Monday 9 April 2012

Lembah

Lembah adalah depresi permukaan bumi yang luas atau wilayah lekukan bentang alam, yang biasanya memanjang, dikelilingi oleh pegunungan atau perbukitan dan kadang dikelilingi . Luasnya bisa dari beberapa kilometer persegi sampai mencapai ribuan kilometer persegi. lembah yang sangat dalam disebut Ngarai. Lembah dapat terbentuk dari beberapa proses geologis. 

Berdasarkan proses terbentuknya, lembah dapat dibedakan menjadi :
  • Lembah berbentuk U yang umumnya berupa lembah gletser, terbentuk puluhan ribu tahun yang lalu akibat erosi gletser.
  • Lembah berbentuk V.
  • Lembah berbentuk campuran
depresi yang diperluas di permukaan Bumi yang biasanya dikelilingi bukit atau pegunungan dan biasanya dikepung dengan sebuah sungai, bukit-bukit tersebut bisa berupa kemiringan yang curam menuju outlet yang dapat berupa sungai lain, danau atau lautan.

Macam-macam Lembah

Lembah Sungai

Sungai bisa mengikis batuan hingga dalam jangka waktu lama membentuk lembah. Bentuk lembah banyak tergantung pada sifat aliran air yang melaluinya. Sungai di pegunungan menghasilkan dinding ngarai yang curam dengan dasar sempit.

Lembah Gletser

Lembah juga bisa terbentuk karena kikisan gletser. Bahkan kikisan gletser jauh lebih kuat daripada kikisan sungai. Kalian tahu, lapisan es pada gletser bisa mencapai ketebalan puluhan meter. Daya gerusnya terhadap permukaan tanah sangat besar! Apalagi bila pada bagian bawah es gletser itu terdapat banyak batuan, wah, gletser mengikis permukaan daratan seperti amplas raksasa.

Lembah Gantung

Gletser-gletser bisa mengikis pegunungan pada beberapa tempat, sehingga bisa saja lembah glasial yang besar memotong lembah glasial lain yang lebih kecil. Nah, lembah gantung terjadi bila lembah yang lebih kecil berujung pada sebuah lembah gletser yang lebih besar.

Ngarai dan Wadi

Bila aliran sungai melalui jalur pada batuan lunak, sungai membentuk lembah yang dalam dengan sisi hampir tegak. Inilah yang disebut ngarai (gorge atau canyon). Ngarai-ngarai yang mengagumkan di dunia diukir oleh sungai. Contohnya Grand Canyon di Amerika Serikat oleh Sungai Colorado, Ngarai Yarlung Tsangpo dibentuk oleh Sungai Yarlung Tsangpo, dan Ngara Vikos di Yunani dibentuk oleh Sungai Vikos.
Ngarai juga bisa terbentuk di gurun pasir. Di sana jarang terjadi hujan lebat dalam waktu lama sehingga tanah menjadi kering dan keras karena sengatan matahari. Air pun tidak mudah meresap. Bila mendadak banjir, air dan batuan menyapu dengan kuat dan akhirnya membuat lembah yang disebut wadi.

Lembah Kering, Lembah Terendam

Di daerah berbatu kapur sering ditemukan lembah kering. Dahulu pada saat iklim masih basah seperti pada akhir jaman es, air sungai pun mengalir di permukaan. Saat curah hujan tinggi, air juga mengalir dan mengikis batuan. Saat iklim lebih kering, hanya sungai bawah tanah yang masih mengalir sementara di permukaan sudah kering. O iya, selain itu, ada juga lembah yang terendam.

Lembah tidak hanya ada di Bumi. Para antariksawan dan para astronom menemukan bahwa Bulan juga memiliki bentang alam yang mirip lembah, contohnya Vallis Alpes. Lembah juga ditemukan antara lain di planet Mars, Merkurius, dan Venus. Lembah yang diketahui terbesar di Tata Surya adalah Valles Marineris di Mars yang ditemukan 1877 oleh Schiaparelli. Mirip Grand Canyon di bumi, ngarai-ngarai raksasa di sana membentang dengan luas wilayah 4,500 x 600 km, dan kedalaman 8 km. Ukurannya hampir 8 kali Grand Canyon di bumi!

Lembah terkenal

Beberapa lembah yang terkenal antara lain:
  • Grand Canyon (Amerika Serikat)
  • Death Valley (Amerika Serikat)
  • Lembah Indus (Pakistan)
  • Ngarai Sianok (Sumatera Barat, Indonesia)

Sunday 8 April 2012

Dexmetomidine

Dexmedetomidine adalah obat penenang (sedativa) agonis adrenoseptor alpha-2 sentral yang amat selektif, yang memiliki efek analgesik, menekan memori, mampu mengontrol stres, kecemasan dan nyeri, tanpa menyebabkan narkosis maupun depresi pernafasan signifikan. Selain memiliki afinitas pada agonis adrenoseptor alpha-2 sentral, dexmetomidine juga memiliki afinitas pada reseptor imidazoline.

Dalam upaya membantu penyesuaian atau adaptasi pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik, berdasarkan standart perawatan yang  baru adalah dengan menggunakan obat kombinasi yang terdiri dari propofol, opioid dan benzodiazepine. Penggunaan obat-obat ini dikaitkan dengan sejumlah efek samping, seperti depresi napas, khususnya bila obat-obat ini digunakan secara bersamaan.

Dexmedetomidine, sebagai obat tunggal, dapat memberikan efek sedatif, mengurangi nyeri, mengurangi kecemasan, dengan memberikan stabilitas pada pernapasan dan respon kardiovaskuler yang dapat diduga. Oleh karena itu obat ini banyak dipakai di ruang perawatan intensif dan oleh para ahli anestesi. Penggunaan dexmetomidine infusion hendaknya tidak diberikan lebih dari 24 jam. Tapi di Jepang sudah direkomendasikan untuk dapat menggunakan dexmetomidine di ruang intensif, lebih dari 24 jam.

