Tuesday, 12 April 2011

Ibnu Haitham



Ibnu Haitham bernama lengkap Abu Ali Al-Hasan Ibn Al-Hasan Ibn Al-Haitham. Ia lebih dikenal dengan nama Alhazen di kalangan orang-orang Eropa. Ia lahir pada tahun 354H bersamaan dengan 965 Masehi, di Basra, Irak, pada saat Dinasti Buwaih dari Persia menguasai Kekhalifahan Abbasiyah.
 
Sejak kecil al-Haitham dikenal berotak encer. Ia menempuh pendidikan pertamanya di tanah kelahirannya, Basra. Sebelumnya, ia pernah bekerja dan dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar kelahirannya, dan setelah beberapa lama berkhidmat dengan pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Kedua kota tersebut merupakan pusat ilmu pengetahuan saat itu. Setelah menempuh pendidikan di kedua kota tersebut, ia pergi ke Mesir dan Spanyol.


Selama di Mesir, ia melakukan beberapa penyelidikan mengenai aliran dan saliran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang cadangan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar.

Al-Haitham pun sempat mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar yang didirikan Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah itu, secara otodidak, ia berusaha mempelajari hingga menguasai dan amat mahir dalam beragam disiplin ilmu seperti bidang sains, falak, mate­matik, geometri, pengobatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan yang penting dalam bidang pengkajian sains di Barat. Malahan kajiannya mengenai pengobatan mata telah menjadi dasar bagi pengobatan modern mengenai mata.

Ia banyak melakukan penyelidikan mengenai cahaya, dan telah memberikan ilham kepada ilmuan-ilmuan barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler, dalam menciptakan mikroskop serta teleskop. Ia menghabiskan waktu yang cukup banyak dalam mengkaji berbagai ilmu pasti saat berada di Spanyol. Salah satu bidang ilmu yang berhasil dikuasainya adalah optika. Penguasaan Ibnu Haitham dalam ilmu optika sudah tidak diragukan lagi. Hal tersebut disebabkan pemikirannya yang logis berdasarkan pada metode ilmiah, sehingga konsep-konsepnya menjadi dasar perkembangan ilmu optika.
Pemikiran-pemikiran penting yang diungkap oleh Ibnu Haitham, antara lain tentang proses penglihatan, bagian-bagian mata, catoptrics dan dioptrics, pembiasan cahaya, cermin, dan lensa.

Salah satu konsep dasar optika yang berhasil diungkap oleh Ibnu Haitham adalah tentang proses penglihatan. Penjelasan ilmiah tentang proses penglihatan yang dikemukakan Ibnu Haitham adalah bahwa suatu objek bisa tampak atau terlihat oleh mata karena adanya sinar-sinar yang dipancarkan dari objek tersebut ke mata. Sinar-sinar tersebut difokuskan atau dibiaskan pada retina, kemudian disalurkan ke otak melalui saraf optik, sehingga terbentuklah gambaran objek yang dilihat tersebut.

Kesimpulan yang dikemukakan oleh Ibnu Haitham ini bertentangan dengan teori yang dikemukakan oleh Ptolemy (Ptolomeus) dan Euclid. Menurut mereka, objek-objek bisa tampak, karena ada sinar-sinar yang keluar dari mata menuju objek-objek tersebut.

Dalam optika yang berhubungan dengan mata, Ibnu Haitham adalah orang pertama yang memberi gambaran secara akurat tentang bagian-bagian mata. Istilah-istilah pada bagian-bagian mata yang diperkenalkan Ibnu Haitham, antara lain retina, konjungtiva, iris, lensa, kornea, humour viteous, dan humour aqueous, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas, di Spanyol dengan membuat kaca mata.
Istilah-istilah pada bagian-bagian mata yang dikemukakan oleh Ibnu Haitham ini, kemudian diadopsi oleh para ilmuwan Barat dan sampai sekarang istilah-istilah tersebut masih dipergunakan.

Penelitian Ibnu Haitham dalam catoptrics (bahasan tentang optika permukaan pemantul) dikhususkan menyelidiki cermin sferis, paraboloida serta aberasi sferis. Dalam dioptrics (bahasan tentang optika elemen pembias), Ibnu Haitham memberi hasil pengamatan yang penting tentang perbandingan antara sudut sinar datang dan sudut sinar bias tidaklah tetap, serta pengamatannya terhadap daya pembesaran lensa. Tulisan Ibnu Haitham tentang pembesaran lensa kemudian digunakan sebagai rujukan untuk mengoreksi gangguan pada mata.

Ibnu Haitham melakukan suatu pengamatan yang saksama terhadap lintasan cahaya yang melalui berbagai medium dan menemukan hukum-hukum pembiasan cahaya. Ibnu Haitham menjadi orang pertama mengungkapkan suatu hukum yang berhubungan dengan sifat-sifat cahaya yang sekarang ini dikenal dengan Hukum Snellius (600 tahun sebelum Snell menemukan hukumnya itu). Ibnu Haitham jugalah yang pertama melakukan percobaan penguraian (dispersi) cahaya menjadi warna-warna tertentu.

