Kelelawar adalah mamalia yang dapat terbang yang berasal dari ordo Chiroptera dengan kedua kaki depan yang berkembang menjadi sayap.
Kelelawar memiliki berbagai ukuran, mulai dari yang terkecil di dunia yang dapat dijumpai di Thailand sampai yang terbesar dengan rentang sayap bisa mencapai 1,5 meter.
Kelelawar terkecil, dengan nama jenis Craseonyteris tholonglai ini memiliki ukuran
 sebesar ibu jari.Di Indonesia juga banyak terdapat kelelawar yang 
kecil, walau tak sekecil yang di Thailand, kalau orang Sunda, suka 
menyebutnya lalay. Kalong atau lazim dinamakan flying fox merupakan 
kelelawar merupakan kelelawar terbesar di dunia. Kelelawar dengan 
panjang rentang sayap lebih dari 1,5 meter ini dapatdijumpai di seluruh Indonesia.
| Kerajaan: | Animalia | 
| Filum: | Chordata | 
| Kelas: | Mammalia | 
| Infrakelas: | Eutheria | 
| Superordo: | Laurasiatheria | 
| Ordo: | Chiroptera Blumenbach, 1779 | 
 Subordo     Megachiroptera dan Microchiroptera
Klasifikasi
- Pteropodidae (codot)
- Emballonuridae (kelelawar ekor-trubus)
- Megadermatidae (vampir palsu)
- Nycteridae (kelelawar muka-cekung)
- Rhinolophidae (kelelawar-ladam)
- Hipposideridae (barong)
- Vespertilionidae (kelelawar biasa)
- Molossidae (kelelawar bibir-keriput)
Sisi Positif Kelelawar
Kelelawar pemakan buah termasuk diantaranya adalah kelelawar yang membantu penyebaran biji. Pada saat kelelawar memakan buah, kelelawar biasanya hanya mengunyah-ngunyah daging buahnya untuk diambil cairannya, sedangkan bagian serabut daging disepah dan bijinya dibuang. Akibatnya, biji menjadi bersih dari daging buah. Biji tersebut kemudian disebarkan kelelawar di luar habitat tumbuhnya sehingga kelelawar dikenal pula sebagai agen penyebar biji yang merangsang regenerasi hutan.
Kelelawar juga membantu dalam penyerbukan tumbuhan berbunga. Kelelawar penyerbuk yang juga termasuk kelelawar buah biasanya mencari makan di malam hari, memiliki mata besar, daya penciuman yang tajam, dan bisa terbang di sekitar bunga yang diserbukinya.
Jenis kelelawar ini memiliki metabolisme yang tinggi, ukuran tibuh yang lebih besar debandingkan dengan jenis agen polinator lainnya (Faegrl an van Pijl, 1979). Ketika mencari makan, kelelawar penyerbuk biasanya memasukan lidahnya kedalam bunga untuk mengecap nektar, polen akan memenuhi tubuh dan wajahnya, lalu polen ini akan dimakannya secara sengaja atau tidak disengaja ketika sedang membersihkan diri setelah selesai makan.
Selain sebagai penyebar biji dan penyerbuk, kelelawar juga membantu dalam mengendalikan serangga hama.
Kelelawar pemakan serangga jenis Tadarida plicata sangat berpotensi sebagai agen pengendali hama biologis. Hasil analisis guano atau feses predator utama serangga nokturnal ini mengindikasikan tingginya keberadaan serangga hama yang biasa dijumpai di daerah persawahan (Leela-paibul,et al., 2005).
Secara ekonomis, keberadaan kelelawar pemakan serangga ternyata sangat bernilai untuk meningkatakan produksi kapas dan jagung di delapan area studi negara bagian texas (Cleveland,et al., 2006)
Tiga peran penting kelelawar secara ekologis adalah membantu penyebaran biji, penyerbukan, dan mengendalikan serangga hama. Ketiganya sangat vital dalam dinamika ekosistem di sekitar kita.
Sistem Penentuan Arah dengan Gema pada Kelelawar
Kelelawar merupakan makhluk yang sangat menarik. Yang 
paling hebat dari kemampuannya adalah kemampuannya yang luar biasa dalam
 penentuan arah.
Kemampuan mengindera tempat dengan gema
 pada kelelawar ditemukan melalui serangkaian percobaan yang dilakukan 
oleh para ilmuwan. Mari kita simak lebih dekat percobaan-percobaan 
tersebut untuk mengungkap rancangan yang luar biasa pada makhluk ini.
Pada percobaan yang pertama, seekor kelelawar ditempatkan
 di sebuah ruangan yang gelap gulita. Di satu sudut pada ruangan yang 
sama, seekor lalat ditempatkan sebagai mangsa untuk kelelawar ini. Mulai
 saat itu, segala hal yang terjadi di ruangan tersebut dipantau dengan 
kamera-kamera malam hari (night camera). Begitu lalat terbang, 
kelelawar, dari sudut lain pada ruangan ini, dengan cepat bergerak 
langsung ke tempat lalat berada dan menangkapnya. Melalui percobaan ini,
 disimpulkan bahwa kelelawar tersebut memiliki indera yang sangat tajam 
dalam hal kepekaan bahkan dalam kegelapan yang sempurna. Meskipun 
begitu, apakah kepekaan kelelawar ini dikarenakan oleh indera 
pendengaran? Atau itu karena ia memiliki penglihatan yang terang di 
malam hari?
Untuk menjawab pertanyaan ini, percobaan kedua dilakukan.
 Pada suatu sudut di ruang yang sama sekelompok ulat bulu diletakkan dan
 ditutupi di balik selembar koran. Begitu dilepaskan, kelelawar tidak 
membuang-buang waktu untuk mengangkat lembaran koran tersebut dan 
memakan ulat-ulat tadi. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan penentuan 
arah kelelawar tidak ada kaitannya dengan indera penglihatan.
Para ilmuwan melanjutkan percobaan mereka terhadap 
kelelawar: sebuah percobaan baru dilakukan di lorong yang panjang, yang 
pada satu sisinya ada seekor kelelawar dan di sisi lainnya sekelompok 
kupu-kupu. Di samping itu, serangkaian dinding-dinding penyekat dipasang
 tegak lurus terhadap dinding ruangan. Di tiap penyekat, ada satu lubang
 tunggal yang cukup besar bagi kelelawar untuk terbang melewatinya. Akan
 tetapi, lubang-lubang ini ditempatkan pada titik berbeda di setiap 
dinding penyekat. 
Dengan demikian, kelelawar harus terbang dengan jalur 
berliku melaluinya. 
| 
Percobaan menunjukkan bahwa kelelawar mampu dengan 
mudah menentukan kedudukan dan terbang melalui lubang di dinding dalam 
gelap gulita. | 
Para ilmuwan memulai pengamatannya segera begitu 
kelelawar dilepaskan ke dalam kegelapan ruangan di lorong tersebut. 
Ketika kelelawar sampai pada penyekat pertama, ia menentukan tempat 
lubangnya dengan mudah dan melewatinya dengan baik. Hal yang sama 
terpantau di seluruh dinding penyekat: kelelawar terlihat tidak hanya 
tahu di mana penyekat berada melainkan juga di mana tepatnya lubang 
berada. Setelah melalui lubang terakhir, sang kelelawar pun mengisi 
perutnya dengan tangkapannya.
Karena terpesona dengan apa yang mereka
 amati, para ilmuwan memutuskan untuk melakukan percobaan terakhir untuk
 memahami tingkat kepekaan penginderaan kelelawar. Tujuannya kali ini 
adalah untuk menentukan batas kemampuan penginderaan kelelawar lebih 
jelas. Sekali lagi, lorong panjang disiapkan dan kawat baja bergaris 
tengah 3/128 inci (0,6 mm) digantungkan dari atap hingga lantai lorong 
dan ditempatkan secara acak melaluinya. Semakin besar kekaguman para 
pengamat, karena sang kelelawar menyelesaikan perjalanannya tanpa 
terantuk pada satu hambatan pun. Daya terbangnya ini menunjukan bahwa 
kelelawar mampu menentukan rintangan dengan ketebalan setipis 3/128 inci
 (0,6 mm). 
Penelitian setelahnya mengungkapkan bahwa kemampuan 
penginderaan kelelawar yang luar biasa ini terkait dengan sistem 
penentuan tempat dengan gema, yang dimilikinya. Kelelawar memancarkan 
suara berfrekuensi tinggi untuk menentukan benda-benda di sekitarnya. 
Pantulan suara ini, yang tidak terdengar oleh manusia, memungkinkan 
kelelawar mendapatkan sebuah "peta" lingkungannya. 
Jadi, penginderaan kelelawar atas seekor lalat dimungkinkan dengan 
suara yang dipantulkan kembali pada kelelawar dari lalat tersebut. 
Kelelawar yang menentukan letak dengan gema ini mengingat setiap 
gelombang suara yang keluar dan membandingkan yang asli dengan gema yang
 kembali kepadanya. Waktu yang habis antara dikeluarkannya suara dengan 
diterimanya gema yang datang memberikan penentuan yang tepat mengenai 
jarak sasaran dari sang kelelawar. 
Sebagai contoh, pada percobaan ketika
 kelelawar menangkap ulat-ulat di lantai, kelelawar mengindera ulat dan 
bentuk ruangan dengan memancarkan suara bernada tinggi dan menentukan 
sinyal-sinyal yang terpantul. Lantai memantulkan suara tersebut, 
sehingga kelelawar dapat menentukan jaraknya terhadap lantai. 
Sebaliknya, ulat bulu berada sekitar 3/16 inci (0,5 cm) hingga 3/8 inci 
(1 cm) lebih dekat pada kelelawar dibandingkan dengan lantai. Di samping
 itu, hal ini menambah waktu dan nantinya mengubah frekuensi yang 
terpantau. Dengan cara inilah kelelawar mampu menentukan keberadaan ulat
 bulu di lantai. Ia memancarkan sekitar dua puluh ribu gelombang per 
detik dan mampu menelaah semua suara yang terpantul. Bahkan, ketika ia 
menjalankan tugasnya, kelelawar itu sendiri pun terbang. Pemikiran yang 
seksama atas semua kenyataan ini dengan jelas mengungkap rancangan yang 
hebat dalam penciptaan mereka.
Sifat lain yang menakjubkan dari sistem penentuan tempat dengan gema ini
 adalah kenyataan bahwa pendengaran kelelawar telah tercipta sedemikian 
rupa sehingga ia tidak dapat mendengar suara lain selain dari yang 
dipancarkannya sendiri. Lebar frekuensi yang mampu didengar oleh makhluk
 ini sangat sempit, yang lazimnya menjadi hambatan besar untuk hewan ini
 karena Efek Doppler. Berdasarkan Efek Doppler, jika sumber bunyi dan 
penerima suara keduanya tak bergerak (jika dibandingkan dengan benda 
lain), maka penerima akan menentukan frekuensi yang sama dengan yang 
dipancarkan oleh sumber suara. Akan tetapi, jika salah satunya bergerak,
 frekuensi yang diterima akan berbeda dengan yang dipancarkan.
Dalam hal ini, frekuensi suara yang dipantulkan dapat jatuh ke wilayah frekuensi yang tidak dapat didengar oleh kelelawar. Dengan demikian, kelelawar tentu akan menghadapi masalah karena tidak dapat mendengar gema suaranya dari lalat yang bergerak.
Dalam hal ini, frekuensi suara yang dipantulkan dapat jatuh ke wilayah frekuensi yang tidak dapat didengar oleh kelelawar. Dengan demikian, kelelawar tentu akan menghadapi masalah karena tidak dapat mendengar gema suaranya dari lalat yang bergerak.
Akan tetapi, hal tersebut tidak pernah menjadi masalah 
bagi kelelawar karena ia menyesuaikan frekuensi suara yang dikirimkannya
 terhadap benda bergerak seolah sang kelelawar telah memahami Efek 
Doppler. Misalnya, kelelawar mengirimkan suara berfrekuensi tertinggi 
terhadap lalat yang bergerak menjauh sehingga pantulannya tidak hilang 
dalam wilayah tak terdengar dari rentang suara. 
Jadi, bagaimana pengaturan ini terjadi?
Di dalam otak kelelawar, terdapat dua jenis neuron (sel 
saraf) yang mengendalikan sistem sonar, satu di antaranya mengindera 
suara ultrasonik (suara di atas jangkauan pendengaran kita) yang 
terpantul dan lainnya memerintahkan otot untuk menghasilkan jeritan 
untuk membuat gema penentuan tempat. Kedua neuron ini bekerja dalam 
suatu kesesuaian yang sempurna sehingga penyimpangan amat kecil pun 
dalam sinyal terpantul akan memperingatkan sinyal berikutnya dan 
menghasilkan frekuensi jeritan senada dengan frekuensi gema. Karenanya, 
nada suara ultrasonik kelelawar berubah menurut lingkungannya untuk 
efisiensi sebesar-besarnya. 
