Showing posts with label Lingkungan. Show all posts
Showing posts with label Lingkungan. Show all posts

Thursday, 4 April 2013

Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit

Seiring dengan meningkatnya peran industri pengolahan kelapa sawit, dalam perkembangan agroindustri di Indonesia, guna memenuhi kebutuhan perkembangan industri berbahan baku kelapa sawit seperti: industri makanan, minyak kelapa sawit, kosmetik, sabun dan cat, meningkat pula masalah pencemaran lingkungan akibat limbah cair yang ditimbulkannya.

Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kandungan bahan organik yang tinggi dalam limbah kelapa sawit. Kandungan organik ini dapat meningkatkan kadar BOD dan COD dalam perairan, karena memerlukan banyak oksigen untuk menguraikan bahan organik tersebut. 

Bila padatan / limbah ini dibuang ke sungai, maka sebagian akan mengendap dan terurai secara perlahan. Proses ini akan banyak mengkonsumsi oksigen terlarut, serta mengeluarkan bau yang tajam, akibat adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik oleh bakteri, sehingga dapat merusak daerah pembiakan ikan, mematikan biota air di sepanjang alirannya.

Padatan atau limbah ini akan mengapung seperti halnya minyak, sehingga masuknya oksigen akan terhalang (aerasi), yang selanjutnya akan dapat mempengaruhi kehidupan biota di dalam air, terutama yang sangat membutuhkan oksigen. Akibatnya terjadilah perubahan kondisi dari suasana aerob menjadi anaerob di dalam perairan tersebut. 

Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan, maka air limbah hasil industri minyak kelapa sawit ini perlu diolah terlelbih dahulu. Salah satu alternatif pengolahan secara fisik terhadap limbah pabrik minyak kelapa sawit adalah dengan flotasi. Selain itu juga dapat dilakukan dengan teknologi membran dan Digester anaerob.

1. Flotasi Pada Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit

Pada skala kecil / laboratorium, teknik flotasi dilakukan dengan menggunakan reaktor berpenyekat, yang terbuat dari kaca, berbentuk kotak empat persegi panjang. Penyekat-penyekat ini dipasang berurutan secara vertikal, yang berfungsi memisahkan reaktor menjadi beberapa ruang, dimana jarak antara penyekat yang satu dan yang lainnya diatur sedemikian rupa, agar bagian tersebut memiliki peran yang sama. 
Langkah pertama yang dilakukan pada pengolahan limbah kelapa sawit adalah memasukkan limbah cair ke dalam tangki yang sudah disiapkan sebelumnya. Limbah dialirkan ke dalam tangki pengolahan, dengan laju alir yang telah ditentukan. Cairan dialirkan dari ruang pertama dan mengalir secara over  flow ke ruang berikutnya.

Ruang pertama dan kedua, diberi aerasi untuk mengapungkan padatan tersuspensi yang mempunyai densitas lebih ringan dari densitas cairan, dan untuk mengapungkan minyak / lemak yang terdapat di dalam cairan minyak / limbah.  Padatan tersuspensi serta minyak / lemak tersebut, kemudian dipisahkan dengan cara penyekiman. 

Sedangkan padatan yang mempunyai densitas lebih besar dari cairan, akan mengendap secara gravitasi. Pada ruang ketiga, keempat dan kelima, sisa lemak / minyak dan padatan, akan tersuspensi secara over flow pada ruang ketiga, keempat dan kelima dan akan berada di atas permukaan cairan dan masuk ke dalam pipa-pipa penjebak lemak / minyak yang terdapat pada setiap bagian atas ruangan dan secara periodik akan dikeluarkan melalui kran. 

Secara bersamaan ke dalam tangki pengolahan juga dialirkan udara dengan laju alir tertentu pula. Sampel  yang keluar dari saluran pengeluaran tangki merupakan sampel yang sudah diolah.

Penurunan COD

Tehnik flotasi dapat menurunkan nilai COD pada perairan pembuangan limbah. COD sangat dipengaruhi oleh waktu tinggal cairan umpan dan laju aliran udara masuk, dimana dengan waktu tinggal umpan yang lama, maka waktu kontak antara partikel-partikel yang ada di dalam air limbah dengan udara yang masuk dalam tangki pengolahan, semakin lama, sehingga dapat menyebabkan padatan-padatan tersuspensi yang meningkatkan COD di dalam air limbah, akan terapung dan ikut terbuang pada saat pengambilan lemak / minyak. 

Pengukuran konsentrasi COD banyak digunakan sebagai tolak ukur beban pencemaran dari suatu air limbah industri. Salah satu kriteria untuk melihat keberhasilan proses flotasi ini adalah dengan menghitung efisiensi penyisian COD.

Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit bersifat asam dengan pH berkisar 3,5 – 5. Hal ini berarti, limbah cair pabrik minyak kelapa sawit mengandung ion hidrogen yang tinggi dan apabila tidak dilakukan pengolahan lebih lanjut atau langsung dibuang, akan dapat menyebababkan korosi pada pipa atau saluran pembuangan tersebut dan juga dapat mematikan biota air. 

Pengolahan secara flotasi dapat menaikkan sedikit  pH limbah cair. Semakin lama waktu tinggal umpan di dalam reator, semakin tinggi pH keluaran yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena terjadinya pengisiahan asam-asam lemak volatin yang terdapat di dalam cairan, sehingga menyebababkan kadar keasaman semakin menurun dan pH sistem meningkat.

2. Digester Anaerob Pada Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit 

Pengolahan limbah cair kelapa sawit dengan menggunakan digester anaerob dilakukan dengan mensubtitusi proses yang terjadi di kolam anaerobik pada sistem konvensional ke dalam tangki digester. Tangki digester berfungsi menggantikan kolam anaerobik yang dibantu dengan pemakaian bakteri mesophilic dan thermophilic. 

Kedua bakteri ini termasuk bakteri methanogen yang merubah substrat dan menghasilkan gas methan. Dari setiap ton TBS yang diolah, dapat menghasilkan 140 – 200 kg CPO dan limbah / produk samping, antara lain: limbah cair (POME=Palm Oil Mill Effluent), cangkang sawit, fiber / sabut, maupun tandan kosong kelapa sawit.

Pengolahan Limbah Cair

Pengolahan limbah cair adalah upaya untuk mengolah limbah cair yang dihasilkan dari berbagai proses produksi sebelum dibuang atau dimanfaatkan kembali. Proses ini dimaksudkan untuk menghilangkan zat-zat berbahaya atau beracun yang terkandung dalam limbah cair tersebut, sehingga saat limbah tersebut dibuang atau dimanfaatkan kembali, tidak membahayakan kehidupan makhluk hidup. 

Teknik-teknik pengolahan limbah cair yang berkembang saat ini secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
1.    pengolahan secara fisika
2.    pengolahan secara kimia
3.    pengolahan secara biologi
Untuk suatu jenis limbah cair tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri maupun secara kombinasi.
Pengolahan Secara Fisika
Pengolahan limbah cair secara fisika pada umumnya, dilakukan sebelum pengolahan lanjutan terhadap air buangan. Hal ini dilakukan agar partikel-partikel tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau partikel-partikel yang terapung disisihkan terlebih dahulu.  
Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan partikel tersuspensi yang berukuran besar. Partikel tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan.  Parameter utama untuk mendesain proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendapkan partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.






















Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan partikel tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan limbah cair, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, dengan menggunakan karbon aktif. Proses ini dilakukan terutama jika hasil pengolahan limbah cair ini, diinginkan untuk digunakan kembali.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Hanya saja biaya instalasi dan operasionalnya sangat mahal.

Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan limbah cair secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan.  
Penyisihan partikel-partikel tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat partikel-partikel tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi. 



 
  
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya, agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan.  

Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya), sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit.  Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5.  Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).

Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida.

Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.
Pengolahan secara biologi
Semua limbah cair yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1.    Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
2.    Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi.  Proses lumpur aktif yang banyak dikenal, berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikitSelain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam).  Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan.  Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:
1.    trickling filter
2.    cakram biologi
3.    filter terendam
4.    reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1.        Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2.        Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob.  Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.
Dalam prakteknya saat ini, teknologi pengolahan limbah cair, tidak lagi sesederhana seperti dalam uraian di atasNamun pada prinsipnya, semua limbah yang dihasilkan harus melalui beberapa langkah pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan atau kembali dimanfaatkan dalam proses produksi, dimana uraian di atas dapat dijadikan sebagai acuan.



