Fitogeografi adalah cabang dari ilmu geografi, yang melakukan suatu kajian tentang
sebaran makhluk hidup di bumi pada saat yang lalu dan pada saat ini.
Shukla dan Chandel (1996) mendefinisikan "fitogeografi sebagai suatu
kajian tentang migrasi dan penyebaran tumbuh- tumbuhan di daratan atau
perairan. Penelaahan tentang penyebaran tumbuhan di bumi, pertama kali
dikemukakan oleh Alexannder von Humboldt pada tahun 1808 (Misra, 1980).
Tumbuhan yang tersebar luas ("wides") adalah kelompok taksa tumbuhan yang penyebarannya hampir terdapat di seluruh dunia di wilayah yang memiliki bermacam-macam zona iklim. Tumbuhan demikian yang sebarannya luas dinamakan "tumbuhan kosmopolit". Contoh adalah Taraxacum officinale, Chenopodium album atau Plantago mayor dan jenis tumbuhan dari suku Gramineae (Cox dan Moore, 1993; Shukla dan Chandel, 1996).
Tumbuhan kosmopolit yang tersebar luas di daerah tropis dinamakan tumbuhan "pantropis", contohnya adalah kelompok tumbuhan yang termasuk suku Zingiberaceae yang terdapat di beberapa kepulauan dan daratan Asia.
Sedangkan tumbuhan yang tersebar secara luas di daerah beriklim dingin di wilayah zona artik dan zona alpin, dikenal sebagai tumbuhan "artik-alpin", contohnya adalah tumbuhan lumut atau rerumputan seperti Carex sp, dan Eriophomm spp atau pepohonan berlumut yang dinamakan "elfin wood" dan "krummholz" (Polunin, 1994).
2. Tumbuhan Endemik
Tumbuhan endemik adalah tumbuhan yang jenis-jenisnya tumbuh di wilayah terbatas dan terdapat pada daerah yang tidak terlalu luas. Daerah sebarannya pada umumnya dibatasi oleh adanya penghalang ("barrier"), seperti lembah, bukit atau pulau. Dikenal beberapa tipe tumbuhan endemik yaitu tumbuhan "endemik benua", "endemik regional" atau "endemik setempat/ lokal".
Tumbuhan endemik dapat berasal dari jenis tumbuhan purba yang tersebar luas yang sampai saat ini mampu bertahan dan beradaptasi pada wilayah yang terbatas. Tumbuhan jenis ini kemudian menjadi tumbuhan endemik karena sebarannya yang sempit. Contohnya adalah Ginko biloba (di Jepang dan China), Sequioa sempervirens (di suatu lembah di pantai Califonia) atau Agathis australis dan Metasequioa sp, yang diperkirakan merupakan spesies tunggal yang tumbuh di suatu lembah di China. Tumbuhan endemik purba tersebut dinamakan tumbuhan "paleoendemik" atau "epibion".
Jenis tumbuhan endemik lainnya adalah tumbuhan masa kini (modern) yang dalam proses evolusinya tidak mempunyai kesempatan dan waktu yang cukup untuk tersebar secara luas melalui migrasi (Shukla dan Chandel, 1996). Contohnya antara lain atau Eleusine coracana (Gramineae), Mecanopsis sp. (Papaveraceae), Piper longum (Piperaceae) atau Rafflesia arnoldii, Tumbuhan demikian dinamakan tumbuhan "neoendemik".
3. Tumbuhan Discontinue
Tumbuhan discontinue adalah tumbuhan yang terpisah pada dua atau lebih wilayah yang berjarak puluhan, ratusan atau ribuan kilometer oleh adanya penghalang yang terdiri dari pegunungan atau gunung yang tinggi di daratan atau pulau-pulau di laut. Contoh tumbuhan discontinue, antara lain Empetrum nigrum, Larrea tridentata, Phacelia magellanica atau Sanigula cranicaulis
Tumbuhan discontinue terdapat, antara lain karena:
B. Sebaran Vegetasi
a. Pola Sebaran Vegetasi
Dalam konsep dinamika fitogeografi, terdapat pola dasar distribusi vegetasi diwilayah. Menurut Weis, (1963) dan Misra, (1980) pola dasar distribusi vegetasi dipengaruhi oleh:
Melalui penyesuaian diri selama proses evolusi terhadap kondisi iklim dan sifat edafik habitat, dalam proses evolusi tumbuhan di bumi akan terus berkembang sepanjang mencapai klimaks stabil dalam proses suksesi. Perubahan komunitas vegetasi berlangsung pada umumnya terjadi karena lingkungannya berubah.
Menurut Leon Croizat (dalam Misra, 1980), dalam skala ruang dan waktu yang berlangsung secara berulang kali dengan teratur, pola distribusi tumbuhan Angiospermae telah bermigrasi dari belahan bumi bagian selatan ke utara yang secara fitogeografis proses tersebut adalah sebagai bagian dari proses evolusi organis.
