Sunday, 28 November 2010

Hujan


Hujan sebagaimana yang dikenal orang pada umumnya adalah peristiwa turunnya air dari langit ke bumi. Meskipun pada kenyataannya, hujan yang turun tidak saja berbentuk air, tetapi juga dapat berbentuk salju atau es. 

Hujan merupakan satu bentuk Presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujanes) atau aerosol (seperti embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga.

Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Air laut yang menguap, akan  berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang ini.

Awalnya, air hujan berasal dari air yang terdapat di bumi seperti air laut, air sungai, air danau, air waduk, air rumpon, air sawah, air comberan, air susu, air jamban, air kolam, air ludah, dan sebagainya. Selain air yang berbentuk fisik, air yang menguap ke udara juga bisa berasal dari tubuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, serta benda-benda lain yang mengandung air.

Proses Terbentuknya Hujan

Hujan terbentuk melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

Tahap I

Air-air tersebut umumnya mengalami proses penguapan atau evaporasi akibat adanya sinar matahari. Air yang menguap, khususnya air laut, membentuk partikel-partikel (aerosol) yang kaya akan garam dan melayang-layang di udara menuju atmosfir langit yang tinggi bersama uap-uap air yang lain, melalui mekanisme yang disebut perangkap air.

Tahap II

Di atmosfir langit yang tinggi, uap air tersebut mengembun dan mengalami proses pemadatan atau kondensasi, di sekeliling butiran-butiran garam dan partikel-partikel debu, sehingga membentuk awan. Awan ini pada dasarnya adalah butiran-butiran air hujan yang sangat kecil (diameter antara 0,01 dan 0,02 nm). Dengan bantuan angin, awan-awan tersebut dapat bergerak, menyebar secara vertikal, horizontal maupun diagonal, sehingga menutupi langit.

Tahap III

Akibat angin atau udara yang bergerak ini, awan-awan yang merupakan partikel-partikel air yang mengelilingi butiran-butiran garam dan partikel-partikel debu, akan saling bertemu dan membesar yang bergerak ke atas menuju langit / atmosfir bumi yang suhunya lebih rendah atau dingin, dan akhirnya membentuk butiran es dan air. Karena berat dan tidak mampu ditopang angin, akhirnya butiran-butiran air atau es tersebut jatuh ke permukaan bumi atau mengalami proses presipitasi menjadi hujan. Semakin tinggi udara tersebut, semakin dingin pula udara awan tersebut, akibatnya es atau salju yang terbentuk mencair menjadi air, tetapi jika suhunya sedemikian rendah maka yang turun, tetap sebagai salju.

Hujan tidak hanya turun berbentuk air dan es saja, tetapi juga bisa berbentuk embun atau kabut. Hujan yang jatuh ke permukaan bumi, jika bertemu dengan udara yang kering, maka sebagian hujan tersebut dapat menguap kembali ke udara.

Hujan Buatan (Rain Making)

Hujan buatan atau penyemaian awan (cloud seeding) adalah hujan yang terjadi oleh karena adanya campur tangan manusia, dengan mengubah proses fisika yang terjadi di dalam awan. Proses fisika yang dapat diubah meliputi proses tumbukan dan penggabungan (collision dan coalescense), proses pembentukan es (ice nucleation)

Syarat utnuk membuat hujan buatan adalah sebagai berikut:
  •  Adanya bibit-bibit awan yang memiliki kandungan air yang cukup, 
  • Kecepatan angin rendah yaitu di bawah 20 knot
Hujan buatan dibuat dengan cara menaburkan garam khusus yang halus dalam jumlah yang banyak dan dicampur bibit / seeding ke awan agar mempercepat terbentuknya awan jenuh. Bahan yang dipakai dalam hujan buatan dinamakan bahan semai. Untuk menyemai / membentuk hujan deras, biasanya dibutuhkan garam sebanyak 3 ton yang disemai ke awan yang potensial dapat menurunkan hujan, selama 30 hari. Hujan buatan yang direncanakan bisa saja gagal atau jatuh di tempat yang salah serta membutuhkan biaya yang besar dalam pembuatannya.

Hujan buatan umumnya diciptakan dengan tujuan untuk membantu daerah yang sangat kekeringan akibat sudah lama tidak turun hujan, sehingga dapat mengganggu kehidupan di darat, mulai dari sawah kering, gagal panen, sumur kering, sungai / danau kering, tanah retak-retak, kesulitan air bersih, hewan dan tumbuhan pada mati dan lain sebagainya. Dengan adanya hujan buatan diharapkan mampu menyuplai kebutuhan air makhluk hidup di bawahnya dan membuat masyarakat hidup bahagia dan sejahtera. Pada saat ini hujan buatan, kadang juga digunakan untuk membantu memadamkan kebakaran hutan yang sulit terkendali.

Di satu sisi hujan sangat dibutuhkan oleh manusia. Tetapi jika hujan yang terjadi menjadi berlebih pada suatu lokasi maka dapat menimbulkan bencana pada kehidupan di bawahnya. Seperti banjir dan tanah longsor. Salah satu penyebab tidak meratanya curah hujan di beberapa daerah antara lain disebabkan adanya perubahan iklim di bumi akhir-akhir, yang dipicu oleh ulah manusia sendiri.

Jumlah air hujan diukur menggunakan alat pengukur hujan yang bernama orometer. Ia dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0.25mm. Satuan curah hujan menurut SI adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi.

Biasanya hujan memiliki kadar asam atau pH sekitar 6. Air hujan dengan pH di bawah 5,6 dianggap sebagai  
hujan asam.

Banyak orang menganggap bahwa bau yang tercium pada saat hujan dianggap wangi atau menyenangkan. Sumber dari bau ini adalah petrichor, minyak atsiri yang diproduksi oleh tumbuhan, kemudian diserap oleh batuan dan tanah, dan kemudian dilepas ke udara pada saat hujan.

Jenis-jenis Hujan

Untuk kepentingan kajian atau praktis, hujan dibedakan menurut terjadinya, ukuran butirannya, atau curah hujannya.

Jenis-jenis hujan berdasarkan terjadinya
  • Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin berputar.
  • Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar katulistiwa, akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan.
  • Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung upa air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.
  • Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.
  • Hujan muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi sekitar bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai Agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya musim penghujan dan musim kemarau.
Jenis-jenis hujan berdasarkan ukuran butirnya
  • Hujan gerimis (drizzle), diameter butirannya kurang dari 0,5 mm
  • Hujan deras (rain), curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas 0° Celcius dengan diameter ±7 mm
  • Hujan salju, terdiri dari kristal-kristal es yang suhunya berada dibawah 0° Celcius
  • Hujan batu es, curahan batu es yang trun dalam cuaca panas dari awan yang suhunya dibawah 0° Celcius
Jenis-jenis hujan berdasarkan curah hujan (definisi BMG)
  • hujan sedang, 20 - 50 mm per hari
  • hujan lebat, 50-100 mm per hari
  • hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari

No comments:

Post a Comment