Oleh karena itu, saat ini beberapa negara telah pula mengeluarkan rekomendasi bahwa sedasi dengan Dexmetomidine dapat dilanjutkan dengan aman untuk periode lebih lama, sehingga sedasi dapat dilanjutkan tanpa terganggu sebelum, selama dan setelah ventilasi mekanis. Episode sinus bradikardia yang signifikan dan hipotensi telah dikaitkan dengan pemberian obat ini dan beberapa mungkin memerlukan intervensi pengobatan.

Dexmetomidine infus digunakan pada pasien-pasien yang menggunakan ventilasi mekanik, baik sebelum, selama maupun sesudah ekstubasi. Adalah tidak perlu untuk menghentikan dexmetomidine sebelum ekstubasi.


Indikasi

Sedasi dan anlgesia untuk penderita yang akan diintubasi dan mendapatkan ventilasi mekanik selama perawatan di ICU dan sedasi pada pasien yang tidak diintubasi sebelum dan  atau selama pembedahan dan tindakan medis lainnya.


Dosis

Dewasa:  Loading dose: 1 mcg/kg IV selama lebih dari 10 menit, diikuti oleh dosis pemeliharaan per infus 0.2-0.7 mcg/kg/jam, yang disesuaikan untuk mencapai efek sedasi yang diinginkan. Pemberian hendaknya tidak lebih dari 24 jam. Pemberian obat ini hanya dilakukan oleh orang yang memiliki pengalaman pengelolaan pasien di ICU maupun kamar operasi dan harus dimonitor secara terus menerus, berkenaan dengan efek farmakologisnya.

Kontra Indikasi

Pemberian secara bolus 

Perhatian Khusus

Gangguan fungsi Ginjal, Anak-anak di bawah usia 18 tahun, ibu hamil dan menyusui. 

Efek Samping

Hipotensi, HTN, bradycardia, mual, mulut kering, hipoksia dan somnolence. 


*) Tulisan Rintisan

Friday 6 April 2012

Ketorolac

Farmakodinamik

Ketorolac tromethamine merupakan suatu senyawa anti-inflamasi nonsteroid (AINS) dengan aktivitas sebagai analgesik non-narkotik. Obat ini menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine bekerja pada jalur siklooksigenase dengan cara menghambat sintesis prostaglandin dan memberikan efek analgesik yang bekerja di perifer, karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat.

Ketorolac mampu mengatasi nyeri ringan sampai berat pada kasus-kasus emergensi, nyeri muskuloskeletal, nyeri pasca operasi minor atau mayor, kolik ginjal dan nyeri kanker, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

Ketorolac memiliki efikasi analgesik yang setara dengan  morfin atau pethidin. Mula kerja efek analgesik ketorolac sedikit lebih lambat, tetapi memiliki masa kerja yang lebih panjang dibanding dengan opioid. Penggunaan bersama dengan opioid akan dapat mengurangi dosis opioid sebanyak 20 - 50%, dan pada beberapa pasien akan disertai penurunan efek samping dari opioid, lebih cepatnya normalisasi fungsi saluran cerna, dan lebih singkatnya lama perawatan di rumah sakit.

Uji Klinis
Beberapa penelitian telah meneliti efektivitas analgesik Ketorolac tromethamine intramuskular pada dua model nyeri pasca bedah akut; bedah umum (ortopedik, ginekologik dan abdominal) dan bedah mulut (pencabutan M3 yang mengalami impaksi). 

Penelitian ini merupakan uji yang dirancang paralel, dosis tunggal primer, yang membandingkan Ketorolac tromethamine dengan Meperidine (Phetidine) atau Morfin yang diberikan secara intramuskular. Pada tiap model, pasien mengalami nyeri sedang hingga berat pada awal penelitian. Jika dibandingkan dengan Meperidine 50 dan 100 mg, atau Morfin 6 dan 12 mg pada pasien yang mengalami nyeri pasca bedah, Ketorolac tromethamine 10, 30 dan 90 mg menunjukkan pengurangan nyeri yang sama dengan Meperidine 100 mg dan Morfin 12 mg. 

Onset aksi analgesiknya sebanding dengan Morfin. Durasi analgesia Ketorolac tromethamine 30 mg dan 90 mg lebih lama daripada narkotik. Berdasarkan pertimbangan efektivitas dan keamanan setelah dosis berulang, dosis 30 mg menunjukkan indeks terapetik yang terbaik. 

Suatu penelitian multisenter, multi-dosis (20 dosis selama 5 hari), pasca bedah (bedah umum) membandingkan Ketorolac tromethamine 30 mg dengan Morfin 6 dan 12 mg dimana tiap obat hanya diberikan bila perlu. Efek analgesik keseluruhan dari Ketorolac tromethamine 30 mg berada di antara Morfin 6 mg dan 12 mg, walaupun perbedaan antara Ketorolac tromethamine 30 mg dan Morfin 12 mg tidak bermakna secara statistik. 

Tidak tampak adanya depresi napas setelah pemberian Ketorolac tromethamine pada uji klinis kontrol. Ketorolac tromethamine tidak menyebabkan konstriksi. Pada pasien pasca bedah, dibandingkan dengan plasebo : Ketorolac tromethamine tidak menyebabkan kantuk dan dibandingkan dengan Morfin, Ketorolac lebih sedikit menyebabkan kantuk.