Dalam klasifikasi makhluk hidup, salah satu tingkat taksa yang sering digunakan dan dapat menjelaskan suatu karakteristik makhluk hidup secara umum adalah suku. Suku adalah suatu kategori klasifikasi organisme yang terdiri dari satu atau beberapa marga, yang terdiri atas populasi beberapa spesies makhluk hidup yang serupa atau mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat.
Secara global terdapat 2 kelas tumbuh-tumbuhan (Dicotyledoneae dan Monocotyledoneae) utama yang mempunyai jumlah jenis anggota yang terbesar, yaitu sekitar 250.000 spesies (Boled 1984). Pola distribusi sebagian besar tumbuhan dalam kelas tersebut pada umumnya dipengaruhi oleh habitat dan iklim.
Menurut Weis (1963), dalam konsep dinarnika fitogeografi pola distribusi vegetasi kelompok suku, diberi nama dan dikelompokkan sesuai dengan sifat toleransi dan adaptasi terhadap habitat dan iklim.
Kelompok tersebut adalah:
Secara fitogeografis, Shukla dan Chandel (19%) rnenyatakan bahwa terdapat beberapa faktor ekologi yang berpengaruh terhadap distribusi tumbuhan. Faktor ekologi tersebut adalah:
Dalam proses diferensiasi tersebul jenis tumbuhan purba biasanya berasal dari pusat "tumbuhan awal" di wilayah yang dinamakan pusat anal jenis masa lalu atau "centre of origin", yang kemudian akan berevolusi rnenjadi jenis tumbuhan masa kini. Sementara itu tumbuhan spesies baru mengalami perubahan selama evolusi, kemudian menjadi flora biasa kini yang berkembang dari flora purba yang berasal dari spesies yang berasal dari proses evolusi dari pusat tumbuhan baru ("recent of'origin"). Dalam proses evolusi beberapa spesies purba akan punah dan dapat ditemukan sekarang sebagai "tumbuhan fosil", sedangkan tumbuhan jenis lain yang lampu beradaptasi dan bertahan hidup cenderung akan menjadi tumbuhan palcoendemik atau mungkin menjadi tumbuhan kosmopolit.
Dalam evolusi proses deferensiasi terbentuknya jenis-jenis spesies baru pada umurnnya berkaitan dengan proses hibridisasi dan proses mutasi antara jenis-jenis tumbuhan yang mempunyai kekerabatan yang dekat, serta proses seleksi alam dari populasi hibrid dan mutan.
Proses diferensiasi yaug berlangsung secara alamiah akan menghasilkan hibrid dan mutan dengan habitat dan amplitudo ekologi ("ecological amplitude") tertentu. Selain itu iklim juga memegang peranan penting dalam membentuk asal spesies baru ("origin of new species").
Persebaran ("dispersal") atau pemencaran bibit dan biji dilakukan oleh berbagai agen , seperti angin, air, serangga, burung atau hewan lainnya termasuk manusia. Dalam migrasi, proses dispersal akan dilanjutkan dengan proses "ekesis", yaitu proses berkecambah, tumbuh dan beradaptasi, berkembang biak dan menetap di habitatnya yang baru. Proses migrasi dapat terhalang bahkan berhenti oleh sebab tertentu karena terdapatnya barier. Barier dapat terdiri dari barier ekologi, barier lingkungan dan barier geografi. Misalnya iklim adalah ekologi yang berperan penting dalam proses sebaran tumbuhan dan pembentukan spesies baru. Barier lingkungan dapat terdiri dari faktor biotik (misalnya burung) yang dapat berperan sebagai agen pemencaran, sedangkan barier geografi biasanya terdiri dari topografi dan fisiografi habitai seperti gurun, atau laut yang dapat menjadi penghalang tumbuhan untuk berpencar.
1. ada atau tidaknya kehadiran jenis tumbuhan
2. kekuatan dan kelemahan jenis tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang
3. keberhasilan dan kcgagalan dari vegetasi dalam bermigrasi
Setiap jenis tumbuhan dalam suatu komunitas biotik pada dasarnya mempunyai rentang toleransi terhadap amplitude ekologi berupa kondisi faktor lingkungan fisik dan biotik tertentu. Sehingga adanya atau terdapatnya satu spesies di suatu habitat akan menunjukkan bahwa kondisi lingkugannya sesuai dengan amplitude ekologj spesies tersebut.
Secara spasial amplitude ekologi suatu spesies tumbuhan akan ditentukan dan dipengaruhi oleh perangkat genetik ("genetic set up'"} dari jenis tersebut. Perangkat genetik adlah suatu perangkat sifat-sifat menurun yang tcrsusun dari rangkaian DNA yang mempunyai karakteristik dan respon yang spesifik terhadap kondisi lingkungan ( amplitude ekologi tertentu).
