Monday, 3 October 2011

Upacara Bepelas

Upacara Bepelas yaitu upacara adat yang digelar saat malam hari pada setiap  dan selama pelaksanaan Erau.  Upacara adat Bepelas bermakna untuk memuja raga dan sukma Sultan HAM Salehoeddin II dari ujung rambut sampai ujung kaki, sehingga dapat memberikan kekuatan kepada Sultan dalam menjalankan pemerintahan atau adat.

Rangkaian Awal Upacara

Bepelas dimulai setelah Kepala Adat mengatur sembah kepada Sultan untuk memulai kegiatan acara adat malam yang diwujudkan dalam tari-tarian yang saling berhubungan arti dan maknanya. Tarian tersebut antara lain Dewa Memuja Ayu, yang bermakna menjaga Tiang Ayu dari perbuatan roh jahat, dilanjutkan dengan tarian Dewa Memanah dengan mengelilingi Tiang Ayu bertujuan membersihkan atau mengamankan sekeliling lingkungan baik dibumi maupun di langit.

Rangkaian upacara ini kemudian dilanjutkan dengan Tarian Dewa Menurunkan Sangiang Sri Gambuh, Pangeran Sri Ganjur yang bermakna meminta restu kepada yang Maha Kuasa, diteruskan dengan tarian Beganjur sambil mengitari Tiang Ayu yang bermakna meronda atau menjaga keamanan dan dilanjutkan dengan Tarian Dewa Memulangkan Ganjur, yang bermakna bahwa keadaan sudah aman dan ditandai dengan  Dewa dan Belian mulai membacakan memang (mantera) di rebak Ayu, memberitahukan bahwa Bepelas segera dimulai.

Usai beberapa tarian sakral tersebut, maka Dewa, Belian, Penyuling, Damar Jujagat, serta Aji-Aji Perempuan menjemput dan mengatur sembah kepada Sultan dari dalam Keraton, dinamakan dengan Sultan didondang (di sembah) menjelang Bepelas.

Lalu dilakukan puncak ritual tersebut, Sultan Kutai berjalan menuju Tiang Ayu sambil berpegangan dengan Kain Cinde di kiri dan Tali Juwita di kanan. Setibanya di depan Tiang Ayu, Sultan Kutai akan meletakkan kaki kanannnya terlebih dahulu di atas gong.

Lantas, seorang Belian sambil membaca memang (mantera)  melakukan Tempong Tawar dengan memercikkan air kembang ke kaki Sultan. Pada saat Sultan menjejakkan kaki kanannya di atas gong itulah suara ledakan menggelegar. Bunyi ledakan itu terdengar begitu kerasdan di ikuti dengan letusan kembang api sekitar lima menit.

Bagi sebagian warga Tenggarong, bunyi ledakan pada malam hari selama berlangsungnya Erau merupakan hal yang lumrah. Pasalnya, suara ledakan itu merupakan salah satu bagian dari upacara adat Bepelas.

Dengan semakin bertambahnya waktu pelaksanaan Erau, semakin bertambah pula suara ledakan yang terdengar. Misalnya malam pertama hanya sekali ledakan, malam kedua ada dua kali ledakan, begitu seterusnya.

Setelah Bepelas dilaksanakan, maka Dewa, Belian Penyuling mengantarkan Sultan kembali kedalam Keraton, lalu dilanjutkan dengan Tarian Dewa Besaong Manok (Tari Dewa Mengadu Ayam), Bekanjar Ketore. Tarian tersebut menggambarkan kegembiraan bahwa Bepelas Sultan telah dilaksanakan, serta ditandai mengambil Air Tuli dari tepian Mahakam.
 
Sebagai penutup upacara Bepelas, seorang Dewa dan Penyuling menuju balai di teras depan Museum  untuk menggoyak (menggoyang) rendu, lalu ditutup dengan Tari Bekanjar Bini.

No comments:

Post a Comment