Farmakokinetik
Bioavabilitas oral ketorolac mencapai 80 - 100%. Tmax rata-rata dalam plasma sebesar 2,2 mcg/ml setelah pemberian dosis tunggal 30 mg, akan tercapai dalam waktu 30 - 60 menit setelah pemberian peroral maupun parenteral. Makanan akan mempengaruhi kecepatan absorbsi, namun tidak mempengaruhi jumlah yang diabsorbsi.

Ketorolac tromethamine diserap dengan cepat dan lengkap setelah pemberian intramuskular. Waktu paruh terminal plasma 5,3 jam pada dewasa muda, 6 - 7 jam pada orang lanjut usia (usia rata-rata 72 tahun) dan 9 - 10 jam pada penderita gangguan fungsi ginjal. Sedangkan pada pasien sirosis, peminum alkohol, terlihat adanya sedikit pemanjangan waktu paruh terminal. Lebih dari 99% Ketorolac berikatan dengan protein plasma, pada konsentrasi yang beragam. 

Farmakokinetik Ketorolac pada manusia setelah pemberian secara intramuskular dosis tunggal atau multipel adalah linear. Kadar steady state plasma dicapai setelah diberikan dosis tiap 6 jam dalam sehari. Pada dosis jangka panjang tidak dijumpai perubahan bersihan. 

Setelah pemberian dosis tunggal intravena, volume distribusinya rata-rata 0,25 L/kg. Ketorolac dimetabolisme di hepar dan metabolitnya (konjugat dan metabolit para-hidroksi) dieksresikan melalui ginjal dan ditemukan di urin (rata-rata 91,4%), sedangkan sisanya (rata-rata 6,1%) diekskresi dalam feses. Metabolitnya tidak memiliki efek analgesik yang bermakna Pemberian Ketorolac secara parenteral tidak mengubah hemodinamik pasien.

Indikasi

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui mempunyai efek menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.

Kontra Indikasi

  • Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena ada kemungkinan sensitivitas silang.
  • Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau obat anti-inflamasi nonsteroid lain.
  • Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif.
  • Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti.
  • Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi.
  • Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme.
  • Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain.
  • Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain.
  • Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L).
  • Riwayat asma.
  • Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500–5.000 unit setiap 12 jam).
  • Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium.
  • Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi.
  • Anak < 16 tahun.
  • Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa.
  • Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal).
  • Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benar-benar dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan.
Dosis 

Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi intramuskular atau bolus intravena. Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac ampul tidak boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya efek analgesia setelah pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya terapi : Pemberian dosis harian multipel yang terus-menerus secara intramuskular dan intravena tidak boleh lebih dari 2 hari karena efek samping dapat meningkat pada penggunaan jangka panjang.

Dewasa

Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10–30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat mungkin. Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total kombinasi tidak boleh lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg).

Instruksi dosis khusus

Pasien lanjut usia

Ampul : Untuk pasien yang usianya lebih dari 65 tahun, dianjurkan memakai kisaran dosis terendah: total dosis harian 60 mg tidak boleh dilampaui (lihat Perhatian).

Anak-anak : Keamanan dan efektivitasnya pada anak-anak belum ditetapkan. Oleh karena itu, Ketorolac tidak boleh diberikan pada anak di bawah 16 tahun. 

Gangguan ginjal : Karena Ketorolac tromethamine dan metabolitnya terutama diekskresi di ginjal, Ketorolac dikontraindikasikan pada gangguan ginjal sedang sampai berat (kreatinin serum > 160 mmol/l); pasien dengan gangguan ginjal ringan dapat menerima dosis yang lebih rendah (tidak lebih dari 60 mg/hari IV atau IM), dan harus dipantau ketat. Analgesik opioid (mis. Morfin, Phetidine) dapat digunakan bersamaan, dan mungkin diperlukan untuk mendapatkan efek analgesik optimal pada periode pasca bedah awal bilamana nyeri bertambah berat. 

Ketorolac tromethamine tidak mengganggu ikatan opioid dan tidak mencetuskan depresi napas atau sedasi yang berkaitan dengan opioid. Jika digunakan bersama dengan Ketorolac ampul, dosis harian opioid biasanya kurang dari yang dibutuhkan secara normal. Namun efek samping opioid masih harus dipertimbangkan, terutama pada kasus bedah dalam sehari.

Efek Samping

Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM 20 dosis dalam 5 hari.
Insiden antara 1 hingga 9% :
Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea.
Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.

Peringatan dan Perhatian

Seperti obat analgesik anti-inflamasi nonsteroid lainnya, Ketorolac dapat menyebabkan iritasi, ulkus, perforasi atau perdarahan gastrointestinal dengan atau tanpa gejala sebelumnya dan harus diberikan dengan pengawasan ketat pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit saluran gastrointestinal. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan selama kehamilan, persalinan, kelahiran, dan pada ibu menyusui.

Peringatan khusus mengenai inkompatibilitas:
 
Ketorolac ampul tidak boleh dicampur dalam volume kecil (mis. dalam spuit) dengan Morfin sulfat, Phetidine hydrochloride, Promethazine hydrochloride atau Hydroxyzine hydrochloride karena akan terjadi pengendapan Ketorolac tromethamine. Ketorolac ampul kompatibel dengan larutan normal saline, 5% dekstrosa, Ringer, Ringer-laktat, atau larutan Plasmalyte. Kompatibilitas dengan obat lain tidak diketahui.

Perhatian
 
Efek Renal : Sama seperti obat lainnya yang menghambat biosintesis prostaglandin, telah dilaporkan adanya peningkatan urea nitrogen serum dan kreatinin serum pada uji klinis dengan Ketorolac tromethamine.
 
