Pohon jati (Tectona grandissp) termasuk salah satu jenis pohon penghasil kayu yang sangat baik kualitasnya. Jati, dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku (തേക്ക്) dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan.
Ciri-ciri Pohon Jati
Jati menempati peringkat nomor wahid karena sudah sangat populer akan kualitas, kekuatan dan awet alias tahan lama! Pohon Jati sangat kuat terhadap serangan cuaca dan rayap hingga ratusan tahun dengan ukuran yang sangat besar dan tinggi. Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.
Pohonnya besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m, dengan batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter.
Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula pohon jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw., bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batangnya berwarna coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang sepanjang batangnya dan seringkali masyarakat indonesia salah mengartikan jati dengan tanaman jabon ( antocephalus cadamba ) padahal mereka dari jenis yang berbeda. Kulitnya yang sangat tebal menjadikan pohon jati sulit terbakar api
Permukaan kayu jati memiliki zat berupa minyak hingga menjadikan si kayu jati kemilau/mengkilap dan indah dipandang tanpa harus divernis, cukup diampelas saja kayu pohon jati akan terlingat mengkilap!
Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek dan lebarnya dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa. Daun ini biasanya akan luruh saat musim kemarau. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.
Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu.
Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil. Nilai Rf pada daun jati sendiri sebesar 0,58-0,63.
Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah (biasanya kurang dari 50%), sehingga proses propagasi secara alami menjadi sulit, akibatnya sulit sekali untuk menutupi permintaan atas kayu jati. Jati biasanya diproduksi secara konvensional dengan menggunakan biji. Akan tetapi produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras. Beberapa alternatif pernah dicoba untuk mengatasi lapisan ini, seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau bakteri. Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.
Umumnya, Jati yang sedang dalam proses pembibitan rentan terhadap beberapa penyakit antara lain leaf spot disease yang disebabkan oleh Phomopsis sp., Colletotrichum gloeosporioides, Alternaria sp., dan Curvularia sp., leaf rust yang disebabkan oleh Olivea tectonea, dan powdery mildew yang disebabkan oleh Uncinula tectonae. Phomopsis sp. merupakan penginfeksi paling banyak, tercatat 95% bibit terkena infeksi pada tahun 1993-1994. Infeksi tersebut terjadi pada bibit yang berumur 2 – 8 bulan. Karakteristik dari infeksi ini adalah adanya necrosis berwarna coklat muda pada pinggir daun yang kemudian secara bertahap menyebar ke pelepah, infeksi kemudian menyebar ke bagian atas daun, petiol, dan ujung batang yang mengakibatkan bagian daun dari batang tersebut mengalami kekeringan. Jika tidak disadari dan tidak dikontrol, infeksi dari Phomopsis sp. akan menyebar sampai ke seluruh bibit sehingga proses penanaman jati tidak bisa dilakukan.
Sebaran
Jati menyebar luas mulai dari India, kawasan Asia Tenggara, Indochina, sampai ke Jawa. Jati tumbuh di hutan-hutan gugur, yang menggugurkan daun di musim kemarau.
Menurut sejumlah ahli botani, jati merupakan spesies asli di Burma, yang kemudian menyebar ke Semenanjung India, Muangthai, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah spesies asli di Burma, India, Muangthai, dan Laos.
Sekitar 70% kebutuhan jati dunia pada saat ini dipasok oleh Burma. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh India, Thailand, Jawa, Srilangka, dan Vietnam. Namun, pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya berasal dari Burma. Lainnya berasal dari hasil hutan tanaman jati.
Karena kualitas kayunya yang sangat baik maka pohon jati selain di keempat negara asal jati dan Indonesia, jati akhirnya juga dikembangkan di banyak negara sebagai hutan tanaman jati, seperti di Srilangka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), Malaysia (1909), di Afrika tropis, Amerika tengah, Australia, Selandia Baru, Pasifik dan Taiwan.
Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon. Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.
Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu kebakaran —yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati.
Tanah yang sesuai adalah yang agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air.