Spesies tumbuhan yang berbeda-beda akan mempunyai amplitude ekologi yang berbeda pula.. Tctapi satu jenis atau satu marga tumbuhan yang mempunyai sebaran ekologi yang sama atau serupa, mungkin terdapat pada wilayah geografi yang berbeda. Contohnya tumbuhan conifer yang terdapat di wilayah beriklim sejuk di sekitar lingkaran kutub, dapat pula tumbuh di wilayah "zona-alpin" di daerah pegunungan wilayah tropis dan sub-tropis.
Secara deskriptif, fitogeografi adalah “studi dan deskripsi tentang
perbedaan fenomena distribusi tumbuhan di bumi, mencakup semua hal yang
mengubah atau mempengaruhi permukaan bumi, baik oleh pengaruh fisik,
iklim atau interaksi dari makhluk hidup ke lingkungannya" (Potunin,
1994).
Secara umum pembahasan fitogeografi meliputi tumbuhan di seluruh permukaan
bumi yang mencakup komposisi, produktivitas setempat dan terutama
distribusinya, Distribusi vegetasi dapat ditelaah secara terpisah-pisah
berdasarkan jenis-jenisnya atau secara bersama sebagai suatu kesatuan
masyarakat tumbuhan, dengan maksud memperoleh pemahaman tentang
perbedaan vegetasi di berbagai wilayah di bumi.
A. Dasar-dasar fitogeografi
Fitogeografi merupakan pengetahuan
sintesis yang sebagian besar ditunjang oleh ilmu pengetahuan lain,
seperti ekologi, biologi populasi, sistematik, evolusi, geologi dan sejarah alam.
Pada umumnya penelaahan tentang fitogeografi mempunyai hubungan yang
erat dengan analisis dan penjelasan tentang pola distribusi tumbuhan dan
makhluk hidup lainnya di bumi, yang variasi jenis-jenisnya sebagian
besar dipengaruhi lingkungan fisik tempat tumbuhnya, yang berlangsung
pada saat ini dan masa yang lalu. Faktor fisik, antara lain adalah iklim
dan tipe tanah di suatu habitat terestris, dan variasi suhu, salinitas,
cahaya dan tekanan air di suatu habitat perairan.
Penelaahan dalam fitogeografi pada umumnya dititik-beratkan pada kelompok
organisme sebagai "unit kehidupan" dalam kelompok taksa tertentu
seperti kelompok tumbuhan dalam suku atau famili.
Pola distribusi tumbuhan dapat mempunyai sebaran yang luas atau hanya
pada tertentu. Sifat distribusinya dapat berhubungan atau
sarnbung-menyamhung dengan wilayah lainnya ("continue"), atau dapat pula
terpisah dengan wilayah lain yang berjauhan ("discontinue" atau "
disjunct").
Berdasarkan pada ada tidaknya tumbuh-tumbuhan di berbagai
wilayah bumi, maka terdapat distribusi 3 kelompok taksa tumbuhan, yaitu:
- Tumbuhan tersebar luas
- Tumbuhan endemik
- Tumbuhan discontinue
1. Tumbuhan yang Tersebar Luas
Tumbuhan yang tersebar luas ("wides") adalah kelompok taksa tumbuhan yang penyebarannya hampir terdapat di seluruh dunia di wilayah yang memiliki bermacam-macam zona iklim. Tumbuhan demikian yang sebarannya luas dinamakan "tumbuhan kosmopolit". Contoh adalah Taraxacum officinale, Chenopodium album atau Plantago mayor dan jenis tumbuhan dari suku Gramineae (Cox dan Moore, 1993; Shukla dan Chandel, 1996).
Tumbuhan kosmopolit yang tersebar luas di daerah tropis dinamakan tumbuhan "pantropis", contohnya adalah kelompok tumbuhan yang termasuk suku Zingiberaceae yang terdapat di beberapa kepulauan dan daratan Asia.
Sedangkan tumbuhan yang tersebar secara luas di daerah beriklim dingin di wilayah zona artik dan zona alpin, dikenal sebagai tumbuhan "artik-alpin", contohnya adalah tumbuhan lumut atau rerumputan seperti Carex sp, dan Eriophomm spp atau pepohonan berlumut yang dinamakan "elfin wood" dan "krummholz" (Polunin, 1994).
2. Tumbuhan Endemik
Tumbuhan endemik adalah tumbuhan yang jenis-jenisnya tumbuh di wilayah terbatas dan terdapat pada daerah yang tidak terlalu luas. Daerah sebarannya pada umumnya dibatasi oleh adanya penghalang ("barrier"), seperti lembah, bukit atau pulau. Dikenal beberapa tipe tumbuhan endemik yaitu tumbuhan "endemik benua", "endemik regional" atau "endemik setempat/ lokal".
Tumbuhan endemik dapat berasal dari jenis tumbuhan purba yang tersebar luas yang sampai saat ini mampu bertahan dan beradaptasi pada wilayah yang terbatas. Tumbuhan jenis ini kemudian menjadi tumbuhan endemik karena sebarannya yang sempit. Contohnya adalah Ginko biloba (di Jepang dan China), Sequioa sempervirens (di suatu lembah di pantai Califonia) atau Agathis australis dan Metasequioa sp, yang diperkirakan merupakan spesies tunggal yang tumbuh di suatu lembah di China. Tumbuhan endemik purba tersebut dinamakan tumbuhan "paleoendemik" atau "epibion".