Efek Hematologis : Ketorolac menghambat agregasi trombosit dan dapat memperpanjang waktu perdarahan. Ketorolac tidak mempengaruhi hitung trombosit , waktu protrombin (PT) atau waktu tromboplastin parsial (PTT). Pasien dengan gangguan koagulasi atau yang sedang diberi terapi obat yang mengganggu hemostasis harus diawasi benar-benar saat diberikan Ketorolac.
 
Efek Hepar : Bisa terjadi peningkatan borderline satu atau lebih tes fungsi hati. Pasien dengan gangguan fungsi hati akibat sirosis tidak mengalami perubahan bersihan Ketorolac yang bermakna secara klinis. Ketorolac tromethamine tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai medikasi prabedah, untuk mendukung anestesi atau analgesia obstetri. Belum ada data klinis mengenai keamanan dan efektivitas pemberian bersama Ketorolac tromethamine dengan obat anti-inflamasi nonsteroid lainnya. Ketorolac tidak dianjurkan digunakan secara rutin bersama dengan obat anti-inflamasi nonsteroid lain, karena adanya kemungkinan efek samping tambahan.
 
Untuk pasien gangguan ginjal ringan : Fungsi ginjal harus dipantau pada pasien yang diberi lebih dari dosis tunggal IM, terutama pada pasien tua.
 
Retensi cairan dan edema: Pernah dilaporkan terjadinya retensi cairan dan edema pada penggunaan Ketorolac. Oleh karena itu, Ketorolac harus hati-hati diberikan pada pasien gagal jantung, hipertensi atau kondisi serupa.

Interaksi Obat
  • Pemberian Ketorolac bersama dengan Methotrexate harus hati-hati karena beberapa obat yang menghambat sintesis prostaglandin dilaporkan mengurangi bersihan Methotrexate, sehingga memungkinkan peningkatan toksisitas Methotrexate.
  • Penggunaan bersama NSAID dengan Warfarin dihubungkan dengan perdarahan berat yang kadang-kadang fatal. Mekanisme interaksi pastinya belum diketahui, namun mungkin meliputi peningkatan perdarahan dari ulserasi gastrointestinal yang diinduksi NSAID, atau efek tambahan antikoagulan oleh Warfarin dan penghambatan fungsi trombosit oleh NSAID. Ketorolac harus digunakan secara kombinasi hanya jika benar-benar perlu dan pasien tersebut harus dimonitor secara ketat.
  • ACE inhibitor karena Ketorolac dapat meningkatkan risiko gangguan ginjal yang dihubungkan dengan penggunaan ACE inhibitor, terutama pada pasien yang telah mengalami deplesi volume.
  • Ketorolac mengurangi respon diuretik terhadap Furosemide kira-kira 20% pada orang sehat normovolemik.
  • Penggunaan obat dengan aktivitas nefrotoksik harus dihindari bila sedang memakai Ketorolac misalnya antibiotik aminoglikosida.
  • Pernah dilaporkan adanya kasus kejang sporadik selama penggunaan Ketorolac bersama dengan obat-obat anti-epilepsi.
  • Pernah dilaporkan adanya halusinasi bila Ketorolac diberikan pada pasien yang sedang menggunakan obat psikoaktif.
Anak-anak
 
Keamanan dan efektivitas pada anak belum ditetapkan.

Lanjut usia
 
Pasien di atas 65 tahun dapat mengalami efek samping yang lebih besar daripada pasien muda. Risiko yang berkaitan dengan usia ini umum terdapat pada obat yang menghambat sintesis prostaglandin. Seperti halnya dengan semua obat, pada pasien lanjut usia harus dipakai dosis efektif yang terendah.

Penyalahgunaan dan ketergantungan fisik
 
Ketorolac tromethamine bukan merupakan agonis atau antagonis narkotik. Subjek tidak memperlihatkan adanya gejala subjektif atau tanda objektif putus obat bila dosis intravena atau intramuskular dihentikan tiba-tiba.

Penyimpanan:

Simpan pada suhu di bawah 30°C, lindungi dari cahaya.


