Solusio Placenta adalah lepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya
sebelum janin lahir, setelah usia kehamilan lebih dari 22 minggu atau berat
janin lebih dari 500 gram.
Terdapat beberapa definisi lain
tentang solusio plasenta:
- Solusio plasenta adalah
terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus
uteri), setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.
- Solusio plasenta adalah
separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri
sebelum janin lahir. (Cunningham)
Insidens (Angka Kejadian)
Insidens (Angka kejadian) solusio
plasenta adalah 1 : 80 persalinan ; Solusio plasenta berat angka kejadian = 1 :
500 – 750 persalinan. Dari angka kejadian perdarahan antepartum,
30% diantaranya disebabkan oleh solusio plasenta.
Klasifikasi
Berdasarkan derajat lepasnya
plasenta, solusio plasenta dapat dibagi menjadi:
- Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas
seluruhnya.
- Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
- Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir
plasenta yang terlepas.
Berdasarkan perdarahannya, solusio
plasenta dapat dibedakan menjadi:
- Solusio plasenta dengan
perdarahan keluar (revealed = 80%). Pada kasus ini, darah keluar dari
ostium uteri, umumnya hanya sebagian dari plasenta yang terlepas dan
komplikasi yang diakibatkan umumnya tidak berat.
- Solusio plasenta dengan
perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage). Pada kasus ini, perdarahan
terperangkap dalam cavum uteri [hematoma retroplasenta] dan seluruh bagian
plasenta dapat terlepas, komplikasi yang diakibatkan biasanya sangat berat
dan 10% disertai dengan Disseminated Intravascular Coagulation.
Kepala janin umumnya sangat menekan SBR sehingga darah sulit keluar.
Bekuan darah dapat masuk ke dalam miometrium, sehingga menyebabkan uterus
couvellair.
- Solusio plasenta yang
perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
Berdasarkan beratnya gejala, solusio
dibedakan menjadi:
- Ringan : bila perdarahan yang terjadi
sekitar100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin
hidup, pelepasan plasenta <1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen
plasma >150 mg%
- Sedang : Perdarahan lebih 200
cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin
telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen
plasma 120-150 mg%.
- Berat : Uterus tegang dan
berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan
plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
Penyebab dan Faktor Predisposisi
Penyebab maupun beberapa faktor
predisposisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah
sebagai berikut:
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial (kronis), hipertensi gravidarum,
sindroma preeklamsia dan eklamsia.
2. Trauma
- Dekompresi uterus pada
hidroamnion dan gemeli.
- Tarikan pada tali pusat yang
pendek akibat pergerakan janin, lilitan tali pusat, versi luar atau
tindakan pertolongan persalinan
- Trauma langsung, seperti jatuh,
kena tendang, dan lain-lain.
3. Paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Hal ini diduga karena
keadaan endometrium sudah kurang baik.
4. Usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan
terjadinya solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang
mengandung leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini
belum terbukti secara definitif.
7. Merokok
Ibu yang perokok memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami solusio plasenta,
bahkan bisa mencapai 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Hal
ini disebabkan, pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih
luas dan terjadi beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.
8. Riwayat solusio plasenta
sebelumnya
Ibu dengan riwayat solusio plasenta memiliki resiko berulangnya kejadian ini
pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang
tidak memiliki riwayat solusio plasenta.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi /
defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior saat uterus makin
membesar.
10. Diabetes pada kehamilan
11. Konsumsi alkohol, lebih dari 14 kali dalam 1 minggu, selama kehamilan.
12. Peningkatan distensi uterus (dapat terjadi pada kehamilan
kembar atau volume cairan amnion yang sangat banyak)
13. Ketuban pecah dini (selaput ketuban pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu).
14. Fibroid Uteri
15. Trombofilia
Patofisiologi
Solusio plasenta diawali dengan
terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis. Selanjutnya desidua akan
terkelupas dan tersisa sebuah lapisan tipis yang melekat pada miometrium.
Hematoma yang terjadi pada desidua akan menyebabkan terjadnya separasi plasenta
dan plasenta akan tertekan oleh hematoma desidua yang terjadi.
Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun beberapa saat
kemudian, arteri spiralis desidua akan pecah, sehingga menyebabkan terjadinya
hematoma retroplasenta yang menjadi semakin bertambah luas. Daerah plasenta
yang terkelupas menjadi semakin luas sampai mendekati tepi plasenta.
