Thursday 4 April 2013

Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit

Seiring dengan meningkatnya peran industri pengolahan kelapa sawit, dalam perkembangan agroindustri di Indonesia, guna memenuhi kebutuhan perkembangan industri berbahan baku kelapa sawit seperti: industri makanan, minyak kelapa sawit, kosmetik, sabun dan cat, meningkat pula masalah pencemaran lingkungan akibat limbah cair yang ditimbulkannya.

Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kandungan bahan organik yang tinggi dalam limbah kelapa sawit. Kandungan organik ini dapat meningkatkan kadar BOD dan COD dalam perairan, karena memerlukan banyak oksigen untuk menguraikan bahan organik tersebut. 

Bila padatan / limbah ini dibuang ke sungai, maka sebagian akan mengendap dan terurai secara perlahan. Proses ini akan banyak mengkonsumsi oksigen terlarut, serta mengeluarkan bau yang tajam, akibat adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik oleh bakteri, sehingga dapat merusak daerah pembiakan ikan, mematikan biota air di sepanjang alirannya.

Padatan atau limbah ini akan mengapung seperti halnya minyak, sehingga masuknya oksigen akan terhalang (aerasi), yang selanjutnya akan dapat mempengaruhi kehidupan biota di dalam air, terutama yang sangat membutuhkan oksigen. Akibatnya terjadilah perubahan kondisi dari suasana aerob menjadi anaerob di dalam perairan tersebut. 

Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan, maka air limbah hasil industri minyak kelapa sawit ini perlu diolah terlelbih dahulu. Salah satu alternatif pengolahan secara fisik terhadap limbah pabrik minyak kelapa sawit adalah dengan flotasi. Selain itu juga dapat dilakukan dengan teknologi membran dan Digester anaerob.

1. Flotasi Pada Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit

Pada skala kecil / laboratorium, teknik flotasi dilakukan dengan menggunakan reaktor berpenyekat, yang terbuat dari kaca, berbentuk kotak empat persegi panjang. Penyekat-penyekat ini dipasang berurutan secara vertikal, yang berfungsi memisahkan reaktor menjadi beberapa ruang, dimana jarak antara penyekat yang satu dan yang lainnya diatur sedemikian rupa, agar bagian tersebut memiliki peran yang sama. 
Langkah pertama yang dilakukan pada pengolahan limbah kelapa sawit adalah memasukkan limbah cair ke dalam tangki yang sudah disiapkan sebelumnya. Limbah dialirkan ke dalam tangki pengolahan, dengan laju alir yang telah ditentukan. Cairan dialirkan dari ruang pertama dan mengalir secara over  flow ke ruang berikutnya.

Ruang pertama dan kedua, diberi aerasi untuk mengapungkan padatan tersuspensi yang mempunyai densitas lebih ringan dari densitas cairan, dan untuk mengapungkan minyak / lemak yang terdapat di dalam cairan minyak / limbah.  Padatan tersuspensi serta minyak / lemak tersebut, kemudian dipisahkan dengan cara penyekiman. 

Sedangkan padatan yang mempunyai densitas lebih besar dari cairan, akan mengendap secara gravitasi. Pada ruang ketiga, keempat dan kelima, sisa lemak / minyak dan padatan, akan tersuspensi secara over flow pada ruang ketiga, keempat dan kelima dan akan berada di atas permukaan cairan dan masuk ke dalam pipa-pipa penjebak lemak / minyak yang terdapat pada setiap bagian atas ruangan dan secara periodik akan dikeluarkan melalui kran. 

Secara bersamaan ke dalam tangki pengolahan juga dialirkan udara dengan laju alir tertentu pula. Sampel  yang keluar dari saluran pengeluaran tangki merupakan sampel yang sudah diolah.

Penurunan COD

Tehnik flotasi dapat menurunkan nilai COD pada perairan pembuangan limbah. COD sangat dipengaruhi oleh waktu tinggal cairan umpan dan laju aliran udara masuk, dimana dengan waktu tinggal umpan yang lama, maka waktu kontak antara partikel-partikel yang ada di dalam air limbah dengan udara yang masuk dalam tangki pengolahan, semakin lama, sehingga dapat menyebabkan padatan-padatan tersuspensi yang meningkatkan COD di dalam air limbah, akan terapung dan ikut terbuang pada saat pengambilan lemak / minyak. 

Pengukuran konsentrasi COD banyak digunakan sebagai tolak ukur beban pencemaran dari suatu air limbah industri. Salah satu kriteria untuk melihat keberhasilan proses flotasi ini adalah dengan menghitung efisiensi penyisian COD.

Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit bersifat asam dengan pH berkisar 3,5 – 5. Hal ini berarti, limbah cair pabrik minyak kelapa sawit mengandung ion hidrogen yang tinggi dan apabila tidak dilakukan pengolahan lebih lanjut atau langsung dibuang, akan dapat menyebababkan korosi pada pipa atau saluran pembuangan tersebut dan juga dapat mematikan biota air. 

Pengolahan secara flotasi dapat menaikkan sedikit  pH limbah cair. Semakin lama waktu tinggal umpan di dalam reator, semakin tinggi pH keluaran yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena terjadinya pengisiahan asam-asam lemak volatin yang terdapat di dalam cairan, sehingga menyebababkan kadar keasaman semakin menurun dan pH sistem meningkat.

2. Digester Anaerob Pada Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit 

Pengolahan limbah cair kelapa sawit dengan menggunakan digester anaerob dilakukan dengan mensubtitusi proses yang terjadi di kolam anaerobik pada sistem konvensional ke dalam tangki digester. Tangki digester berfungsi menggantikan kolam anaerobik yang dibantu dengan pemakaian bakteri mesophilic dan thermophilic. 

Kedua bakteri ini termasuk bakteri methanogen yang merubah substrat dan menghasilkan gas methan. Dari setiap ton TBS yang diolah, dapat menghasilkan 140 – 200 kg CPO dan limbah / produk samping, antara lain: limbah cair (POME=Palm Oil Mill Effluent), cangkang sawit, fiber / sabut, maupun tandan kosong kelapa sawit.

1 comment:

  1. Menjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller dan waste water treatment, untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com terima kasih
    WA:

    ReplyDelete