Thursday 5 April 2012

Myasthenia Gravis

Myasthenia Gravis adalah salah satu kelainan immun bawaan yang cukup langka. Di Amerika prevalensi penyakit ini adalah 2 dari setiap 1.000.000 penduduk. 
Penyakit ini biasanya menunjukkan karakteristik yang khas, yaitu kelemahan pada otot rangka yang biasanya juga disertai nyeri ketika menggerakkan otot. Dicurigai kondisi ini disebabkan karena kelainan immunologis yang menyerang otot.
Untuk memahami lebih lanjut tentang Myasthenia Gravis pemahaman yang cukup tentang anatomi dan fungsi dari Neuro Muscular Junction (NMJ).
Anatomi dan Fisiologi Neuro Muscular Junction
Di bagian terminal dari saraf motorik terdapat sebuah pembesaran yang biasa disebut bouton terminale atau terminal bulb. Terminal Bulb ini memiliki membran yang disebut juga membran pre-synaptic, struktu ini bersama dengan membran post-synpatic (pada sel otot) dan  celah synaptic (celah antara 2 membran)membentuk Neuro Muscular Junction.
Membran Pre-Synaptic mengandung asetilkolin (ACh) yang disimpan dalam bentuk vesikel-vesikel. Jika terjadi potensial aksi, maka Ca+ Voltage Gated Channel akan teraktivasi. Terbukanya channel ini akan mengakibatkan terjadinya influx Calcium. Influx ini akan mengaktifkan vesikel-vesikel tersebut untuk bergerak ke tepi membran. Vesikel ini akan mengalami docking pada tepi membran. Karena proses docking ini, maka asetilkolin yang terkandung di dalam vesikel tersebut akan dilepaskan ke dalam celah synaptic.
ACh yang dilepaskan tadi, akan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChR) yang terdapat pada membran post-synaptic. AChR ini terdapat pada lekukan-lekukan pada membran post-synaptic. AChR terdiri dari 5 subunit protein, yaitu 2 alpha, dan masing-masing satu beta, gamma, dan delta. Subunit-subunit ini tersusun membentuk lingkaran yang siap untuk mengikat ACh.
Ikatan antara ACh dan AChR akan mengakibatkan terbukanya gerbang Natrium pada sel otot, yang segera setelahnya akan mengakibatkan influx Na+. Influx Na+ ini akan mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada membran post-synaptic. Jika depolarisasi ini mencapai nilai ambang tertentu (firing level), maka akan terjadi potensial aksi pada sel otot tersebut. Potensial aksi ini akan dipropagasikan (dirambatkan) ke segala arah sesuai dengan karakteristik sel eksitabel, dan akhirnya akan mengakibatkan kontraksi.
ACh yang masih tertempel pada AChR kemudian akan dihidrolisis oleh enzim Asetilkolinesterase (AChE) yang terdapat dalam jumlah yang cukup banyak pada celah synaptic. ACh akan dipecah menjadi Kolin dan Asam Laktat. Kolin kemudian akan kembali masuk ke dalam membran pre-synaptic untuk membentuk ACh lagi. Proses hidrolisis ini dilakukan untuk dapat mencegah terjadinya potensial aksi terus menerus yang akan mengakibatkan kontraksi terus menerus.
Patofisiologi Myasthenia Gravis
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan  Acetyl Choline(ACh)  yang tetap dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu. inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien. 
Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-immun di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, anti-AChR bodies ditemukan pada 80%-90% pasien Myasthenia Gravis. Percobaan lainnya, yaitu penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin G (IgG) dari pasien penderita Myasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejala-gejala Myasthenic pada mencit tersebut, ini menujukkan bahwa faktor immunologis memainkan peranan penting dalam etiology penyakit ini.
Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi kehilangan toleransi terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui. Sampai saat ini, Myasthenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena sel B lah yang memproduksi anti-AChR bodies. Namun, penemuan baru menunjukkan bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus, memiliki peranan penting pada patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya penderita Myasthenic mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.
Gejala Klinis Myasthenia Gravis 
Myasthenia Gravis ditandai dengan kelemahan pada otot, yang memburuk ketika digerakkan dan membaik ketika beristirahat. Karakteristik yang lain adalah sebagai berikut :
Kelemahan otot ekstra okular (Extra Ocular Muscle) atau biasa disebut Ptosis. Kondisi ini terjadi pada lebih dari 50% pasien. Gejala ini seringkali menjadi gejala awal dr Myasthenia Gravis, walaupun hal ini masih belum diketahui penyebabnya.
Kelemahan otot menjalar ke otot-otot okular, fascial dan otot-otot bulbar dalam rentang minggu sampai bulan.
Pada kasus tertentu kelemahan EOM bisa tetap bertahan selama bertahun-tahun
Sebagian besar mengalami kelemahan
Perbaikan secara spontan sangat jarang terjadi, sedangkan perbaikan total hampir tidak pernah ditemukan.
Berikut adalah klasifikasi Myasthenia Gravis berdasarkan The Medical Scientific Advisory Board (MSAB) of the Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) :
Class I
Kelemahan otot okular
Gangguan menutup mata
Otot lain masih normal
Class II
Kelemahan ringan pada otot selain okular
Otot okular meningkat kelemahannya
Class IIa
Mempengaruhi ekstrimitas
Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal
Class IIb
Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan
Juga mempengaruhi ekstrimitas
Class III
Kelemahan sedang pada otot selain okuler
Meningkatnya kelemahan pada otot okuler
Class IIIa
Mempengaruhi ektrimitas
Sedikit mempengaruhi otot-otot oropharyngeal
Class IIIb
Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan
Juga mempengaruhi ekstrimitas
Class IV
Kelemahan berat pada selain otot okuler
Kelemahan berat pada otot okuler
Class IVa
Mempengaruhi ekstrimitas
Sedikit pengaruh pada otot-otot oropharyngeal
Class IVb
Terutama mempengaruhi otot-otot pernapasan dan oropharyngeal
Juga mempengruhi otot-otot ekstrimitas
Class V
Pasien yang membutuhkan intubasi (kecuali pada kasus post-operative)

Guillain-Barré Syndrome (GBS)

Guillain-BarrĂ© Syndrome (GBS) adalah penyakit langka yang menyebabkan tubuh menjadi lemah kehilangan kepekaan yang biasanya dapat sembuh sempurna dalam hitungan minggu, bulan atau tahun. GBS mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain (baca Gilan) dan BarrĂ© (baca Barre), yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan, kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. 

Penyakit ini menjangkiti satu dari 40,000 orang tiap tahunnya. Bisa terjangkit di semua tingkatan usia mulai dari anak-anak sampai dewasa, jarang ditemukan pada manula. Lebih sering ditemukan pada kaum pria. Bukan penyakit turunan, tidak dapat menular lewat kelahiran, ternifeksi atau terjangkit dari orang lain yang mengidap GBS. Namun, bisa timbul seminggu atau dua minggu setelah infeksi usus atau tenggorokan.

Gejala

Gejala awal antara lain adalah: rasa seperti ditusuk-tusuk jarum diujung jari kaki atau tangan atau mati rasa di bagian tubuh tersebut. Kaki terasa berat dan kaku atau mengeras, lengan terasa lemah dan telapak tangan tidak bisa menggenggam erat atau memutar sesuatu dengan baik (buka kunci, buka kaleng dll)

Gejala-gejala awal ini bisa hilang dalam tempo waktu beberapa minggu, penderita biasanya tidak merasa perlu perawatan atau susah menjelaskannya pada tim dokter untuk meminta perawatan lebih lanjut karena gejala-gejala akan hilang pada saat diperiksa.

