Sunday, 28 November 2010

Danau Kelimutu



Danau Kelimutu (Danau Tri Warna) terletak di Gunung Kalimutu, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Ke tiga danau ini saling berhimpitan. Uniknya, sesuai dengan sebutannya, Danau Tri Warna, danau ini masing-masing memang memiliki warna yang berbeda. Danau yang berwarna merah disebut Tiwu Ata Polo, danau yang berwarna hijau zamrud disebut Tiwu Nua Muri Kooh Fai dan danau yang berwarna biru disebut Tiwu Ata Mbupu. Namun, sesekali warna ketiganya bisa pula menjadi sama.

Hampir seabad silam, tepatnya 95 tahun lalu, peneliti asal Belanda bernama BCChMM van Suchtelen, sudah sangat takjub dengan fenomena perubahan-perubahan warna air di tiga kawah Kelimutu di Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, itu.

Saat itu Suchtelen melihat bahwa, Danau Tiwu Ata Polo menunjukkan warna merah darah, Tiwu Nua Muri Koo Fai hijau jamrud, sedangkan Tiwu Ata Mbupu berwarna putih. Tetapi  pada akhir 2008, Danau Kelimutu berubah warna, dimana ketiga danau ini menjadi satu warna, yaitu hijau muda. Peristiwa ini diawali Danau Tiwu Ata Polo yang saat itu berubah warna dari coklat kehitaman menjadi hijau tua. Disusul Danau Tiwu Ata Mbupu dari hijau lumut kehitaman jadi hijau muda. Warna kedua danau tersebut kini sama dengan warna Danau Tiwu Nua Muri Koo Fai.

Warna ketiga danau yang sedemikian itu, yaitu semuanya memancarkan warna hijau muda, mirip dengan peristiwa 13 tahun silam, tepatnya pada 9 April 1996. Persitiwa saat itu tercatat dalam data Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Balai Taman Nasional (BTN) Kelimutu. Saat itu Tiwu Ata Polo berwarna hijau, Tiwu Nua Muri Koo Fai hijau muda, dan Tiwu Ata Mbupu hijau tua.

Lebih unik lagi, warna ke tiga danau di Gunung Kalimutu ini, bahkan berubah menjadi hitam (lihat gambar). Jadi Warna danau ini bisa berubah-ubah setiap saat. Misalnya, dari merah menjadi hijau tua, dan merah hati. Dari hijau tua menjadi hijau muda.Dari coklat kehitaman kemudian berubah menjadi biru langit. Ini sungguh luar biasa.

Sedangkan pada pertengahan Juli 2010, danau Tiwu Nua Muri Koo Fai berwarna hijau muda kebiruan, danau Tiwu Ata Polo berwarna hijau, dan danau Tiwu Ata Mbupu berwarna hijau lumut kehitaman.

Selama ini, Danau Tiwu Ata Polo, lebih didominasi warna gelap, seperti merah, hijau tua, dan coklat. Adapun Danau Tiwu Nua Muri Koo Fai, lebih sering berwarna hijau muda dan pernah berubah menjadi biru sebanyak 6 kali, putih 10 kali, yang terakhir terjadi tahun 2004—dari warna hijau ke putih telur asin—sedangkan Danau Tiwu Ata Mbupu, lebih sering berwarna hijau lumut, hitam, coklat tua, terkadang juga biru, dan pernah dua kali menjadi putih, pada tahun 1915 dan 1960.

Kalangan ilmuwan dan peneliti menyatakan bahwa, faktor penyebab perubahan warna air danau pada Gunung Kelimutu yang memiliki ketinggian 1.690 meter itu, adalah disebabkan adanya kandungan kimia berupa garam, besi, sulfat, mineral lain, serta tekanan gas aktivitas vulkanik, dan sinar matahari.

”Aktivitas kegempaan juga dapat mengubah warna kawah danau. Fenomena geologis ini memang sungguh unik dan hanya terjadi di Danau Kelimutu di Indonesia. Di negara lain, antara lain Italia dan Selandia Baru, kalaupun ada, perubahan warna airnya, tetapi  tidak signifikan dan tidak beraneka warna,” kata peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung, Eko Soebowo, Rabu (18/8/2010).

Pagi hari adalah waktu yang terbaik untuk menyaksikan keindahan danau Kelimutu. Sedangkan menjelang tengah hari, apalagi sore hari, biasanya pemandangan danau Kelimutu akan terhalang oleh kabut yang tebal.

Selain pemandangan danau Kelimutu, dapat pula disaksikan keindahan alam lain di Taman Nasional Kelimutu seperti Hutan Lindung yang banyak ditumbuhi pepohonan pinus dan cemara, serta kicauan burung-burung yang menghuni kawasan Taman Nasional Kelimutu.