Oleh karena di dalam uterus masih terdapat produk konsepsi, maka uterus tak
mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut. Darah dapat
merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus, maka terjadilah
perdarahan yang keluar ( revealed hemorrhage)
Gambaran Klinis
- Solusio plasenta ringan
Sering disebabkan oleh ruptura sinus marginalis, dimana terdapat
pelepasan sebagian kecil plasenta dan tidak menyebabkan perdarahan yang
terlalu banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, biasanya akan
berwarna kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit atau
terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian,
bagian-bagian janin masih dapat dengan mudah diraba. Uterus yang agak
tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang,
karena perdarahan yang terus berlangsung.
- Solusio plasenta sedang
Biasanya plasenta yang terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum
mencapai 2/3 luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan
seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan
gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan
perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit,
tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin
telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup,
mungkin telah berada dalam keadaan gawat janin. Dinding uterus teraba
tegang terus-menerus dan nyeri tekan, sehingga bagian-bagian janin sukar
untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar.
Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah
terjadi,walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta
berat.
- Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat
tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan
pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang
perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada
keadaan-keadaan di atas, besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada
pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal
Tanda dan Gejala serta Komplikasi
Gejala klinik tergantung pada luas
plasenta yang terlepas dan jenis pelepasan plasenta (concealed atau revealed).
Pada 30% kasus, daerah yang terlepas tidak terlalu besar dan tidak memberikan
gejala dan diagnosa biasa ditegakkan secara retrospektif setelah anak lahir
dengan terlihatnya hematoma retroplasenta.
Bila separasi plasenta terjadi
dibagian tepi, iritabilitas uterus minimal, dan tidak terdapat tanda-tanda
uterus tegang atau gawat janin. Perdarahan yang terjadi biasanya tidak terlampau
banyak ( 50 – 150 cc) dan berwarna kehitaman.
Berikut beberapa tanda, gejala dan
komplikasi yang terjadi pada solusio plasenta:
- Perdarahan yang disertai nyeri,
juga di luar his. Warna darah kehitaman dan cair, tetapi mungkin disertai
bekuan darah, jika solusio relatif baru. Jika ostium terbuka, terjadi
perdarahan berwarna merah segar.
- Anemis dan syok. Beratnya anemi
dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
- Rahim keras seperti papan dan
nyeri saat dipegang, karena isi rahim bertambah dengan darah yang
berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois).
- Palpasi sukar, karena
rahim keras
- Fundus uteri makin lama makin
naik
- Bunyi jantung janin biasanya
tidak ada (janin mati = IUFD)
- Palpasi toucher teraba ketuban
teregang terus menerus (karena isi rahim bertambah).
- Sering ada proteinuria karena
disertai toxemia.
- Gawat janin (50% penderita)
- Tetania uteri
- DIC- Disseminated Intravascular
Coagulation
- Renjatan (syok) hipovolemik
Laboratorium
Penurunan hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Ht) umumnya terjadi setelah terjadi hemodilusi.
Hapusan darah tepi menunjukkan penurunan trombosit, adanya schistosit
menunjukkan sudah terjadinya proses koagulasi intravaskular.
Penurunan kadar fibrinogen dan pelepasan hasil degradasi fibrinogen. Bila
pengukuran fibrinogen tak dapat segera dilakukan, lakukan pemeriksaan “clott
observation test”. Sample darah vena ditempatkan dalam tabung dan dilihat
proses pembentukan bekuan (clot) dan lisis bekuan yang terjadi. Bila
pembentukan clot berlangsung > 5 – 10 menit atau bekuan darah segera mencair
saat tabung dikocok, maka hal tersebut menunjukkan adanya penurunan kadar
fibrinogen dan trombosit.
Pemeriksaan laboratorium khusus :
- Prothrombine time
- Partial thromboplastine
time
- Jumlah trombosit
- Kadar fibrinogen
- Kadar fibrinogen degradation
product
- Pemeriksaan ultrasonografi tak
memberikan banyak manfaat, oleh karena pada sebagian besar kasus tak mampu
memperlihatkan adanya hematoma retroplasenta.