Jenis tumbuhan endemik lainnya adalah tumbuhan masa kini (modern) yang dalam proses evolusinya tidak mempunyai kesempatan dan waktu yang cukup untuk tersebar secara luas melalui migrasi (Shukla dan Chandel, 1996). Contohnya antara lain atau Eleusine coracana (Gramineae), Mecanopsis sp. (Papaveraceae), Piper longum (Piperaceae) atau Rafflesia arnoldii, Tumbuhan demikian dinamakan tumbuhan "neoendemik".
3. Tumbuhan Discontinue
Tumbuhan discontinue adalah tumbuhan yang terpisah pada dua atau lebih wilayah yang berjarak puluhan, ratusan atau ribuan kilometer oleh adanya penghalang yang terdiri dari pegunungan atau gunung yang tinggi di daratan atau pulau-pulau di laut. Contoh tumbuhan discontinue, antara lain Empetrum nigrum, Larrea tridentata, Phacelia magellanica atau Sanigula cranicaulis
Tumbuhan discontinue terdapat, antara lain karena:
- Tumbuhannya berevolusi di beberapa wilayah yang sesuai dengan
amplitude ekologinya, tetapi gagal bermigrasi dari habitat aslinya oleh
adanya penghalang tertentu;
- Tumbuhan yang jenis-jenisnya pada suatu saat pada masa lalu yang
tersebar luas, kemudian oleh karena kondisi lingkungannya berubah akan
lenyap atau rnusnah. Tetapi di antara jenis tumbuhan tersebut terdaptl
jenis yang dapat beradaptasi dan mampu bertahan; sehingga akhirnya pada
wilayah atau habitat tertentu akan terbentuk kantung-kantung
discontinue;
- Iklim yang berubah dalam skala evolusi juga dapat menyebabkan adanya
discontinue karena pada umumnya tumbuhan mempunyai kebutuhan iklim
tertentu akan menemukan kehidupannya. Misalnya walaupun secara terpisah,
tumbuhan yang terdapat di wilayah artik mempunyai kesamaan jenis dan
bentuk hidup dengan tumbuhan wilayah alpin dengan kondisi iklim yang
serupa. Contohnya, Salix spp. dan Silen spp. adalah tumbuhan discontinue
yang tumbuh di wilayah artik, wilayah alpin atau wilayah artik alpin.
- Secara geologis daratan di masa lampau sekarang sangat berbeda dengan daratan masa kini. Menurut teori "paparan benua" ("continental drifts") wilayah yang terdapat sekarang seperti di Amerika Selatan, Afrika, India, Polinesia, Australia dan Antartika, pada "era meozoicum” menjadi satu benua yang luas yang dinamakan Gondwana dan memiliki karakteristik flora dan fauna yang spesifik dengan flora dan faunanya yang discontinue. Oleh adanya gerakan lempengan bumi maka daratan Gondwana kemudian pecah dan terpisah menjadi wilayah tersebut (Brown dan Gibson, 1983).
B. Sebaran Vegetasi
a. Pola Sebaran Vegetasi
Dalam konsep dinamika fitogeografi, terdapat pola dasar distribusi vegetasi diwilayah. Menurut Weis, (1963) dan Misra, (1980) pola dasar distribusi vegetasi dipengaruhi oleh:
- "Habitat", sebagai tempat tumbuh tumbuhan yang mempunyai hubungan
sangat erat dengan iklim. Dalam proses evolusi perubahan iklim dapat
menyebabkan wilayah yang menjadi habitat dan lingkungannya yang tempat
tumbuh berbagai jenis tumbuhan akan dapat berubah dan dapat mempengaruhi
distribusi vegetasinya.
- "Respon" vegetasi dan sifat adaptasi tumbuhan terhadap lingkungannya
bersifat khas dan sering menjadi karakteristik suatu jenis tumbuhan.
Penyebaran tumbuhan pada umumnya dibatasi oleh sifat toleransi dan
adaptasi terhadap kondisi lingkungannya.
- "migrasi" berbagai flora setempat telah berlangsung sepanjang sejarah
geologi, selama itu persebaran, pengangkutan dan penguasaan wilayah
akan turut menentukan pola distribusi vegetasi.
- "Kelanjutan hidup" jenis vegetasi tertentu tergantung oleh proses migrasi dan evolusi. Dalam proses evolusi dan proses suksesi, berbagai perubahan kondisi lingkungan turut dalam perubahan komunitas vegetasi. Di mana dalam proses evolusi struktur komunitas distribusi vegetasi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, proses mutasi dan seleksi alam.