Gejala tahap berikutnya disaat mulai muncul kesulitan berarti, misalnya: kaki susah melangkah, lengan menjadi sakit lemah, dan kemudian dokter menemukan syaraf refleks lengan telah hilang fungsi.

Penyebab

Penyakit ini timbul dari pembengkakan syaraf peripheral, sehingga mengakibatkan tidak adanya pesan dari otak untuk melakukan gerakan yang dapat diterima oleh otot yang terserang

Karena banyak syaraf yang terserang termasuk syaraf immune sistem maka sistem kekebalan tubuh kita pun akan kacau. Dengan tidak diperintahkan dia akan mengeluarkan cairan sistem kekebalan tubuh ditempat-tempat yang tidak diinginkan.

Dengan pengobatan maka sistem kekebalan tubuh akan berhenti menyerang syaraf dan bekerja sebagaimana mestinya.
 
Diagnosa

Diagnosa GBS didapat dari riwayat dan hasil test kesehatan baik secara fisik maupun test laboratorium. Dari riwayat penyakit, obat2an yang biasa diminum, pecandu alcohol, infeksi2 yang pernah diderita, gigitan kutu maka Dokter akan menyimpulkan apakah pasien masuk dalam daftar pasien GBS. Tidak lupa juga riwayat penyakit yang pernah diderita pasien maupun keluarga pasien misalnya diabetes mellitus, diet yang dilakukan, semuanya akan diteliti dengan seksama hingga dokter bisa membuat vonis apakah anda terkena GBS atau penyakit lainnya.

Pasien yang diduga mengidap GBS di haruskan melakukan test:

1. Darah lengkap

2. Lumbar Puncture

3. EMG (electromvogram)

Sesuai urutannya, test pertama akan dilakukan kemudian test ke dua apabila test pertama tidak terdeteksi adanya GBS, dan selanjutnya.

Apa yang akan terjadi setelah test dilakukan?

Tanda-tanda melemahnya syaraf akan nampak semakin parah dalam waktu 4 sampai 6 minggu. Beberapa pasien melemah dalam waktu relatif singkat hingga pada titik lumpuh total dalam hitungan hari, tapi situasi ini amat langka.

Pasien kemudian memasuki tahap ‘tidak berdaya’ dalam beberapa hari. Pada masa ini biasanya pasien dianjurkan untuk ber-istirahat total di rumah sakit. Meskipun kondisi dalam keadaan lemah sangat dianjurkan pasien untuk selalu menggerakkan bagian-bagian tubuh yang terserang untuk menghindari kaku otot. Ahli Fisioterapy biasanya akan sangat dibutuhkan untuk melatih pasien dengan terapi-terapi khusus dan akan memberikan pengarahan-pengarahan kepada keluarga adan teman pasien cara-cara melatih pasien GBS.

Apakah GBS menyakitkan?

Ya dan tidak. Pasien biasanya merasakan sakit yang akut pada saat GBS. Terutama didaerah tulang belakang dan lengan dan kaki. Namun ada juga pasien yang tidak mengeluhkan rasa sakit yang berarti meskipun mereka mengalami kelumpuhan parah. Rasa sakit muncul dari pembengkakan dari syaraf yang terserang, atau dari otot yang sementara kehilangan suplai energi, atau dari posisi duduk atau tidur si Pasien yang mengalami kesulitan untuk bergerak atau memutar tubuhnya ke posisi nyaman. Untuk melawan rasa sakit dokter akan memberikan obat penghilang rasa sakit dan perawat akan memberikan terapi-terapi untuk me-relokasi bagian-bagian tubuh yang terserang dengan terapi-terapi khusus. Rasa sakit dapat datang dan pergi dan itu amat normal bagi penderita GBS.

Perawatan

Pasien biasanya akan melemah dalam waktu beberapa minggu, maka dari itu perawatan intensif sangat diperlukan di tahap-tahap dimana GBS mulai terdeteksi. Sesuai dengan tahap dan tingkat kelumpuihan pasien maka dokter akan menentukan apa pasien memrlukan perawatan di ruang ICU atau tidak.

Sekitar 25% pasien GBS akan mengalami kesulitan di;

1. Bernafas

2. Kemampuan menelan

3. Susah batuk

Dalam kondisi tersebut diatas, biasanya pasien akan diberikan bantuan alat ventilator untuk membantu pernafasan.

Penyembuhan

Setelah beberapa waktu, kondisi mati rasa akan berangsur membaik. Pasien harus tetap wapada karena hanya 80% pasien yang dapat sembuh total, tergantung parahnya pasien bisa berjalan dalam waktu hitungan minggu atau tahun. Namun statistic membuktikan bahwa rata-rata pasien akan membaik dalam waktu 3 sampai 6 bulan. Pasien parah akan menyisakan cacat dibagian yang terserang paling parah, perlu terapi yang cukup lama untuk mengembalikan fungsi-fungsi otot yang layu akibat GBS. Bisanya memakan waktu maksimal 4 tahun.

Terapi
 
Obat nya hanya ada 1 macam yaitu GAMAMUNE ( Imuno globuline ) yang harganya 4jt - 4,5 jt rupiah /botol biasanya obat ini diinfuskan ke pasien dg jumlah yang dihitung dari berat badan, untuk lebih jelas nya tanya ke dokter, contoh kasus yang dialami Desi dg berat badan pada saat sakit waktu itu 58 KG Desi menghabiskan obat ini sebanyak 20 botol, ( 5 botol / hari).

