahan spontan/DIC (disseminated intravascular coagulation)
8. kejang umum yang berulang.
9. asidosis
10. malaria hemoglobinuria (backwater fewer)
 
Manifestasi klinis lainnya (pada kelompok atau daerah didaerah tertentu) :
 
1. Gangguan kesadaran (rousable)
2. Penderita sangat lemah (prosrated)
3. Hiperparasitemia
4. Ikterus (jaundice)
5. Hiperpireksia
 
Hemolisis intravascular secara besar-besaran dapat terjadi dan memberikan gambaran klinis khas yang dikenal sebagai “blackwater fever” atau febris iktero-hemoglobinuria. Gejala dimulai dengan mendadak, urin berwarna merah tua samapi hitam, muntah cairan yang berwarna empedu, ikterus, badan cepat lemah dan morolitasnya tinggi. Pada “blackwater” parasit sedikit sekali, kadang-kadang tidak ditemukan dalam darah tepi.

F. Diagnosis 
Diagnosis malaria falcifarum dapat dibuat dengan menemukan parasit trofozoit muda ( bentuk cincin ) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah tepi. Pada autopsy dapat ditemukan pigmen dan parasit dalam kapiler otak dan alat-alat dalam.

G.Resistensi parasit malaria terhadap obat malaria. 
Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup, berkembangbiak dan menimbulkan gejala penyakit, walaupun diberi pengobatan terhadap parasit dalam dosis standar atau dosis yang lebih tinggi yang masih dapat ditoleransi. Resistensi P.falciparum terhadap obat malaria golongan 4 aminokuinolin (klorokuin dan amodiakuin untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1960 -1961 di Kolombia dan Brasil. Kemudian secara berturut-turut ditemukan di Asia Tenggara, di Muangthai, Kamboja, Malaysia, Laos, Vietnam, Filifina. 

Di Indonesia ditemukan di Kalimantan timur (1974), Irian Jaya (1976), Sumatera Selatan (1978), Timor Timur (1974), Jawa Tengah (Jepara, 1981) dan Jawa Barat (1981). Focus resistensi tidak mengcakup semua daerah, parasit masih sensitive dibeberapa tempat di daerah tersebut. Bila resistensi P.Falciparum terhadap klorokuin sudah dapat dipastikan, obat malaria lain dapat diberikan , antara lain :
  1. Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. 
  2. Kina 3 x 2 tablet selama 7 hari.
  3. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari, minosiklin 2 x 100 mg/hari selama 7 hari.
  4. Kombinasi – kombinasi lain : kina dan tetrasiklin.
Mengapa parasit malaria menjadi resisten terhadap klorokuin, amsih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa kemungkinan yaitu :
  1. Mungkin parasit itu tidak mempunyai tempat (site) untuk mengikat klorokuin sehingga obat ini tidak dapat dikonsentrasi dalam sel darah merah,
  2. Plasmodium yang resisten mempunyai jalur biokimia (biochemical pathway) lain untuk mengadakan sintesis asam amino sehingga dapat menghindarkan pengaruh klorokuin,
  3. Mutasi spontan dibawah tekanan otot.
Kriteria untuk menentukan resistensi parasit malaria terhadap 4-aminokuinolin dilapangan telah ditentukan oleh WHO dengan cara in vivo dan in vitro. Derajat resistensi terhadapobat secara in vivo dapat dibagi menjadi :
  • S : Sensitive dengan parasit yang tetap menghilang setelah pengobatan dan diikuti selama 4 minggu.
  • R I : Resistensi tingkat I dengan rekrusesensi lambat atau dini (pada minggu ke 3 sampai ke 4 atau minggu ke 2)
  • R II : Resistensi tingkat II dengan jumlah parasit menurun pada tingkat I.
  • R III : Resistensi tingkat III dengan jumlah parasit tetap sama atau meninggi pada minggu ke I.
Akhir akhir ini ada laporan dari beberapa Negara (Bombay India, Myanmar, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Brasil) dan dari Indonesia (Pulau nias Sumatera Utara, Florest NTT, Lembe Sulawesi Utara, Irian Jaya) mengenai P.vivax yang resistensi ditentukan dengan cara mengukur konsentrasi klorokuin dalam darah atau serum penderita.
 