Friday, 2 September 2011

Kimberley Hole

Kimberley Hole adalah sebuah lubang besar yang berada di Afrika Selatan. Lubang ini memiliki kedalaman sekitar 1.097 meter dan garis tengah sekitar  463 meter. Lubang ini adalah yang terbesar yang pernah digali manusia di atas bumi ini. Dari tahun 1866 hingga 1914 (ditutup pemerintah) sebanyak 50.000 penambang telah menggali lubang ini dan menghasilkan lebih dari 3 ton berlian. Jumlah tanah yang terbuang oleh penambangan diperkirakan sekitar 22,5 juta ton

Bingham Canyon Mine, Utah

Lubang Bingham Canyon Mine merupakan lubang yang dibuat manusia untuk keperluan pertambangan. Pengerukan dimulai pada tahun 1863 dan masih terus berlangsung sampai dengan hari ini. Pada saat ini ukuran lubang telah mencapai kedalaman 0,75 mil dan lebar 2,5 mil

Mirny Diamond Mine, Serbia

Banyak orang telah melihat lubang Mirny Diamond Mine, yang terletak di Serbia ini. Mereka berpendapat bahwa kerusakan lingkungan akibat penambangan intan ini, merupakan hasil perbuatan manusia terburuk yang pernah ada di dunia. Pada kedalaman 525 meter dan diameter atas 1200 meter, bahkan telah ditetapkan larangan terbang di atas zona lubang karena beberapa helikopter pernah jatuh kedalam lubang tersebut.

Tuesday, 28 June 2011

Diavik Mine, Canada

Tambang Diavik Diamond Mine ini sangat besar dan berada di daerah yang jauh sehingga memiliki bandara dengan landasan yang cukup besar untuk menampung sebuah Boeing 737. Sangat indah terlihat dari atas ketika musim dingin dan di sekitarnya adalah gurun es .

The Diavik Diamond Mine di Kanada adalah salah satu tambang berlian yang paling menakjubkan di dunia. Pertambangan mulai digali pada tahun 2003 dan diperkirakan akan berlanjut selama paling tidak 15-20 tahun. Diavik Diamond Mine adalah tambang berlian di Daerah Slave Utara Northwest Territories, Kanada, sekitar 300 kilometer (186 mil) timur laut Yellowknife


Daerah ini telah menjadi bagian penting dari perekonomian di daerah tersebut, yang mana mempekerjakan 700 orang lebih dengan penghasilan $ 100 juta dalam penjualan, dan menghasilkan 8 juta carats (1600 kg) berlian setiap tahun. Kawasan itu disurvei pada tahun 1992 dan konstruksi dimulai pada tahun 2001, dengan produksi dimulai pada Januari 2003. 

Tambang ini dihubungkan dengan jalan es Bandara Diavik dengan 5.235 kaki (1.596 m) kerikil landasan pacu secara teratur menampung pesawat jet Boeing 737. Tambang ini dimiliki oleh perusahaan patungan antara Harry Winston Diamond Corporation dan Diavik Diamond Mines Inc, anak perusahaan Rio Tinto Group. Tambang kimberlite terdiri dari tiga pipa yang terkait dengan Lac de Gras kimberlite lapangan, terletak di sebuah pulau 20 kilometer persegi (8 sq mi) di Lac de Gras dan disebut Pulau Timur. Berada di sekitar 220 kilometer (137 mil) selatan Lingkaran Arktik. 

Pada 5 Juli 2007, konsorsium dari tujuh perusahaan pertambangan, termasuk Rio Tinto, mengumumkan mereka mensponsori studi dampak lingkungan untuk membangun pelabuhan air dalam di Bathurst Inlet. Rencana mereka termasuk membangun 211 km (131 mi ) jalan yang menghubungkan pelabuhan tambang mereka. Pelabuhan kapal akan melayani hingga 25.000 ton

Wednesday, 1 June 2011

Konservasi

Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi alam Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata bahasa Inggris, "Conservation" yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika, pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.

Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
 

Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :

  1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
  2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).
  3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
  4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).

Sedangkan menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah:
  • Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya.
  • Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam
  • (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia atau transformasi fisik.
  • Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan
  • Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.


Di Indonesia, berdasarkan peraturan perundang-undangan, Konservasi [sumber daya alam hayati] adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Cagar alam dan suaka margasatwa merupakan Kawasan Suaka Alam (KSA), sementara taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam merupakan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).

Cagar alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Suaka margasatwa mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwanya.

Taman nasional mempunyai ekosistem asli yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman hutan raya untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Taman wisata alam dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