Migrain

Migrain adalah nyeri kepala sebelah yang dirasakan berdenyut dan biasanya disertai mual dan muntah, biasanya menyerang di pagi hari, sehingga sangat mengganggu aktivitas. Penderita juga biasanya menjadi lebih sensitif terhadap cahaya, suara, dan bau-bauan.

Migrain atau nyeri kepala sebelah adalah salah satu penyakit yang diperkirakan diderita oleh 25% wanita dan 10% pria di seluruh dunia. Secara statistik, wanita tiga kali lebih sering terkena migrain dibanding laki-laki dan lebih banyak diderita orang dewasa di usia 20 hingga 50 tahun.

Seiring pertambahan usia, tingkat keparahan dan frekuensinya pun ikut menurun. Migrain juga banyak menimpa remaja dan anak-anak. Terutama mereka yang memiliki keluarga dengan riwayat penderita migrain.

Sakit kepala akibat migrain, agak sulit dibedakan dengan sakit kepala akibat sinusitis atau otot leher tegang.
Meski sering dirasakan di salah sisi kepala, namun nyerinya bisa berpindah atau mengenai kedua sisi sekaligus.

Migrain juga dapat timbul akibat adanya penyakit lain, seperti asma dan depresi atau penyakit berat, semisal tumor atau infeksi. Namun kejadian ini sangat jarang.

Meski belum diketahui pasti penyebabnya, migrain diperkirakan terjadi akibat adanya hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran darah di otak dan mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah otak serta proses inflamasi (peradangan).

Pelebaran dan inflamasi ini menyebabkan timbulnya nyeri dan gejala lain, seperti mual. Semakin berat inflamasi yang terjadi, semakin berat pula migrain yang diderita. Faktor genetik umumnya sangat berperan pada timbulnya migrain.

Migrain terbagi dalam empat golongan, yaitu:

Migrain biasa


Sebagian besar penderita migrain umumnya menderita migrain golongan ini, dengan gejala seperti nyeri berdenyut di salah satu sisi kepala dengan intensitas sedang hingga berat. Bila sudah parah, penderita tidak dapat beraktivitas karena selalu merasa mual, muntah, sensitif terhadap cahaya, suara dan bau. Sakitnya akan hilang sendiri dalam waktu 4 hingga 72 jam.

Migrain Klasik


Migrain golongan ini umumnya didahului dengan gejala yang dinamakan aura, yaitu gangguan penglihatan seperti melihat garis bergelombang, cahaya terang, bintik gelap atau tidak dapat melihat benda dengan jelas.
Gejala aura lainnya, adalah rasa geli atau kesemutan di tangan. Sebagian penderita tidak dapat mengucapkan kata-kata dengan baik, merasa kebas di tangan, pundak, atau wajah, atau merasa lemah pada satu sisi tubuhnya, atau merasa bingung.

Penderita dapat mengalami satu atau beberapa macam gejala, meski tidak timbul secara bersamaan. Gejala yang umumnya timbul 30 menit sebelum rasa sakit ini, dapat hilang atau bertahan sampai rasa sakit di kepala menyerang.

Migrain Haid


Migrain ini umumnya timbul beberapa hari sebelum, selama atau sesudah haid. Penderita akan tahu bahwa migrain yang ia rasakan, berhubungan dengan siklus haidnya. Rasa sakit yang dirasakan, bisa seperti migrain biasa atau klasik.

Migrain Komplikasi


Migrain golongan ini kerap disertai gangguan sistim saraf, seperti mati rasa pada kulit dan geli, kesulitan berbicara atau mengerti pembicaraan, ketidakmampuan menggerakkan lengan atau kaki. Gejala syaraf ini dapat tetap bertahan meski migrainnya telah sembuh.

FAKTOR PENCETUS MIGRAIN

- Konsumsi makanan tertentu
- Tidur berlebihan atau kurang tidur
- Tidak makan
- Perubahan cuaca atau tekanan udara
- Stres atau tekanan emosi
- Bau yang sangat menyengat atau asap rokok
- Sinar yang sangat terang atau pantulan sinar matahari.

Penderita migrain harus berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan, karena ada beberapa jenis makanan yang dapat memicu terjadinya migrain (meski tergantung dari sensitivitas masing-masing individu), misalnya:

1. Alkohol

Alkohol termasuk zat yang diuretik atau penyebab dehidrasi tubuh, sehingga dapat memicu timbulnya migrain. Meski anggur merah memiliki fungsi ganda yang berlawanan, karena kaya akan unsur fenolik yang sangat baik buat jantung, namun anggur merah juga bisa memicu terjadinya migrain.

2. Kafein

Meski mengkonsumsinya membantu menghilangkan migrain, namun sebenarnya tidak dianjurkan dilakukan bagi penderitanya. Sebab bila sudah kecanduan, kurang konsumsi kafein malah akan memicu terjadinya migrain. Bila hanya ingin menghentikan migrain, satu gelas saja sudah cukup.

3. Keju

Meski masih pro-kontra, namun beberapa ahli mengatakan keju adalah salah satu pemicu migrain. Unsur asam amino tiramin yang terkandung pada keju, diperkirakan mampu memicu timbulnya sakit kepala karena mengurangi kadar serotonin dalam otak yang mengganggu irama aliran darah.

4. Aditif Makanan

Para penderita migrain umumnya mengatakan bahwa mereka sangat sensitif dengan makanan yang mengandung MSG, Nitrit, aspartame (pemanis buatan), tetrazin dan sulfite (ditemukan pada minuman alkohol dan wine).

MAKANAN & MINUMAN YANG DIANJURKAN BAGI PENDERITA MIGRAIN:


1. Air putih

Dehidrasi dapat menyebabkan sakit kepala, karena volume darah berkurang dan mempengaruhi irama aliran darah. Pertahankan cairan tubuh dengan minum setidaknya dua setengah liter air sehari.

