Thursday 5 April 2012

Myasthenia Gravis

Myasthenia Gravis adalah salah satu kelainan immun bawaan yang cukup langka. Di Amerika prevalensi penyakit ini adalah 2 dari setiap 1.000.000 penduduk. 
Penyakit ini biasanya menunjukkan karakteristik yang khas, yaitu kelemahan pada otot rangka yang biasanya juga disertai nyeri ketika menggerakkan otot. Dicurigai kondisi ini disebabkan karena kelainan immunologis yang menyerang otot.
Untuk memahami lebih lanjut tentang Myasthenia Gravis pemahaman yang cukup tentang anatomi dan fungsi dari Neuro Muscular Junction (NMJ).
Anatomi dan Fisiologi Neuro Muscular Junction
Di bagian terminal dari saraf motorik terdapat sebuah pembesaran yang biasa disebut bouton terminale atau terminal bulb. Terminal Bulb ini memiliki membran yang disebut juga membran pre-synaptic, struktu ini bersama dengan membran post-synpatic (pada sel otot) dan  celah synaptic (celah antara 2 membran)membentuk Neuro Muscular Junction.
Membran Pre-Synaptic mengandung asetilkolin (ACh) yang disimpan dalam bentuk vesikel-vesikel. Jika terjadi potensial aksi, maka Ca+ Voltage Gated Channel akan teraktivasi. Terbukanya channel ini akan mengakibatkan terjadinya influx Calcium. Influx ini akan mengaktifkan vesikel-vesikel tersebut untuk bergerak ke tepi membran. Vesikel ini akan mengalami docking pada tepi membran. Karena proses docking ini, maka asetilkolin yang terkandung di dalam vesikel tersebut akan dilepaskan ke dalam celah synaptic.
ACh yang dilepaskan tadi, akan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChR) yang terdapat pada membran post-synaptic. AChR ini terdapat pada lekukan-lekukan pada membran post-synaptic. AChR terdiri dari 5 subunit protein, yaitu 2 alpha, dan masing-masing satu beta, gamma, dan delta. Subunit-subunit ini tersusun membentuk lingkaran yang siap untuk mengikat ACh.
Ikatan antara ACh dan AChR akan mengakibatkan terbukanya gerbang Natrium pada sel otot, yang segera setelahnya akan mengakibatkan influx Na+. Influx Na+ ini akan mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada membran post-synaptic. Jika depolarisasi ini mencapai nilai ambang tertentu (firing level), maka akan terjadi potensial aksi pada sel otot tersebut. Potensial aksi ini akan dipropagasikan (dirambatkan) ke segala arah sesuai dengan karakteristik sel eksitabel, dan akhirnya akan mengakibatkan kontraksi.
ACh yang masih tertempel pada AChR kemudian akan dihidrolisis oleh enzim Asetilkolinesterase (AChE) yang terdapat dalam jumlah yang cukup banyak pada celah synaptic. ACh akan dipecah menjadi Kolin dan Asam Laktat. Kolin kemudian akan kembali masuk ke dalam membran pre-synaptic untuk membentuk ACh lagi. Proses hidrolisis ini dilakukan untuk dapat mencegah terjadinya potensial aksi terus menerus yang akan mengakibatkan kontraksi terus menerus.
Patofisiologi Myasthenia Gravis
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan  Acetyl Choline(ACh)  yang tetap dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu. inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien. 
Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-immun di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, anti-AChR bodies ditemukan pada 80%-90% pasien Myasthenia Gravis. Percobaan lainnya, yaitu penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin G (IgG) dari pasien penderita Myasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejala-gejala Myasthenic pada mencit tersebut, ini menujukkan bahwa faktor immunologis memainkan peranan penting dalam etiology penyakit ini.
Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi kehilangan toleransi terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui. Sampai saat ini, Myasthenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena sel B lah yang memproduksi anti-AChR bodies. Namun, penemuan baru menunjukkan bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus, memiliki peranan penting pada patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya penderita Myasthenic mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.
Gejala Klinis Myasthenia Gravis 
Myasthenia Gravis ditandai dengan kelemahan pada otot, yang memburuk ketika digerakkan dan membaik ketika beristirahat. Karakteristik yang lain adalah sebagai berikut :
Kelemahan otot ekstra okular (Extra Ocular Muscle) atau biasa disebut Ptosis. Kondisi ini terjadi pada lebih dari 50% pasien. Gejala ini seringkali menjadi gejala awal dr Myasthenia Gravis, walaupun hal ini masih belum diketahui penyebabnya.
Kelemahan otot menjalar ke otot-otot okular, fascial dan otot-otot bulbar dalam rentang minggu sampai bulan.
Pada kasus tertentu kelemahan EOM bisa tetap bertahan selama bertahun-tahun
Sebagian besar mengalami kelemahan
Perbaikan secara spontan sangat jarang terjadi, sedangkan perbaikan total hampir tidak pernah ditemukan.
Berikut adalah klasifikasi Myasthenia Gravis berdasarkan The Medical Scientific Advisory Board (MSAB) of the Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) :
Class I
Kelemahan otot okular
Gangguan menutup mata
Otot lain masih normal
Class II
Kelemahan ringan pada otot selain okular
Otot okular meningkat kelemahannya
Class IIa
Mempengaruhi ekstrimitas
Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal
Class IIb
Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan
Juga mempengaruhi ekstrimitas
Class III
Kelemahan sedang pada otot selain okuler
Meningkatnya kelemahan pada otot okuler
Class IIIa
Mempengaruhi ektrimitas
Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal
Class IIIb
Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan
Juga mempengaruhi ekstrimitas
Class IV
Kelemahan berat pada selain otot okuler
Kelemahan berat pada otot okuler
Class IVa
Mempengaruhi ekstrimitas
Sedikit pengaruh pada otot-otot oropharyngeal
Class IVb
Terutama mempengaruhi otot-otot pernapasan dan oropharyngeal
Juga mempengruhi otot-otot ekstrimitas
Class V
Pasien yang membutuhkan intubasi (kecuali pada kasus post-operative)

No comments:

Post a Comment