Melalui penyesuaian diri selama proses evolusi terhadap kondisi iklim dan sifat edafik habitat, dalam proses evolusi tumbuhan di bumi akan terus berkembang sepanjang mencapai klimaks stabil dalam proses suksesi. Perubahan komunitas vegetasi berlangsung pada umumnya terjadi karena lingkungannya berubah.
Menurut Leon Croizat (dalam Misra, 1980), dalam skala ruang dan waktu yang berlangsung secara berulang kali dengan teratur, pola distribusi tumbuhan Angiospermae telah bermigrasi dari belahan bumi bagian selatan ke utara yang secara fitogeografis proses tersebut adalah sebagai bagian dari proses evolusi organis.
Dalam klasifikasi makhluk hidup, salah satu tingkat taksa yang sering digunakan dan dapat menjelaskan suatu karakteristik makhluk hidup secara umum adalah suku. Suku adalah suatu kategori klasifikasi organisme yang terdiri dari satu atau beberapa marga, yang terdiri atas populasi beberapa spesies makhluk hidup yang serupa atau mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat.
Secara global terdapat 2 kelas tumbuh-tumbuhan (Dicotyledoneae dan Monocotyledoneae) utama yang mempunyai jumlah jenis anggota yang terbesar, yaitu sekitar 250.000 spesies (Boled 1984). Pola distribusi sebagian besar tumbuhan dalam kelas tersebut pada umumnya dipengaruhi oleh habitat dan iklim.
Menurut Weis (1963), dalam konsep dinarnika fitogeografi pola distribusi vegetasi kelompok suku, diberi nama dan dikelompokkan sesuai dengan sifat toleransi dan adaptasi terhadap habitat dan iklim.
Kelompok tersebut adalah:
- "Suku tumbuhan sub-kosmopolit dan sub-kosmopolit", contohnya adalah
tumbuhan dari suku Compositae, Graminae, Ericaceae, Malvaceae alau
Umbillifereae
- "Suku tumbuhan wilayah tropis", contohnya adalah tumbuhan dari suku Araceae, Cucurbitaceae atau Melastomataceae
- "Suku tumbuhan wilayah sub-tropis, (beriklim sedang)", contohnya
adalah tumbuhan dari suku Aceraceae, Salicaceae atau Vacciniaceae.
- "Suku tumbuhan "discontinue", contohnya adalah tumbuhan dari suku Bromeliace, Fagaceae, Magnoliaceae, atau Papaveraceae
- "Suku tumbuhan "endemik" contohnya adalah tumbuhan dari suku Bixaceae, Cactaceae, atau Casuarinaceae.
- "Suku tumbuhan "wilayah ekstrim" (misalnya habitat gurun), contohnya adalah tumbuhan dari suku Pedaliaceae.
Pola distribusi vegetasi seperti di atas, disebabkan oleh faktor-faktor
yang bersifat alami dari kondisi lingkungan biotik dan abiotiknya yang
saling berinteraksi, mengatur pola distribusi dan mempengaruhi komunitas
vegetasinya dalam proses penyebaran vegetasi di bumi. Yang menjadi
latar belakang pola-pola distribusi vegetasi di bumi, pada dasarnya
ditentukan oleh karakteristik sebaran vegetasi, kemampuan bertoleransi
dan beradaptasi vegetasi dalam proses evolusi.
Proses toleransi dan adaptasi dalam evolusi pulalah yang menentukan sebab dan akibat dari pola distribusi vegetasi di mana tumbuhan sebagai makhluk hidup secara relatif tumbuh di suatu tempat atau habitat tanpa mampu berpindah tempat.
Dalam hubungannya dengan hal tersebut, ternyata kemampuan toleransi dan adaptasi terhadap lingkungan setempat dari berbagai jenis, marga atau suku tumbuhan yang ada, perlu ditunjang oleh kemampuan menyebarkan biji atau mempunyai struktur alat reproduksi yang sesuai dengan persyaratan habitat dan iklim.
Dalam pola distribusi vegetasi di alam, salah satu hal penting yang dapat membatasi pola dan daya penyebaran komunitas tumbuhan adalah terdapatnya barrier, seperti gurun, pegunungan,gunung-gunung yang tinggi, lernbah atau laut. Barier akan membatasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya disertai dengan lingkungan fisik, habitat atau iklim yang berbeda.
Tetapi sering terdapat sejurnlah jenis tumbuhan secara alamiah atau genetis mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada berbagai jenis habitat dengan kondisi iklim dan lingkungan yang berbeda sama sekali. Jenis tersebut pada umumnya secara genetis memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara potensial sehingga tumbuhan tersebut mempunyai pola distribusi yang bersifat kosmopolit melalui seleksi alam atau mutasi.
Dalam proses evolusi, skala waktu juga sering turut menunjang proses seleksi alam dan mutasi dalam antisipasi tumbuhan untuk beradaptasi terhadap lingkungannya. Dengan kemampuan adaptasi tersebut, pola distribusi vegetasi dari "spesies baru” biasanya mempunyai daya pemencaran spasial yang Iebih luas (Weis, 1963 ).
