Friday, 12 November 2010

Candi Cangkuang


Cangkuang sebenarnya merupakan nama sejenis pohon pandan (Pandanus furcatus) yang digunakan masyarakat sebagai bahan untuk membuat tudung, tikar, dan pembungkus gula aren. Seiring dengan perjalanan waktu, nama cangkuang ini juga dipakai sebagai nama desa, nama danau / situs, dan juga nama candi yang kebetulan juga ditemukan di daerah tersebut.

Candi Cangkuang ditemukan oleh Prof. Harsoyo dan Drs. Uka Tjandrasasmita, tim peneliti sejarah Leles, pada tanggal 19 Desember 1966. Penelitian ini disponsori oleh Idji Hatadji, direktur CV. Haruman. Sebenarnya, ilmuan Belanda bernama Vordeman dalam Notulen Bataviaasch Genootschap, terbitan tahun 1893, pernah melaporkan adanya penemuan candi ini, beserta adanya makam kuno dan sisa-sisa arca Shiwa di daerah Leles.

Lokasi

Candi Cangkuang terletak di tengah danau Cangkuang, desa Cangkuang, Kecamatan Leles, sekitar 10 km dari kota Garut dan sekitar 46 km dari ibu kota Propinsi Jawa Barat, Bandung. Candi ini merupakan peninggalan agama Hindu pada abad ke-8. Karena letaknya yang berada di tengah danau, membuat candi ini menjadi sesuatu yang unik.

Di dalam areal candi ditumbuhi oleh pepohonan yang sangat rindang dan banyak, hal tersebut membuat suasana candi sangat sejuk dan tidak panas. Tepat satu meter di sisi selatan Candi, terdapat sebuah makam dari Embah Dalem Arif Muhammad. Konon waktu itu, Embah Arief merupakan utusan kerajaan Mataram untuk memerangi Batavia – VOC. Oleh karena kalah saat berperang dengan VOC, mbah Arief tidak pulang ke Kerajaan Mataram, tetapi menetap di daerah Cangkuang yang masyarakatnya mayoritas memeluk agama Hindu.

Untuk menuju objek Candi Cangkuang, lebih baik menggunakan mobil pribadi, karena cukup jauh dari jalan utama, dan bila menggunakan angkutan umum tentu akan sulit masuk komplek candi.
Dari tepi jalan raya Leles, untuk masuk areal candi, masih harus masuk ke dalam sekitar 3 km, yang dapat ditempuh dengan jalan kaki (sekitar 35 menit), naik andong atau ojek, kemudian setelah melewati kampung Pulo, para pengunjung harus menyeberangi danau / situs dengan menggunakan rakit  / getek yang telah disediakan oleh pihak pengelola.

Berkeliling Candi cukup berjalan kaki saja, meskipun arealnya cukup luas, karena komplek candi itu berbentuk seperti pulau. Di dalam areal ini juga terdapat museum sederhana yang menceritakan tentang sejarah penemuan candi sampai akhirnya berdiri kokoh seperti sekarang. Di dalam museum, juga terdapat beberapa koleksi benda-benda kuno dan dua belas kitab kuno.  

Jalan masuk Candi ini agak berbatu, sehingga lebih baik menggunakan alas kaki yang nyaman bila tidak ingin kaki anda terasa sakit. Pakailah sepatu olah raga atau sendal dengan sol agak tebal dan jangan lupa membawa topi atau payung.

No comments:

Post a Comment