Konflik

Di ekosistem hutan, biasanya konflik konservasi muncul antara satwa endemik dan pengusaha HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Karena habitatnya menciut dan kesulitan mencari sumber makanan, akhirnya satwa tersebut keluar dari habitatnya dan menyerang manusia. Konflik konservasi muncul karena:
  1. Penciutan lahan & kekurangan SDA (Sumber Daya Alam)
  2. Pertumbuhan jumlah penduduk meningkat dan permintaan pada SDA meningkat (sebagai contoh, penduduk Amerika butuh 11 Ha lahan per orang, jika secara alami)
  3. SDA diekstrak berlebihan (over exploitation) menggeser keseimbangan alami.
  4. Masuknya/introduksi jenis luar yang invasif, baik flora maupun fauna, sehingga mengganggu atau merusak keseimbangan alami yang ada.
Kemudian, konflik semakin parah jika :
  1. SDA berhadapan dengan batas batas politik (mis: daerah resapan dikonversi utk HTI, HPH (kepentingan politik ekonomi)
  2. Pemerintah dengan kebijakan tata ruang (program jangka panjang) yang tidak berpihak pada prinsip pelestarian SDA dan lingkungan.
  3. Perambahan dengan latar kepentingan politik untuk mendapatkan dukungan suara dari kelompok tertentu dan juga sebagai sumber keuangan ilegal.


Kawasan konservasi mempunyai karakteristik sebagaimana berikut:
  • Karakteristik, keaslian atau keunikan ekosistem (hutan hujan tropis/'tropical rain forest' yang meliputi pegunungan, dataran rendah, rawa gambut, pantai)
  • Habitat penting/ruang hidup bagi satu atau beberapa spesies (flora dan fauna) khusus: endemik (hanya terdapat di suatu tempat di seluruh muka bumi), langka, atau terancam punah (seperti harimau, orangutan, badak, gajah, beberapa jenis burung seperti elang garuda/elang jawa, serta beberapa jenis tumbuhan seperti ramin). Jenis-jenis ini biasanya dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
  • Tempat yang memiliki keanekaragaman plasma nutfah alami.
  • Lansekap (bentang alam) atau ciri geofisik yang bernilai estetik/scientik.
  • Fungsi perlindungan hidro-orologi: tanah, air, dan iklim global.
  • Pengusahaan wisata alam yang alami (danau, pantai, keberadaan satwa liar yang menarik).

Kebijakan

Di Indonesia, kebijakan konservasi diatur ketentuannya dalam UU 5/90 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. UU ini memiliki beberpa turunan Peraturan Pemerintah (PP), diantaranya:
  1. PP 68/1998 terkait pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA)
  2. PP 7/1999 terkait pengawetan/perlindungan tumbuhan dan satwa
  3. PP 8/1999 terkait pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar/TSL
  4. PP 36/2010 terkait pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa (SM), taman nasional (TN), taman hutan raya (Tahura) dan taman wisata alam (TWA).

Sunday, 8 May 2011

Efek Rumah Kaca



Istilah Efek Rumah Kaca (green-house effect) digunakan untuk menjelaskan meningkatnya suhu udara di permukaan bumi”, akibat terus meningkatnya konsentrasi CO2 dan gas-gas rumah kaca (GRK) anthropogenic lainnya di atmosfer. 


Istilah Efek rumah kaca, pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya.


Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca, tapi artikel ini hanya membahas pengaruh di Bumi. Efek rumah kaca untuk masing-masing benda langit tadi akan dibahas di masing-masing artikel.

Para ahli sudah setuju bahwa efek rumah kaca disebabkan oleh bertambahnya jumlah gas-gas rumah kaca (GRK) di atmosfir yang menyebabkan energi panas yang seharusnya dilepas ke luar atmosfir bumi dipantulkan kembali ke permukaan dan menyebabkan temperatur permukaan bumi menjadi lebih panas. 

Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, hal inilah yang memicu pemanasan global.

Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia (lihat juga pemanasan global). Yang belakang diterima oleh semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat.


Penyebab


Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya.


Energi yang masuk ke Bumi:
  • 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer
  • 25% diserap awan
  • 45% diserap permukaan bumi
  • 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi
Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.

Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.


Proses terjadinya efek rumah kaca adalah sebagai berikut:

Sinar matahari memanaskan laut dan daratan. Permukaan bumi yang memanas, kemudian meradiasikan panas dalam bentuk sinar inframerah keruang angkasa. Sebagian sinar inframerah tersebut diserap oleh gas-gas rumah kaca yang terdapat di atmosfer, seperti uap air dan karbon dioksida. Dengan demikian panas terperangkap, tidak dapat lepas keruang angkasa, sehingga suhu permukaan bumi naik.


Jika efek rumah kaca tidak ada, suhu permukaan bumi akan menjadi 33 derajat celcius lebih rendah dibandingkan sekarang, sehingga berada dibawah titik beku air. Jadi dalam kondisi normal, efek rumah kaca ini sebenarnya diperlukan, agar bumi menjadi nyaman untuk dihuni.