Pada ekosistem darat alau ekosistem perairan, secara global atau setempat, pola distribusi atau sebaran suatu organisrne secara fisiologis sangat dipengaruhi dan dibatasi oleh berbagai faktor ekologi, seperti faktor fisik atau faktor abiotik dari lingkungannya, seperti suhu, kelembaban, cahaya, pH, kualitas tanah, salinitas, atau kecepatan arus.
Secara ekologis faktor lingkungan yang paling kecil atau minimum (“hokum minimum Liebig") sering rnenjadi faktor pembatas yang akan berpengaruh terhadap keberadaan, kehidupan dan sebaran suatu organisme di alam. Selain itu sebaran jenisnya juga dikontrol oleh factor lingkungan yang paling minimum yang masih dapat ditolerir dan diadaptasi oleh jenis tersebut.
Secara geografis, distribusi atau sebaran spasial dan temporal tumbuh – tumbuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologis yang terdiri dari faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor – factor berpengaruh tersebut biasanya tidak hanya terdiri dari satu faktor tetapi dapat lebih dari satu faktor, yang akan saling berinteraksi satu sama lain (Brewer, 1994; Stiling. 1996).
Beberapa jenis tumbuhan mungkin mempunyai sifat toleransi yang luas terhadap satu atau beberapa faktor ekologi, seperti kondisi lingkungan habitat. Tumbuhan yang demikian dinamakan tumbuhan ektopik (eurytopic), tetapi mungkin juga terdapat hanya satu jenis tumbuhan yang mempunyai toleransi yang sempit terhadap kondisi lingkungan tersebut, dinamakan jenis tumbuhan stenotopik (stenotopic). Sifat-sifat ektopik dan stenotopik sering dapat menjadikan suatu jenis tumbuhan dalam suatu komunitas vegetasi dapat bersifat cosmopolit atau endemik.
Sifat-sifat toleransi demikian dinamakan sebagai sifat toleransi dengan " rentang yang optimum", misalnya secara geografis karakteristik faktor tanah dengan rentang optimum tertentu, menjadi satu faktor ekologi paling penting yang mempengaruhi sebaran spasial berbagai jenis tumbuhan di bumi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor ekologi merupakan salah satu factor utama yang turut mengontrol atau menentukan mengapa satu atau beberapa spesies tumbuhan atau hewan sebarannya bersifat endemik atau kosmopolit (Jenny, 1980). Karena tumbuh-tumbuhan bersifat menetap, tumbuhan endemik atau tumbuhan kosmopolit harus memiliki toleransi sebagai factor pembatas, yang sempit atau luas terutama terhadap kondisi faktor-faktor fisik di lingkungan setempat atau di seluruh permukaan bumi.
Faktor pembatas yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi dan distribusi tumbuhan menurut Brown dan Gibson (1983), antara lain adalah:
b. Distribusi Vegetasi di Alam
Proses toleransi dan adaptasi dalam evolusi pulalah yang menentukan sebab dan akibat dari pola distribusi vegetasi di mana tumbuhan sebagai makhluk hidup secara relatif tumbuh di suatu tempat atau habitat tanpa mampu berpindah tempat.
Dalam hubungannya dengan hal tersebut, ternyata kemampuan toleransi dan adaptasi terhadap lingkungan setempat dari berbagai jenis, marga atau suku tumbuhan yang ada, perlu ditunjang oleh kemampuan menyebarkan biji atau mempunyai struktur alat reproduksi yang sesuai dengan persyaratan habitat dan iklim.
Dalam pola distribusi vegetasi di alam, salah satu hal penting yang dapat membatasi pola dan daya penyebaran komunitas tumbuhan adalah terdapatnya barrier, seperti gurun, pegunungan,gunung-gunung yang tinggi, lernbah atau laut. Barier akan membatasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya disertai dengan lingkungan fisik, habitat atau iklim yang berbeda.
Tetapi sering terdapat sejurnlah jenis tumbuhan secara alamiah atau genetis mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada berbagai jenis habitat dengan kondisi iklim dan lingkungan yang berbeda sama sekali. Jenis tersebut pada umumnya secara genetis memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara potensial sehingga tumbuhan tersebut mempunyai pola distribusi yang bersifat kosmopolit melalui seleksi alam atau mutasi.
Dalam proses evolusi, skala waktu juga sering turut menunjang proses seleksi alam dan mutasi dalam antisipasi tumbuhan untuk beradaptasi terhadap lingkungannya. Dengan kemampuan adaptasi tersebut, pola distribusi vegetasi dari "spesies baru” biasanya mempunyai daya pemencaran spasial yang Iebih luas (Weis, 1963 ).
