Friday, 12 November 2010

Candi Gunung Gangsir


Candi Gunung Gangsir merupakan candi yang terbuat dari batu merah dengan ornament / relief terbanyak. Sayangnya tidak semua ornamen itu, kini bisa dinikmati, karena sebagian besar ornamen tersebut telah rusak. Konon menurut warga setempat sebagian ornamen yang hilang tersebut akibat diambil oleh tentara Jepang pada jaman penjajahan di masa lalu. Ornamen atau relief yang tersisa meskipun tidak utuh lagi, masih bisa dinikmati oleh pengunjung. Ornamen motif bejana dengan sulur-sulur yang pada umumnya kerap menghiasi candi-candi lain, masih bisa dilihat dengan jelas. Sebuah sosok tubuh wanita dengan bagian kepala yang telah hilang entah kemana juga terlihat menghiasi sisi dinding utara candi. Berbagai bentuk ornamen lain juga menghiasi badan candi, yang setidaknya mampu mempertegas bahwa dulunya candi ini pastilah sebuah candi yang sangat menarik untuk dilihat.

Deskripsi

Berdiri diatas lahan seluas 62 x 24 meter, candi ini memiliki luas bangunan dengan panjang 20 meter dan lebar 17 meter. Terdapat sebuah pintu pada candi ini yang sulit dimasuki oleh pengujung karena ukurannya yang cukup kecil. Terlebih untuk mencoba memasukinya, pengunjung harus terlebih dahulu menaiki sebuah tangga dengan bentuk yang sudah tidak beraturan lagi dan cukup berbahaya karena rentan longsor.

Dari literatur yang ada di lokasi, candi ini berfungsi sebagai tugu peringatan atas keberhasilan tanaman pangan oleh masyarakat sekitar di masa lalu. Diperkirakan di bangun pada awal abad ke-10, yakni saat warga setempat belum mengenal pola bercocok tanam. Dahulu sebelum mengenal pola bercocok tanam, warga setempat hidup mengembara dengan memakan sebangsa rumput-rumputan tuton.

Legenda Masyarakat
 
Sebuah legenda yang hidup di masyarakat sekitar menceritakan bahwa suatu ketika datanglah seorang permpuan bernama Nyi Sri Gati yang mengajak para pengembara meminta petujuk pada Hyang Widi untuk mengatasi masalah bahan makanan yang selalu kekurangan. Hingga pada suatu saat datanglah sebangsa burung gelatik yang membawa jenis padi-padian. Burung itu kemudian menjatuhkan padi dan kulit padi yang kemudian ditanam di sebelah utara candi.

Tanaman itupun tumbuh dengan butiran padi menghasilkan buah padi biasa sedangkan yang kulit, menghasilkan batu permata. Hal ini menyebabkan Nyi Sri Gati menjadi kaya dan karena kedermawanannya terkenal pula dengan nama Mbok Rondo Dermo (Rondo=janda; Dermo=dermawan). Kekayaan yang dimilikinya tersebut menarik perhatian para pedagang dan pengembara yang ingin menjual batu permata ke daerah lain. Di tengah jalan, mereka menggelapkan barang dagangannya dalam perahu. Berkat kekuatan ghaib Nyi Sri Gati perahu tersebut tenggelam serta terpelanting menjadi Gunung Prau yang kini terletak di lereng Gunung Penanggungan (sebelah barat Pasuruan).

Tidak hanya para pedagang, para penjahatpun tertarik untuk memiliki kekayaan Nyi Sri Gati. Banyak sekali yang mencoba merampas/merebut harta kekayaan Nyi Sri Gati, namun semuanya bisa dikalahkan. Nama-nama penjahat itu akhirnya dijadikan nama desa yang ada disekitar Candi Gunung Gangsir, sebagai contoh: Keboireng, Wonokoyo, Pucang, Sobo, Kesemi, Kedatan dan masih banyak lagi.

Terlepas dari benar atau tidaknya legenda tersebut, hingga saat ini Candi Gununggangsir masih merupakan tempat yang sakral bagi penduduk setempat.

No comments:

Post a Comment