Sunday, 28 November 2010

Kisah Sang Garuda dan Para Naga


Pada suatu hari, Sang Winata dan Sang Kadru, istri Begawan Kasyapa, mendengar kabar tentang keberadaan seekor kuda bernama Uccaihsrawa. Kuda ini muncul sebagai hasil pemutaran Gunung Mandara atau Mandaragiri. 

Sang Winata mengatakan bahwa warna kuda tersebut putih semua, sedangkan Sang Kadru mengatakan bahwa tubuh kuda tersebut berwarna putih sedangkan ekornya saja yang hitam. Karena berbeda pendapat, mereka berdua kemudian bertaruh, siapa yang tebakannya salah, akan menjadi budak. Mereka berencana untuk menyaksikan warna kuda itu besok sekaligus menentukan siapa yang salah.

Sang Kadru menceritakan masalah taruhan tersebut kepada anak-anaknya. Anak-anaknya mengatakan, bahwa ibunya sudah tentu akan kalah, karena warna kuda tersebut memang putih semua. Sang Kadru pun cemas karena merasa kalah taruhan, maka dari itu ia mengutus anak-anaknya untuk memercikkan bisa ke ekor kuda tersebut supaya warnanya menjadi hitam. Anak-anaknya menolak untuk melaksanakannya, karena merasa perbuatan tersebut tidak pantas. 

Mendengar penolakan anak-anaknya, Sang Kadru menjadi marah dan mengutuk anak-anaknya supaya mati ditelan api pada saat upacara pengorbanan ular yang diselenggarakan Raja Janamejaya. Karena takut akan kutuk yang diucapkan ibunya, anak-anak Sang Kadru, akhirnya mau juga melaksanakan perintah ibunya. 

Mereka pun memercikkan bisa ular ke ekor kuda Uccaihsrawa, sehingga warnanya yang putih kemudian berubah menjadi hitam. Akhirnya Sang Kadru memenangkan taruhan, sehingga Sang Winata harus menjadi budaknya.

Sementara itu, salah satu telur yang masih diasuh Sang Winata, menetas lalu munculah burung gagah perkasa yang kemudian diberi nama Garuda. Sang Garuda mencari-cari kemana ibunya. Pada akhirnya ia mendapati ibunya diperbudak Sang Kadru untuk mengasuh para naga. Mengetahui hal ini, Sang Garuda  kemudian membantu ibunya mengasuh para naga, namun para naga sangat lincah, berlari kesana-kemari. Sang Garuda kepayahan, lalu menanyakan kepada para naga, apa yang bisa dilakukan untuk menebus perbudakan ibunya? 

Para naga menjawab, kalau Sang Garuda mampu membawa tirta amerta (air kehidupan) ke hadapan para naga, maka ibunya akan dibebaskan. Sang Garuda menyanggupi permohonan tersebut.

Singkat cerita, Sang Garuda berhasil menghadapi berbagai rintangan dan sampai di tempat tirta amerta berada. Pada saat Sang Garuda ingin mengambil tirta tersebut, Dewa Wisnu datang dan bersabda, “Sang Garuda, jika engkau ingin mendapatkan tirta tersebut, mintalah kepadaku, nanti pasti aku berikan”. Sang Garuda menjawab, “Tidak selayaknya jika saya meminta kepada anda, sebab anda lebih sakti daripada saya. Karena tirta amerta, anda tidak mengenal tua dan mati, sedangkan saya tidak. Untuk itu, berikanlah kepada saya anugerah yang lain”. Dewa Wisnu berkata, “Jika demikian, aku memintamu untuk menjadi kendaraanku, sekaligus menjadi lambang panji-panjiku”.

Sang Garuda setuju dengan permohonan tersebut, sehingga akhirnya Sang Garuda menjadi kendaraan Dewa Wisnu. Kemudian Sang Garuda terbang membawa tirta amerta, namun Dewa Indra tidak setuju kalau tirta  amerta tersebut diberikan kepada para naga. Sang Garuda mengatakan bahwa tirta tamerta ersebut akan diberikan kalau para naga sudah selesai mandi. Sampailah Sang Garuda ke tempat tinggal para naga. 

Para naga girang ingin segera meminum tirta amerta tersebut, namun Sang Garuda mengatakan bahwa tirta  amerta tersebut boleh diminum, jika para naga mandi terlebih dahulu. Para naga pun mandi sesuai dengan syarat yang diberikan, tetapi setelah selesai mandi, tirta amerta sudah tidak ada lagi karena dibawa kabur oleh Dewa Indra. 

Para naga kecewa dan hanya mendapati beberapa percikan tirta amerta, tertinggal pada daun ilalang.
Para naga pun menjilati daun tersebut sehingga lidahnya tersayat dan terbelah. Daun ilalang pun menjadi suci karena mendapat tirta amerta. Sementara itu Sang Garuda terbang ke surga karena merasa sudah menebus perbudakan ibunya.

No comments:

Post a Comment