Di kawasan seluas 5.356,5 hektar itu juga mudah ditemukan aneka jenis flora dan satwa liar langka. Burung garugiwa (Pachycephala nudigula) merupakan salah satunya. Burung berkepala warna hitam, sedangkan badan, sayap, hingga ekor berwarna hijau kekuningan ini merupakan spesies endemik di sana yang tidak terdapat di tempat lain.

Saat menuju puncak kawah Danau Kelimutu, sekitar pukul 08.00 Wita, terdengar aneka suara unik burung garugiwa jantan. Semarak kicauan burung yang keras dan nyaring tersebut saling bersahutan, menghiasi pagi di Danau Kelimutu, bagaikan sambutan selamat datang yang ramah, bahkan turut menghangatkan suasana.

Burung garugiwa biasa berkicau mulai pukul 06.00 hingga 10.00 saja. Kicauan burung ini berbeda-beda sesuai ketinggian. Pada kawasan 1.400 meter di atas permukaan laut, ada sekitar 12 kicauan. Menurut penduduk setempat, pada ketinggian lebih dari 1.400 meter di atas permukaan laut, terdapat burung- burung yang memiliki sekitar 17 kicauan.

”Karena itu, masyarakat di sini ada yang menyebutnya burung arwah. Selain sulit ditangkap, burung itu juga hanya muncul saat tertentu,” kata Muhammad Sendi, pedagang kopi di sekitar tugu pemantauan Danau Kelimutu.

Radar alam



Bagi masyarakat setempat, perubahan warna air kawah Danau Kelimutu juga diibaratkan sebagai radar, pertanda awal akan terjadinya peristiwa negeri ini. Mereka meyakini, gempa bumi yang terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat, dan Sumatera Barat, didahului oleh berubahnya warna air kawah.

Masyarakat etnik Lio di daerah itu meyakini kawasan Kelimutu sebagai tempat yang sangat sakral, yakni kampung arwah leluhur mereka. Ini sesuai dengan nama Kelimutu yang terdiri dari kata ”keli” yang berarti ”gunung” dan kata ”mutu” yang bermakna ”berkumpul”. Itu sebabnya, mereka yang berkunjung ke daerah itu tak berani omong sembarangan atau takabur.

Pada pintu gerbangnya (Pere Konde) tertulis, danau ini dijaga Konde Ratu, sang penguasa. Danau Tiwu Ata Polo adalah tempat berkumpulnya arwah orang jahat, Danau Tiwu Nua Muri Koo Fai menjadi tempat berkumpulnya arwah anak-anak muda, sedangkan Danau Tiwu Ata Mbupu merupakan tempat berkumpulnya arwah kaum tua yang bijaksana.

Keajaiban alam Danau Kelimutu, begitu pula mitos yang diejawantahkan secara nyata lewat berbagai ritual magis, memberikan pesona luar biasa. Belum lagi di Kelimutu juga terdapat arboretum, hutan mini seluas 4,5 hektar, tempat tumbuhnya berbagai jenis pohon yang mewakili potensi biodiversitas Taman Nasional Kelimutu. Di sana terdapat aneka flora yang jumlahnya 78 jenis pohon, yang berkelompok dalam 36 suku.

Di antara flora itu ada yang endemik Kelimutu, yakni uta onga (Begonia kelimutuensis) dan turuwara (Rhododendron renschianum), di samping tanaman arngoni (Vaccinium varingiaefolium) yang berbunga kecil berwarna putih dan buahnya berwarna hitam jika matang—yang oleh masyarakat setempat biasa disebut makanan para dewa. Juga kawanan kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang memerlukan bantuan pawang untuk menyaksikannya.

Di sepanjang jalan dari kota Ende menuju Danau Kelimutu, yang berjarak sekitar 55 km, jalannya berkelok-kelok, naik turun bukit tinggi, dengan lebar jalan hanya 4 meter. Untuk mencapai ke danau ini membutuhkan waktu sekitar 2 jam dari kota Ende. Sungguh merupakan suatu perjalanan yang sangat mengasyikkan. Di sisi kanan-kiri jalan tersebut adalah tebing. Siapa pun yang mengunjungi Danau Kelimutu akan memperoleh sensasi tersendiri.

Kekayaan alam danau Kelimutu ditunjang pula dengan kekayaan budaya berupa rumah adat, tarian tradisional dan kerajinan tenun ikat yang merupakan ciri khas warga setempat. Selain itu pula, terdapat sumber air panas, air terjun, dan perkampungan adat yang sayang kalau dilewatkan. Waktu yang paling tepat untuk berkunjung ke danau Kelimutu adalah antara bulan Juli sampai September.

Sayangnya, Danau Kelimutu belum dipromosikan secara optimal. Padahal, banyak orang ingin menikmati pesona alam Indonesia yang fenomenal tersebut.

No comments:

Post a Comment