Jati Jawa
Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa; ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun yang lalu. Namun pengujian variasi isozyme yang dilakukan oleh Kertadikara (1994) menunjukkan bahwa jati di Jawa telah berevolusi sejak puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam (Mahfudz dkk., t.t. ).
Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa jenis jati (Mahfudz dkk., t.t.):
Manfaat Pohon Jati (fungsi/kegunaan)
Ciri-ciri Pohon Jati
Jati menempati peringkat nomor wahid karena sudah sangat populer akan kualitas, kekuatan dan awet alias tahan lama! Pohon Jati sangat kuat terhadap serangan cuaca dan rayap hingga ratusan tahun dengan ukuran yang sangat besar dan tinggi. Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.
Pohonnya besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m, dengan batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter.
Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula pohon jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw., bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batangnya berwarna coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang sepanjang batangnya dan seringkali masyarakat indonesia salah mengartikan jati dengan tanaman jabon ( antocephalus cadamba ) padahal mereka dari jenis yang berbeda. Kulitnya yang sangat tebal menjadikan pohon jati sulit terbakar api
Permukaan kayu jati memiliki zat berupa minyak hingga menjadikan si kayu jati kemilau/mengkilap dan indah dipandang tanpa harus divernis, cukup diampelas saja kayu pohon jati akan terlingat mengkilap!
Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek dan lebarnya dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa. Daun ini biasanya akan luruh saat musim kemarau. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.
Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu.
Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil. Nilai Rf pada daun jati sendiri sebesar 0,58-0,63.
Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah (biasanya kurang dari 50%), sehingga proses propagasi secara alami menjadi sulit, akibatnya sulit sekali untuk menutupi permintaan atas kayu jati. Jati biasanya diproduksi secara konvensional dengan menggunakan biji. Akan tetapi produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras. Beberapa alternatif pernah dicoba untuk mengatasi lapisan ini, seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau bakteri. Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.
Umumnya, Jati yang sedang dalam proses pembibitan rentan terhadap beberapa penyakit antara lain leaf spot disease yang disebabkan oleh Phomopsis sp., Colletotrichum gloeosporioides, Alternaria sp., dan Curvularia sp., leaf rust yang disebabkan oleh Olivea tectonea, dan powdery mildew yang disebabkan oleh Uncinula tectonae. Phomopsis sp. merupakan penginfeksi paling banyak, tercatat 95% bibit terkena infeksi pada tahun 1993-1994. Infeksi tersebut terjadi pada bibit yang berumur 2 – 8 bulan. Karakteristik dari infeksi ini adalah adanya necrosis berwarna coklat muda pada pinggir daun yang kemudian secara bertahap menyebar ke pelepah, infeksi kemudian menyebar ke bagian atas daun, petiol, dan ujung batang yang mengakibatkan bagian daun dari batang tersebut mengalami kekeringan. Jika tidak disadari dan tidak dikontrol, infeksi dari Phomopsis sp. akan menyebar sampai ke seluruh bibit sehingga proses penanaman jati tidak bisa dilakukan.
Sebaran
Jati menyebar luas mulai dari India, kawasan Asia Tenggara, Indochina, sampai ke Jawa. Jati tumbuh di hutan-hutan gugur, yang menggugurkan daun di musim kemarau.
Menurut sejumlah ahli botani, jati merupakan spesies asli di Burma, yang kemudian menyebar ke Semenanjung India, Muangthai, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah spesies asli di Burma, India, Muangthai, dan Laos.
Sekitar 70% kebutuhan jati dunia pada saat ini dipasok oleh Burma. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh India, Thailand, Jawa, Srilangka, dan Vietnam. Namun, pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya berasal dari Burma. Lainnya berasal dari hasil hutan tanaman jati.
Karena kualitas kayunya yang sangat baik maka pohon jati selain di keempat negara asal jati dan Indonesia, jati akhirnya juga dikembangkan di banyak negara sebagai hutan tanaman jati, seperti di Srilangka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), Malaysia (1909), di Afrika tropis, Amerika tengah, Australia, Selandia Baru, Pasifik dan Taiwan.
Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon. Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.
Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu kebakaran —yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati.
Tanah yang sesuai adalah yang agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air.
Jati Jawa
Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa; ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun yang lalu. Namun pengujian variasi isozyme yang dilakukan oleh Kertadikara (1994) menunjukkan bahwa jati di Jawa telah berevolusi sejak puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam (Mahfudz dkk., t.t. ).
Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa jenis jati (Mahfudz dkk., t.t.):
- Jati lengo atau jati malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak (Jw.: lengo, minyak; malam, lilin). Berwarna gelap, banyak berbercak dan bergaris.
- Jati sungu. Hitam, padat dan berat (Jw.: sungu, tanduk).
- Jati werut, dengan kayu yang keras dan serat berombak.
- Jati doreng, berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala, sangat indah.
- Jati kembang.
- Jati kapur, kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur. Kurang kuat dan kurang awet.
- Daerah dengan iklim tropis
- Curah hujan 1500-2500mm /tahun.
- Suhu 27 - 36°C
- Bulan kering 2-4 bulan.
- Tinggi lokasi penanaman 10-1000 m dari permukaan laut. (Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl)
- Intensitas cahaya 75-100%.
- Ph tanah 4-8.
- Jenis tanah lempung berpasir, hindari tanah becek/rawa dan cadas.
Di tanah pegunungan yang subur, pohon jati bisa tumbuh lebih cepat. Untuk mendapatkan batang yang bagus dan lurus, jarak barisan harus diatur antara 6 - 8 meter, sedangkan antar larikannya sekitar 4 - 6 meter.
Manfaat Pohon Jati (fungsi/kegunaan)
- Daun pohon jati dapat dijadikan obat/penawar rasa sakit tapi ingat hanya untuk daun pohon jati yang masih muda
- Akar Pohon jati dapat dijadikan sebagai pewarna. Sejarah mencatat pada abad 17 akar pohon jati digunakan oleh warga sulewesi selatan untuk mewarnai anyaman dengan warna kuning dan kuning agak kecoklatan.
- Furniture. Kayu jati dapat diukir dan dijadikan furniture atau perabotan rumah tangga disinilah peran jati dalam karya seni banyak menghiasi peralatan rumah tangga dengan berbagai ukiran dan corak.
- Ranting Pohon jati digunakan untuk bahan bakar, zaman dahulu pernah digunakan untuk bahan bakar lokomotif uap.
Budidaya
Teknik budidaya pohon jati dimulai dari
persiapan lahan. Pembukaan lahan kebun dengan membersihkan dari
semak-semak atau alang-alang. Selanjutnya, membuat lubang tanam 40x40x40 cm
dan dibiarkan selama kurang lebih 2 minggu. Lakukan pemupukan pada
lubang tanam dengan memberikan pupuk kandang atau kompos sebanyak 5kg
per lubang. Tambahnkan kapur atau dolomit apabila tanah terlalu masam sebanyak
50-100g/lubang tanam.
Penanaman: Masukan
tanah campuran/kompos ke lubang setinggi 1/3 kedalam lubang sambil
disiram, masukan bibit jati KBK yang telah disobek polibag nya ke dalam
lubang, lalu timbun lubang hingga penuh, siram tanaman sambil memadatkan
lubang tanam.
Pemeliharaan:
Pembersihan rumput/gulma di sekitar tanaman penting untuk dilakukan, jaga
jangan sampai ada genangan air di sekitar pohon. Purning atau
pemangkasan cabang-cabang harus rutin dilakukan sampai minimal
ketinggian 6m. Potong cabang 1-2cm dari pangkal. Semprot insektisida bila
perlu untuk membunuh hama dan penyakit.
Pemupukan: Taburkan
pupuk urea atau NPK sekitar tanamam sesuai petunjuk. Perhatikan cara
pemupukan dan periode pemupukan, karena tahun pertama pohon jati tumbuh
adalah masa kritis yang menentukan untuk tumbuh selanjutnya.
No comments:
Post a Comment