Pada ekosistem darat alau ekosistem perairan, secara global atau setempat, pola distribusi atau sebaran suatu organisrne secara fisiologis sangat dipengaruhi dan dibatasi oleh berbagai faktor ekologi, seperti faktor fisik atau faktor abiotik dari lingkungannya, seperti suhu, kelembaban, cahaya, pH, kualitas tanah, salinitas, atau kecepatan arus.
Secara ekologis faktor lingkungan yang paling kecil atau minimum (“hokum minimum Liebig") sering rnenjadi faktor pembatas yang akan berpengaruh terhadap keberadaan, kehidupan dan sebaran suatu organisme di alam. Selain itu sebaran jenisnya juga dikontrol oleh factor lingkungan yang paling minimum yang masih dapat ditolerir dan diadaptasi oleh jenis tersebut.
Secara geografis, distribusi atau sebaran spasial dan temporal tumbuh – tumbuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologis yang terdiri dari faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor – factor berpengaruh tersebut biasanya tidak hanya terdiri dari satu faktor tetapi dapat lebih dari satu faktor, yang akan saling berinteraksi satu sama lain (Brewer, 1994; Stiling. 1996).
Beberapa jenis tumbuhan mungkin mempunyai sifat toleransi yang luas terhadap satu atau beberapa faktor ekologi, seperti kondisi lingkungan habitat. Tumbuhan yang demikian dinamakan tumbuhan ektopik (eurytopic), tetapi mungkin juga terdapat hanya satu jenis tumbuhan yang mempunyai toleransi yang sempit terhadap kondisi lingkungan tersebut, dinamakan jenis tumbuhan stenotopik (stenotopic). Sifat-sifat ektopik dan stenotopik sering dapat menjadikan suatu jenis tumbuhan dalam suatu komunitas vegetasi dapat bersifat cosmopolit atau endemik.
Sifat-sifat toleransi demikian dinamakan sebagai sifat toleransi dengan " rentang yang optimum", misalnya secara geografis karakteristik faktor tanah dengan rentang optimum tertentu, menjadi satu faktor ekologi paling penting yang mempengaruhi sebaran spasial berbagai jenis tumbuhan di bumi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor ekologi merupakan salah satu factor utama yang turut mengontrol atau menentukan mengapa satu atau beberapa spesies tumbuhan atau hewan sebarannya bersifat endemik atau kosmopolit (Jenny, 1980). Karena tumbuh-tumbuhan bersifat menetap, tumbuhan endemik atau tumbuhan kosmopolit harus memiliki toleransi sebagai factor pembatas, yang sempit atau luas terutama terhadap kondisi faktor-faktor fisik di lingkungan setempat atau di seluruh permukaan bumi.
Faktor pembatas yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi dan distribusi tumbuhan menurut Brown dan Gibson (1983), antara lain adalah:
- Jenis tumbuhan karena jenis tumbuhan setempat cenderung mempunyai reproduksi yang sesuai dengan kondisi setempat,
- kepekaan dan sifat adaptasi tumbuhan terhadap spektrum cahaya,
- preferensi tumbuhan terhadap sifat - sifat fisik tanah.
- ada dan tidak adanya jenis tumbuhan tertentu yung berhubungan erat
dengan kemampuannya menghadapi gangguan secara periodik "catastrophe",
seperti pencemaran atau banjir,
- interaksi-spesifik antara tumbuhan dengan tumbuhan atau antara tumbuhan dengan hewan.
b. Distribusi Vegetasi di Alam
Secara fitogeografis, Shukla dan Chandel (19%) rnenyatakan bahwa terdapat beberapa faktor ekologi yang berpengaruh terhadap distribusi tumbuhan. Faktor ekologi tersebut adalah:
- Faktor Sejarah Geografi dan Sebarannya
Dalam proses diferensiasi tersebul jenis tumbuhan purba biasanya berasal dari pusat "tumbuhan awal" di wilayah yang dinamakan pusat anal jenis masa lalu atau "centre of origin", yang kemudian akan berevolusi rnenjadi jenis tumbuhan masa kini. Sementara itu tumbuhan spesies baru mengalami perubahan selama evolusi, kemudian menjadi flora biasa kini yang berkembang dari flora purba yang berasal dari spesies yang berasal dari proses evolusi dari pusat tumbuhan baru ("recent of'origin"). Dalam proses evolusi beberapa spesies purba akan punah dan dapat ditemukan sekarang sebagai "tumbuhan fosil", sedangkan tumbuhan jenis lain yang lampu beradaptasi dan bertahan hidup cenderung akan menjadi tumbuhan palcoendemik atau mungkin menjadi tumbuhan kosmopolit.
Dalam evolusi proses deferensiasi terbentuknya jenis-jenis spesies baru pada umurnnya berkaitan dengan proses hibridisasi dan proses mutasi antara jenis-jenis tumbuhan yang mempunyai kekerabatan yang dekat, serta proses seleksi alam dari populasi hibrid dan mutan.
Proses diferensiasi yaug berlangsung secara alamiah akan menghasilkan hibrid dan mutan dengan habitat dan amplitudo ekologi ("ecological amplitude") tertentu. Selain itu iklim juga memegang peranan penting dalam membentuk asal spesies baru ("origin of new species").