H. Pengobatan Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Malaria

Klasifikasi biologi obat malaria
 
Berdasarkan suseptibilitas berbagai stadium parasit malaria terhadap obat malaria, maka obat malaria di bagi dalam 5 golongan :

  • Skizontosida jaringan primer : proguanil, pirimetamin, dapat membasmi parasit pra eritrosit sehingga mencegah masuknya parasit ke dalam eritrosit digunakan sebagai profilaksis kausal.
  • Skizontosida jaringan sekunder : primakuin, membasmi parasit daur eksoeritrosit atau bentuk-bentuk jaringan P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal infeksi ini sebagai obat anti relaps.
  • Skizontosida darah : membasmi parasit stadium eritrosit yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinis.
  • Gametositosida : menghancurkan semua bentuk seksual termasuk stadium gametosit P.falcifarum , juga mempengaruhi stadium perkembangan parasit malaria dalam nyamuk Anopheles betina
  •  Sporontosida : mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles
Obat-obat malaria yang ada dapat dibagi dalam 9 golongan menurut rumus kimianya :

1. Alkaloid cinchona (kina)
2. 8-aminokuinolin (primakuin)
3. 9-aminoakridin (mepakrin)
4. 4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin)
5. Biguanida(proguanil)
6. Diaminopirimidin (pirimetamin, trimetoprim)
7. Sulfon dan sulfonamide
8. Antibiotic ( tetrasiklin, minosiklin, klindamisin )
9. Kuinilinmetanol dan fenantrenmetanol ( meflokuin )
 
Penggunaan Obat malaria
 
Suatu obat mempunyai beberapa kegunaan yang dapat dipengaruhi beberapa factor, seperti spesies parasit malaria, respon terhadap obat tersebut, adanya kekebalan parsial manusia, risiko efek toksik, ada tidaknya obat tersebut di pasaran, pilihan dan harga obat. Penggunaan obat malaria yang utama ialah sebagai pengobatan pencegahan (profilaksisi ), pengobatan kuratif ( terapeutik ), dan pencegahan transmisi.
 
Pengobatan pencegahan (profilaksis). Obat diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Semua skizontisida darah adalah obat profilaksis klinis atau supresif dan ternyata bila pengobatan diteruskan cukup lama , infeksi malaria dapat lenyap.
 
Pengobatan terapeutik (kuratif). Obat digunakan untuk pengobatan infeksi yang telah ada, penanggulangan serangan akut dan pengobatan radikal. Pengobatan serangan akut dapat dilakukan dengan skizontosida.
 
Pengobatan pencegahan transmisi. Obat yang efektif terhadap gametosit, sehingga dapat mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi perkembangan sporogonik pada nyamuk adalah gametositosida atau sporontosida
 
Pada pemberantasan penyakit malaria, penggunaan obat secara operasional tergantung pada tujuannya. Bila obat malaria digunakan oleh beberapa individu untuk pencegahan infeksi, maka disebut proteksi individu atau profilaksis individu.Dalam program pemberantasan malaria cara pengobatan yang terpenting adalah pengobatan presumtif, pengobatan radikal, dan pengobatan massal. Pengobatan presumtif adalah pengobatan kasus malaria pada waktu darahnya diambil untuk kemudian dikonfirmasi infeksi malarianya. Pengobatan radikal dilakukan dentgan tujuan membasmi semua parasit yang ada dan mencegah timbulnya relaps.
Pengobatan massal dilakukan di daerah dengan endemisitas tinggi. Tiap orang harus mendapat pengobatan secara teratur dengan dosis yang telah ditentukan.
 
Dosis obat malaria 
Dosis obat malaria tanpa keterangan khusus berarti bahwa dosis tersebut diberikan kepada orang dewasa dengan BB kurang lebih 60 kg. Dosis tersebut dapat disesuaikan BB ( 25 mg/kg BB) dosis total.
 
Pencegahan penyakit malaria
  • Menghindari gigitan nyamuk, misalnya tidur menggunakan kelambu 
  • Mengobati semua penderita untuk menghilangkan sumber penularan 
  • Pemberantasan nyamuk dan larvanya

1 comment: