Monday, 4 February 2013

Badai sitokine (Cytokine Storm / Hypercytokinemia)

Badai sitokine adalah suatu reaksi imun, yang potensial berakibat fatal, yang terdiri dari suatu "positive feedback loop" antara sitokin dan sel-sel imun dan ditandai dengan peningkatan yang sangat tinggi pada berbagai jenis sitokin. Istilah badai sitokine (Cytokine Storm) pertama kali di lontarkan oleh Ferrara dan kawan-kawan, pada suatu jurnal ilmiah kesehatan GVHD, edisi Februari 1993.
Gejala
Gejala utama terjadinya badai sitokin adalah panas tinggi, bengkak dan kemerahan, mual-muntal, dan rasa lelah yang hebat. Pada beberapa kasus, serangan ini dapat berakibat fatal.
Saat sistem imun berperang melawan kuman-kuman patogen, sitokin akan memberi sinyal kepada T-cell dan Macrofag untuk menuju ke tempat infeksi. Selain itu sitokine juga mengaktivasi dan merangsang sel-sel tersebut untuk lebih banyak lagi memproduksi sitokin. Normalnya aliran balik (feedback loop) dihambat oleh mekanisme dalam tubuh. Tetapi pada keadaan-keadaan tertentu, mekanisme ini tidak berkerja dengan baik dan reaksi ini menjadi tidak terkontrol dan sel-sel imun yang teraktivasi menjadi begitu banyak di satu tempat. Mengapa hal ini bisa terjadi, belum bisa dijelaskan, tetapi mungkin disebabkan oleh respon yang berlebihan ketika sistem imun menyerang sel-sel patogen baru atau sel-sel dengan kemampuan patogenik yang tinggi.
Badai sitokine sangat berpotensial menyebabkan kerusakan jaringan dan organ tubuh. Jika badai sitokin ini terjadi di paru, sebagai contoh, maka paru akan dipenuhi oleh cairan dan sel-sel imun seperti makrofag yang pada akhirnya dapat menyebabkan sumbatan jalan napas yang pada gilirannya akan menyebabkan kematian.
Pada saat terjadi badai sitokin, sistem imun akan melepaskan lebih dari 150 mediator inflamasi antara lain sitokin, oksigen radikal bebas  dan faktor-faktor koagulasi. Baik pro inflamatory cytokine, seperti tumor necrosis factor alpha, interleukin-1 dan interleukin- 6, maupun anti inflamatory cytokines, seperti interleukin-10 dan interleukine-1 resceptor antagonist, akan meningkat pada serum penderita badai sitokin.
Badai sitokine dapat terjadi baik oleh karena adanya penyakit-penyakit infeksi maupun penyakit-penyakit non infeksi seperti graft versus host disease (GVHD), Acute Respiratory Disease Syndrome (ARDS), sepsis, flu burung  (Avian Influenza),  smallpox dan Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS). Badai sitokine juga dapat dipicu oelh pemberian obat-obatan.
Badai sitokine diduga sebagai yang bertanggung jawab terhadap banyaknya kematian akibat pandemi influenza tahun 1918. Demikian juga terhadap epidemi SARS di Hongkong tahun 2003. Kematian yang disebabkan oleh Avian Influenza pada manusia, seringkali juga dijumpai adanya badai sitokin.
Terapi
Journal of Experimental Medicine pada tahun 2003 mempublikasikan hasil penelitian  yang dilakukan oleh Imperial College London, yang menunjukkan bahwa badai sitokine mungkin dapat dicegah dengan menghambat atau melumpuhkan respon T-cell. Beberapa hari setelah T-cell diaktivasi, mereka akan memproduksi suatu molekul biologis yang disebut OX40, suatu "survival signal", yang menjaga aktifitas T-cell yang telah teraktivasi pada daerah yang mengalami inflamasi saat terjadi infeksi influenza atau kuman-kuman patogen lainnya. 

OX40 akan terikat pada T-cell dan mencegahnya dari kematian, sehingga produksi sitokin akan meningkat. OX40-immunoglobulin (OX40-Ig), suatu protein kombinasi, akan mencegah OX40 untuk mencapai reseptor-reseptor T-cell, sehingga mengurangi respons T-cell. Percobaan pada tikus telah menunjukkan bahwa OX40-Ig sukses mengurangi gejala-gejala akibat terjadinya reaksi berlebihan saat sistem imun memerangi virus. Dengan menghalangi OX40 untuk berikatan dengan T-cell, para peneliti mampu mencegah perkembangan gejala-gejala influenza yang paling serius pada percobaan dengan menggunakan tikus ini.

No comments:

Post a Comment