- Faktor Migrasi
Persebaran ("dispersal") atau pemencaran bibit dan biji dilakukan oleh berbagai agen , seperti angin, air, serangga, burung atau hewan lainnya termasuk manusia. Dalam migrasi, proses dispersal akan dilanjutkan dengan proses "ekesis", yaitu proses berkecambah, tumbuh dan beradaptasi, berkembang biak dan menetap di habitatnya yang baru. Proses migrasi dapat terhalang bahkan berhenti oleh sebab tertentu karena terdapatnya barier. Barier dapat terdiri dari barier ekologi, barier lingkungan dan barier geografi. Misalnya iklim adalah ekologi yang berperan penting dalam proses sebaran tumbuhan dan pembentukan spesies baru. Barier lingkungan dapat terdiri dari faktor biotik (misalnya burung) yang dapat berperan sebagai agen pemencaran, sedangkan barier geografi biasanya terdiri dari topografi dan fisiografi habitai seperti gurun, atau laut yang dapat menjadi penghalang tumbuhan untuk berpencar.
- Amplitudo Ekologi
1. ada atau tidaknya kehadiran jenis tumbuhan
2. kekuatan dan kelemahan jenis tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang
3. keberhasilan dan kcgagalan dari vegetasi dalam bermigrasi
Setiap jenis tumbuhan dalam suatu komunitas biotik pada dasarnya mempunyai rentang toleransi terhadap amplitude ekologi berupa kondisi faktor lingkungan fisik dan biotik tertentu. Sehingga adanya atau terdapatnya satu spesies di suatu habitat akan menunjukkan bahwa kondisi lingkugannya sesuai dengan amplitude ekologj spesies tersebut.
Secara spasial amplitude ekologi suatu spesies tumbuhan akan ditentukan dan dipengaruhi oleh perangkat genetik ("genetic set up'"} dari jenis tersebut. Perangkat genetik adlah suatu perangkat sifat-sifat menurun yang tcrsusun dari rangkaian DNA yang mempunyai karakteristik dan respon yang spesifik terhadap kondisi lingkungan ( amplitude ekologi tertentu).
Spesies tumbuhan yang berbeda-beda akan mempunyai amplitude ekologi yang berbeda pula.. Tctapi satu jenis atau satu marga tumbuhan yang mempunyai sebaran ekologi yang sama atau serupa, mungkin terdapat pada wilayah geografi yang berbeda. Contohnya tumbuhan conifer yang terdapat di wilayah beriklim sejuk di sekitar lingkaran kutub, dapat pula tumbuh di wilayah "zona-alpin" di daerah pegunungan wilayah tropis dan sub-tropis.
Faktor amplitudo ekologi suatu jenis tumbuhan sering dipengaruhi
perubahan waktu(temporal), yang dapat menentukan dan mempengaruhi
distribusi vegetasinya. contohnya adalah tumbuhan yang reproduksinya
berlangsung secara generatif (seksual), proses hibridisasi antara jenis
tumbuhan yang sejenis akan menghasilkan keturunan yang secara genetik
sama.tetapi karena terjadi pcrubahan kondisi lingkungannya, tumbuhan
tersebut harus beradaptasi sesuai dcngan lingkungannya dan amplitude
ekologinya yang baru dengan perangkat genetik baru pula sebagai hasil
seleksi alam atau mutasi.
Perangkat genetik sebagai hasil adaptasi pada kondisi lingkungan yang baru akan menyertai perubahan genotip atau proses mutasi dari jenis tersebut. Jenis-jems atau populasi tumbuhan terscbut dinamakan ''tumbuhan ekotip". Contohnya adalah tumbuhan Euphorbia thymifolia ,yang tumbuh pada bermacam-macan habibat. Terdapat hasil mutasi atau variasi jenis tumbuhan tersebut yang mempunyai 2 ekotip, yaitu ekotip yang menyukai habitat berkapur, thymifolia var. calcicola dan ekotip yang tidak menyukai habitat tanah berkapur adalah E. thymifolia var. calcifuga (Vickery, 1984; Shukla dan Chandel, 1996).
Perangkat genetik sebagai hasil adaptasi pada kondisi lingkungan yang baru akan menyertai perubahan genotip atau proses mutasi dari jenis tersebut. Jenis-jems atau populasi tumbuhan terscbut dinamakan ''tumbuhan ekotip". Contohnya adalah tumbuhan Euphorbia thymifolia ,yang tumbuh pada bermacam-macan habibat. Terdapat hasil mutasi atau variasi jenis tumbuhan tersebut yang mempunyai 2 ekotip, yaitu ekotip yang menyukai habitat berkapur, thymifolia var. calcicola dan ekotip yang tidak menyukai habitat tanah berkapur adalah E. thymifolia var. calcifuga (Vickery, 1984; Shukla dan Chandel, 1996).