Kadar alami karbon dioksida di atmosfer ini, dikendalikan oleh interaksi yang berlangsung antara atmosfer, lautan dan biospher, yang dikenal sebagai daur geokimia karbon. Aktifitas manusia yang melepaskan karbon berlebihan, telah mengganggu daur karbon ini. Akibatnya kadar karbondioksida di atmosfer bertambah tinggi, yang selanjutnya meningkatkan efek rumah kaca tersebut


Akibat


Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.


Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.

Gas Rumah Kaca



Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer bumi yang berfungsi seperti rumah kaca dan menyebabkan efek rumah kaca. Bumi yang diselubungi oleh gas-gas ini, selalu terasa lebih hangat, jika dibandingkan dengan suhu udara di luarnya, bagaikan berada di dalam rumah kaca. Itualh sebabnya gas-gas tersebut dinamakan Gas Rumah Kaca, dan pengaruh yang ditimbulkannya disebut dengan Efek Rumah Kaca.

Selubung gas rumah kaca tepatnya terdapat di lapisan troposfer pada ketinggian 7-16 km di 
atas permukaan bumi.

Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktivitas manusia. Gas rumah kaca (GRK) yang paling banyak adalah uap air, yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan vulkanik; pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida); dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan).

Karbondioksida dapat berkurang, karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya.

Bumi secara alami menjadi panas karena radiasi sinar matahari yang masuk ke atmosfer. Panas ini sebagian  diserap oleh permukaan bumi lalu dipantulkan lagi ke angkasa. GRK yang terdapat di atmosfer, mampu meneruskan radiasi gelombang pendek dan cahaya matahari. Tetapi juga menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang yang dipantulkan oleh permukaan bumi sehingga suhu permukaan bumi menjadi meningkat.

Karena ada GRK, sebagian panas tetap tertahan di atmosfer, sehingga bumi menjadi hangat pada suhu yang tepat agar hewan tumbuhan dan manusia bisa bertahan hidup. Mekanisme atau cara kerja ini disebut Efek Rumah Kaca. Bisa dibayangkan bahwa tanpa Efek Rumah Kaca ini, suhu rata-rata di bumi hanya akan mencapai -18 derajat Celcius.

Gas-gas Penyusun Gas Rumah Kaca

Sumber gas-gas rumah kaca tersebut dapat terbagi menjadi dua yaitu alami dan akibat aktifitas manusia. Gas rumah kaca yang terjadi secara alami adalah CO2, methane. Sedangkan gas yang dihasilkan akibat aktifitas manusia antara lain CO2 (Proses pembakaran bahan bakar fosil), NO2 (aktifitas pertanian dan industri), CFC, HFC, PFC (proses industri dan konsumen)
Selain Uap air sebagai gas penyusun utama Gas Rumah Kaca dan Karbondioksida, gas-gas yang menyusun GRK lainnya, antara lain Gas metana (CH4), Nitrous Oksida (N2O), Hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs) dan Sulphur hexafluoride (SF6).

Uap air

Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktivitas manusia tidak secara langsung memengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.

Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya kandungan uap air di troposfer, dengan kelembapan relatif yang agak konstan. Meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca; yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. 

Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.

Karbondioksida

Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.

Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun 1750, terdapat 281 molekul karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm (peningkatan 36 persen). 

Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelum revolusi industri.

Metana

Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri pada pertengahan 1700-an, jumlah metana di atmosfer telah meningkat satu setengah kali lipat.

Nitrogen Oksida

Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Ntrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini telah meningkat 16 persen bila dibandingkan masa pre-industri.

Gas lainnya

Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-22) terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di beberapa negara berkembang masih menggunakan klorofluorokarbon (CFC) sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). 

Selama masa abad ke-20, gas-gas ini telah terakumulasi di atmosfer, tetapi sejak 1995, untuk mengikuti peraturan yang ditetapkan dalam Protokol Montreal tentang Substansi-substansi yang Menipiskan Lapisan Ozon, konsentrasi gas-gas ini mulai makin sedikit dilepas ke udara.

Selama ribuan bahkan jutaan tahun, gas-gas tersebut melindungi bumi dan mempertahankan suhu serta kondisi yang tepat tersebut. Tetapi aktivitas manusia selama beberapa puluh tahun terakhir, membuat komposisi dan kandungan gas-gas itu berubah, sehingga efek yang ditimbulkannya pun mulai berubah dan GRK di atmosfer terlalu banyak, sehingga bumi menjadi semakin panas, karena terlalu banyak panas yang ditangkap.

Para ilmuan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses manufaktur, akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada tahun 2000, para ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah trifluorometil sulfur pentafluorida. Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat ini sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.