Penatalaksanaan
A. Tindakan gawat darurat
Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi plasenta
bertambah luas yang ditandai dengan :
- Perdarahan semakin bertambah
banyak,
- Penderita syok
- Uterus tegang dan atau fundus
uteri semakin meninggi
- Gawat janin
Kondisi di atas menunjukkan keadaan
gawat-darurat dan tindakan yang harus segera diambil adalah memasang infus,
kalau perlu dipasang dua jalur, sekaligus mengambil contoh darah sebagai persiapan
untuk bahan pemeriksaan laboratorium dan permintaan darah sebagai persiapan
untuk tranfusi.
B. Terapi ekspektatif
Pada umumnya bila berdasarkan gejala
klinis sudah diduga adanya solusio plasenta, maka tidak pada tempatnya untuk
melakukan satu tindakan ekspektatif.
C. Persalinan Pervaginam
Indikasi persalinan pervaginam HANYA dilakukan bila derajat separasi
tidak terlampau luas dan atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau
persalinan akan segera berakhir.
Setelah diagnosa solusio plasenta ditegakkan, maka segera lakukan amniotomi dengan
tujuan untuk :
- Segera menurunkan tekanan
intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan mencegah komplikasi lebih
lanjut (masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang menyebabkan
DIC)
- Merangsang persalinan ( pada
janin imature, tindakan ini tak terbukti dapat merangsang persalinan oleh
karena amnion yang utuh lebih efektif dalam membuka servik)
- Induksi persalinan dengan
infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak segera diikuti dengan
tanda-tanda persalinan.
D. Seksio sesar
Seksio sesar pada saat ini lebih banyak dipilih, jika kecurigaan terjadinya
solusio plasenta telah dibuat. Hal ini dimaksudkan untuk dapat dengan segera
menghindarkan kemungkinan terjadinya komplikasi atau hal-hal yang lebih buruk,
baik pada sang ibu ataupun mungkin bagi bayinya.
Meskipun demikian tindakan seksio
sesar bisa saja baru dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir
dalam waktu singkat, misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada
nulipara dengan dilatasi 3 – 4 cm.
Atas indikasi ibu, meski janin telah mati, bukan kontraindikasi untuk melakukan
tindakan seksio sesar pada kasus solusio plasenta.
Komplikasi
1. Koagulopati konsumtif (DIC)
Koagulopati konsumtif dalam bidang
obstetri terutama disebabkan oleh solusio plasenta. Hipofibrinogenemia ( <
150 mg/dL plasma) yang disertai dengan peningkatan kadar FDP dan penurunan
berbagai faktor pembekuan darah terjadi pada 30% penderita solusio plasenta
berat yang disertai dengan kematian janin.
Mekanisme utama dalam kejadian ini
adalah terjadinya koagulasi intravaskular akibat masuknya “tromboplastin”
yang berasal dari uterus ke dalam darah dan sebagian kecil merupakan akibat
dari pembekuan darah retroplasenta.
Akibat penting dari terjadinya
koagulasi intravaskular adalah aktivasi plasminogen menjadi plasmin yang
diperlukan untuk melakukan lisis mikroemboli dalam mekanisme untuk menjaga
keutuhan mikrosirkulasi.
Hipofibrinogenemia berat tidak
selalu bersamaan dengan trombositopenia, trombositopenia umumnya baru terjadi
setelah tranfusi darah yang berulang. Hipofibrinogenemia jarang terjadi pada
keadaan dimana solusio plasenta tidak disertai dengan kematian janin intra
uterin.
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal akut, baik nekrosis
tubuler akut (bersifat tidak permanen) atau nekrosis kortikal akut, sering
terlihat pada solusio plasenta berat dan sering disebabkan oleh penanganan
renjatan hipovolemia yang terlambat atau kurang memadai.
3. Uterus couvelaire
Ekstravasasi darah kedalam miometrium menyebabkan apopleksia uterus yang
disebut sebagai uterus couvelair. Ekstravasasi dapat terlihat pada pangkal
tuba, ligamentum latum atau ovarium. Jarang menyebabkan gangguan kontraksi
uterus, jadi bukan merupakan indikasi untuk melakukan histerektomi.
Prognosis
Mortalitas maternal 0.5 – 5% dan sebagian besar disebabkan gagal ginjal atau
gagal kardiovaskular, sedangkan mortalitas pada janin mencapai 50 – 80%. Kalau
toh janin bisa dilahirkan, janin yang dilahirkan memiliki morbiditas
tinggi, yang disebabkan oleh hipoksia intra uterin, trauma persalinan dan
akibat prematuritas.