2. Bubur gandum

Makanan ini melepaskan energi dengan lambat, sehingga membantu mempertahankan kadar gula darah lebih stabil.
3. Kacang-kacangan
Seperti halnya bubur, kacang-kacangan juga melepas energi dengan lambat.
4. Jahe
Jahe mampu mengurangi rasa tidak enak di perut (mual) yang biasanya datang bersama sakit kepala. Minuman atau biskuit jahe, dapat dikonsumsi sebagai makanan tambahan.
5. Makanan rendah lemak
Kontrol lemak darah dengan makanan rendah lemak, karena sangat berkaitan dengan migrain. Kurangi gorengan, saus dan makanan berlemak jenuh. Penuhi kebutuhan protein dari ikan atau daging unggas.

TIPS MEREDAKAN NYERI AKIBAT MIGRAIN

1. Beristirahat.
Karena peka terhadap cahaya, disarankan untuk beristirahat di tempat yang gelap dan tenang. Jauhi sumber-sumber keramaian dan tempat bercahaya terang. Tenangkan diri dan cobalah untuk tidur.

2. Kompres kepala dengan es/air dingin.

Kompres bagian yang sakit dengan es atau air dingin, untuk membantu menyempitkan pembuluh darah.

3. Jauhi faktor-faktor pencetus migrain.


4. Hangatkan bagian leher.

Istirahatkan tulang leher, karena leher adalah salah satu bagian tubuh yang bekerja keras menopang kepala. Kelelahan pada leher dapat memicu rasa sakit kepala. Saat istirahat, coba hangatkan leher atau beri sedikit pijatan lembut.

5. Minum obat pereda sakit.

Ada banyak obat pereda sakit berupa analgesik, antipiretik dan aspirin. Tapi jangan sembarang minum obat, mintalah obat yang telah dianjurkan oleh dokter Anda.

Vertigo

Vertigo atau yang disebut juga dizziness, giddiness, dan lightheadedness, adalah penyakit yang terutama diakibatkan adanya gangguan pada alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit, di dalam telinga, yang ditandai dengan keadaan pusing (tubuh  atau keadaan sekeliling terasa berputar) yang luar biasa. Vertigo dapat dibedakan menjadi vertigo obyektif, bila keadaan sekelilingnya yang dirasakan berputar, sedangkan vertigo subyektif, bila penderita sendiri yang terasa  berputar.

Gejala

Selain perasaan berputar, gejala lain yang sering menyerati adalah mual dan muntah. Bila gangguan ini berat, penderita bahkan tak mampu berdiri atau bahkan bisa terjatuh. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat tetapi bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik, jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.

Seperti diketahui, pada dasarnya keseimbangan tubuh dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi mengenai posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Vertigo biasanya timbul akibat gangguan telinga tengah dan dalam atau gangguan penglihatan.

Gangguan pada otak kecil yang mengakibatkan vertigo jarang sekali ditemukan. Namun, pasokan oksigen ke otak yang kurang, dapat pula menjadi penyebab. Beberapa jenis obat, seperti kina, streptomisin, dan salisilat, diketahui dapat menimbulkan radang kronis telinga dalam. Keadaan ini juga dapat menimbulkan vertigo.

Gangguan ini diatasi dengan menangani penyebabnya. Biasanya pemberian vitamin B12, B1, antihistamin, diuretika, dan pembatasan konsumsi garam dapat mengurangi keluhan.

Ada beberapa jenis vertigo berdasarkan penyebabnya. 
  • Vertigo epileptica yaitu pusing yang mengiringi atau terjadi sesudah serangan ayan, 
  • Vertigo laryngea yaitu pusing karena serangan batuk, 
  • Vertigo nocturna yaitu rasa seolah-olah akan terjatuh pada permulaan tidur, 
  • Vertigo ocularis yaitu pusing karena penyakit mata khususnya karena kelumpuhan atau ketidakseimbangan kegiatan otot-otot bola mata, 
  • Vertigo rotatoria yaitu pusing seolah-olah semua di sekitar badan berputar-putar.
  • Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan penyakit yang sering ditemukan, di mana vertigo terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 menit. Perubahan posisi kepala (biasanya terjadi ketika penderita berbaring, bangun, berguling di atas tempat tidur atau menoleh ke belakang) biasanya memicu terjadinya vertigo ini.
    Penyakit ini tampaknya disebabkan oleh adanya endapan kalsium di dalam salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam. Vertigo jenis ini mengerikan, tetapi tidak berbahaya dan biasanya menghilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau bulan. Tidak disertai hilangnya pendengaran maupun telinga berdenging.

Penyebab vertigo

Keadaan lingkungan, motion sickness (mabuk darat, mabuk laut) obat-obatan, alkohol, gentamisin, kelainan sirkulasi Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler.

Terkadang vertigo juga merupakan salah satu gejala awal terjadinya stroke ringan, sebagai akibat pecahnya pembuluh darah akibat tekanan darah tinggi (hipertensi). Biasanya vertigo yang diakibatkan oleh kurangnya oksigen ke otak ini akan disertai dengan mual dan muntah-muntah.

Untuk mencegah terjadinya dampak yang lebih berat akibat serangan stroke yang diawali dengan serangan vertigo, pemeriksaan lainnya adalah CT scan atau MRI kepala, yang bisa menunjukkan kelainan tulang atau tumor yang menekan saraf. Jika diduga suatu infeksi, bisa diambil contoh cairan dari telinga atau sinus atau dari tulang belakang.

Jika diduga terdapat penurunan aliran darah ke otak, maka dilakukan pemeriksaan angiogram, untuk melihat adanya sumbatan pada pembuluh darah yang menuju ke otak.