Ibnu Haitham meninggal di Kairo, Mesir, sekitar tahun 1040.
Kamera Obscura
Kamera Obscura
Kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni qamara. Jauh sebelum masyarakat Barat menemukan kamera, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Arab, sekitar 1.000 tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Arab bernama Ibnu al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 M, al-Haitham berhasil menemukan sebuah kamera obscura.
Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haithan bersama Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata, diproyeksikan melalui permukaan datar.

Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ”ruang gelap”. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya.
Ilustrasi kamera obscura
Karya-karya yang berhubungan dengan optika, yang ditulis oleh Ibnu Haitham, telah mengantarkan pada suatu era baru dalam penelitian optika, baik teori maupun terapan. Salah satu karya besar Ibnu Haitham adalah Kitab Al-Manazir (al-Manadhir = buku optik) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi Opticae Theasurus. Buku tersebut banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa-bahasa lain karena terkandung banyak teori dan pengetahuan ilmiah tentang indra penglihatan. Buku tersebut telah membawa kemajuan yang besar dalam metode eksperimen dan memberi pengaruh yang sangat besar bagi para ilmuwan Barat, seperti Roger Bacon dan Johannes Kepler. Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, sang fisikawan Muslim legendaris itu lalu menyusun Al-Bayt Al-Muzlim atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau kamar gelap.

Bradley Steffens dalam karyanya berjudul Ibn al-Haytham:First Scientist mengungkapkan bahwa Kitab al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura. “Dia merupakan ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke dalam gambar dengan kamera obscura,” papar Bradley.

Ilustrasi Situasi Pengambilan Gambar
Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitham mulai mengganti lobang bidik lensa dengan lensa (camera).

Setelah itu, penggunaan lensa pada kamera onscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535–1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 – 1630 M). Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).

Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari penemuan al-Haitham pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.

Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia mengembangkan plat-plat dalam perjalanan kamar gelapnya – yang dikonversi gerbong. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Hitham dengan baik sekali. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.

Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia.

Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada ahli fisika Muslim yang lahir di Kota Basrah, Irak. Al-Haitham selama hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia. 

Karena pengamatannya yang mendalam pada bidang optika, konsep-konsepnya menjadi dasar ilmu optika. Selain itu, dia mengantarkan optika pada kemajuan pesat masa kini. Dengan demikian, Ibnu Haitham mendapat julukan sebagai "Bapak Optika Modern".

Karya dan penelitian

Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan. Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler mencipta mikroskop serta teleskop. Beliau merupakan orang pertama yang menulis dan menemui pelbagai data penting mengenai cahaya.

Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris, diantaranya ialah Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahaskan mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang bayang dan gerhana.

Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila mata­hari berada di garis 19 darjah di ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila mata­hari berada di garis 19 darjah ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga menjelaskan tentang bias cahaya dan pembalikan cahaya.

Ibnu Haitham juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar dan dari situ terlahirlah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para saintis di Itali untuk menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia.

Yang lebih menakjubkan ialah bahwa Ibnu Haithamlah yang telah menemukan prinsip tentang volume udara, sebelum seorang saintis yang bernama Trricella mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian. Ibnu Haitham juga telah mengetahui adanya tarikan gravitasi sebelum Issaac Newton mengetahuinya.
Selain itu, teori Ibnu Hai­tham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara teratur, telah memberikan ilham kepada saintis barat untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan film yang kemudian disambung-sambung sebagaimana yang dapat kita tonton pada masa kini.

Filsafat

Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai falsafah, logika, metafizika, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Beliau turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu.

Penulisan falsafahnya banyak bertumpu kepada aspek kebenaran dalam masalah yang menjadi pertikaian. Beliau juga berpendapat bahawa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab itu semua dakwaan kebenaran wajar diragukan dalam menilai semua pandangan yang telah ada. Jadi, pandangannya mengenai falsafah, amat menarik untuk disoroti.

Bagi Ibnu Haitham, falsafah tidak boleh dipisahkan daripada matematika, sains, dan ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai dan untuk menguasainya seseorang itu perlu menggunakan masa mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin meningkat, kekuatan fisik dan mental akan turut mengalami kemerosotan.

Karya

Ibnu Haitham membuktikan pandangannya apabila beliau begitu bergairah dalam mencari dan mendalami ilmu pengetahuan pada masa mudanya, sehingga kini beliau berjaya menghasilkan banyak buku dan makalah. Buku-buku karyanya antara lain:
  • Al'Jami' fi Usul al'Hisab, yang mengandungi teori-teori ilmu metametika dan metametika penganalisaannya;
  • Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib, mengenai ilmu geometri; 
  • Kitab Tahlil ai'masa^il al 'Adadiyah, tentang algebra; 
  • Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah, yang mengupas tentang arah kiblat bagi segenap rantau; 
  • M.aqalah fima Tad'u llaih, mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak 
  • Risalah fi Sina'at al-Syi'r, mengenai teknik penulisan puisi.

Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan falsafah amat banyak. Kerana itulah Ibnu Haitham dikenal sebagai seorang yang miskin dari segi material tetapi kaya dengan ilmu pengetahuan. Beberapa pandangan dan pendapatnya masih relevan, hingga saat ini.

1 comment:

  1. abdulla ibinusina

    ibinusina foundation india
    adreess
    abdulla ibinusina
    anthanath house
    kanachery
    edayilpeedika
    eachoor post
    kannuur

    pleae post send you ibinu haitham books

    email ebinuseena@gmail.com

    ReplyDelete