Mustahil mengabaikan gelombang yang diperlukan sistem ini
 untuk menjelaskan teori evolusi karena kebetulan. Sistem sonar pada 
kelelawar terlalu rumit sifatnya sehingga tidak dapat dijelaskan oleh 
evolusi melalui mutasi acak. Keberadaan semua bagian sistem secara 
serentak penting artinya agar dapat dimanfaatkan. Kelelawar tidak hanya 
harus mengeluarkan suara bernada tinggi melainkan juga memproses sinyal 
terpantul dan bermanuver serta menyesuaikan jeritan sonarnya pada saat 
yang sama. Umumnya, semua ini tidak dapat diterangkan dengan kebetulan 
dan hanya bisa menjadi suatu pertanda pasti tentang betapa sempurnanya 
Allah menciptakan kelelawar. 
Penelitian ilmiah lebih jauh mengungkap
 contoh-contoh baru keajaiban pada penciptaan kelelawar. Melalui setiap 
penemuan baru yang menakjubkan, dunia ilmu pengetahuan mencoba memahami 
bagaimana sistem ini bekerja. Sebagai contoh, penelitian baru terhadap 
kelelawar telah memberi temuan yang amat menarik dalam tahun-tahun 
belakangan. 
Beberapa Ilmuwan yang ingin menguji sekelompok kelelawar yang tinggal 
di suatu gua, memasang pemancar pada beberapa anggota kelompok. 
Kelelawar-kelelawar diamati ketika meninggalkan gua di malam hari dan 
makan di luar hingga fajar. Mereka menemukan bahwa beberapa kelelawar 
melakukan perjalanan sejauh 30-45 mil (50-70 kilometer) dari gua 
tersebut. Temuan yang paling mengherankan adalah mengenai kepulangannya,
 yang dimulai sesaat sebelum matahari terbit. Semua kelelawar terbang 
pulang dalam garis lurus ke gua masing-masing dari mana pun mereka 
berada. Bagaimana kelelawar dapat mengetahui di mana dan sejauh mana 
keberadaan mereka dari gua asal mereka?
Kita masih belum mempunyai pengetahuan yang terperinci 
tentang cara mereka menemukan jalan pulang. Ilmuwan tidak meyakini 
sistem pendengaran memiliki dampak besar atas perjalanan pulang. 
Mengingat kelelawar sepenuhnya buta cahaya, para ilmuwan berharap 
menemukan suatu sistem lain yang mengejutkan. Pendek kata, ilmu 
pengetahuan terus mencari keajaiban baru mengenai penciptaan kelelawar.
Cara Menemukan Bunga
Cara Menemukan Bunga
Saat
 kelelawar mendarat pada sebuah bunga dan menusukkan moncongnya kedalam 
celah antara kelopak untuk mencapai madu, hal ini akan menyebabkan dua kelopak 
(petal) lainnya melontarkan serbuk sari ke tubuh sang kelelawar, dan kemudian sang kelelawar membawanya ke bunga lain. Selain harus mampu menemukan sebuah bunga, sang kelelawar juga harus menemukan celah untuk moncongnya. 
Bagaimana ia melakukan hal ini 
dengan pandangan yang buruk dan dalam kegelapan? Bagaimana sebuah bunga 
mencegah kelelawar kedua mendarat, hingga pasokan serbuk sarinya kembali 
pulih?
Sang
 kelelawar tampaknya dapat mengenali sebuah bunga berdasarkan gema yang 
ia peroleh saat ia mengirimkan letupan ultrasonik ke bunga tersebut. 
Faktanya, kelopak (petal) beberapa bunga berbentuk terompet sehingga ia 
dapat dengan mudah mengembalikan gema yang dapat dideteksi oleh seekor 
kelelawar. Sebagai contoh, kelopak bunga Mucuna holtonii berbentuk
 terompet yang membalikkan gema dengan sangat kuat ke kelelawar bahkan 
saat ia mendekatinya dari samping ke muka bunga (bunga ini adalah versi 
akustik dari retroreflektor optik yang dipakai sepeda atau pagar di 
tikungan jalan agar dapat terlihat saat disinari lampu mobil di malam 
hari). Kelopak atas bunga terangkat saat ada serbuk sari. Setelah sang 
kelelawar pergi meninggalkan bunga dengan serbuk sari di tubuhnya, 
kelopak atas mengerut, sehingga bentuk terompetnya hilang.
Karenanya,
 kelelawar kedua tidak akan mendapatkan gema yang kuat dari bunga ini.  
Kemudian di tengah malam, saat pasokan serbuk sari kembali ada, kelopak 
atas kembali tegak, membentuk terompet kembali dan sekali lagi, 
memberikan gema yang kuat bagi kelelawar yang  mungkin mendarat.




No comments:
Post a Comment