Showing posts with label Pertanian. Show all posts
Showing posts with label Pertanian. Show all posts

Monday, 25 November 2013

Tanaman Hortikultura

Tanaman Hortikultura adalah tanaman yang awalnya dibudidayakan dikebun atau pekarangan rumah. Sekarang, tanaman ini tidak hanya ditanam di pekarangan atau kebun di rumah, tetapi sudah dilakukan pada skala yang besar, pada perkebunan-perkebunan yang luas.

Hortikultura (horticulture) berasal dari bahasa Latin hortus (tanaman kebun) dan cultura (budidaya), sehingga dapat diartikan sebagai budidaya tanaman kebun. Sekarang istilah hortikultura lebih banyak digunakan pada jenis tanaman yang dapat dibudidayakan. Sedangkan lingkup kerja bidang hortikultura meliputi pembenihan, pembibitan, kultur jaringan, produksi tanaman, pengelolaan hama dan penyakit, panen, pengemasan dan distribusi. Hortikultura kemudian berkembang menjadi salah satu metode budidaya pertanian modern.

Hortikultura merupakan cabang dari agronomi. Berikut adalah jenis-jenis tanaman hortikultura
  • Tanaman buah (Pomologi / Frutikultura),  contoh : manggis, durian, mangga, jeruk, apel
  • Tanaman bunga (florikultura), contoh : melati, mawar, anggrek, anyelir, krisan
  • Tanaman sayuran (olerikultura),  contoh : bunga kol,selada, wortel, tomat, bayam
  • Tanaman obat-obatan (biofarmaka), contoh : kunyit, kencur, rosela, pegagan, kumis kucing
  • Taman (lansekap).
enis-jenis Tanaman Hortikultur:
  • Pomologi / Frutikultur (tanaman buah): Manggis, Mangga, Apel, Durian
  • Florikultura (tanaman bunga): Melati, Mawar, Krisan, Anyelir, Begonia, Bugenvil, dll
  • Olerikultura (tanaman sayur): Tomat, Selada, Bayam, Wortel, Kentang, 
  • Biofarmaka (tanman obat): Rosela, Kunyit, Kumis kucing, Pegagan dll
- See more at: http://mancinginfo.blogspot.com/2012/12/jenis-jenis-tanaman-horikultura.html#sthash.81Rv52Ui.dpuf
enis-jenis Tanaman Hortikultur:
  • Pomologi / Frutikultur (tanaman buah): Manggis, Mangga, Apel, Durian
  • Florikultura (tanaman bunga): Melati, Mawar, Krisan, Anyelir, Begonia, Bugenvil, dll
  • Olerikultura (tanaman sayur): Tomat, Selada, Bayam, Wortel, Kentang, 
  • Biofarmaka (tanman obat): Rosela, Kunyit, Kumis kucing, Pegagan dll
- See more at: http://mancinginfo.blogspot.com/2012/12/jenis-jenis-tanaman-horikultura.html#sthash.81Rv52Ui.dpuf
Pada perkembangannya, tanaman hortikultur menjadi tanaman budidaya di perkebunan skala besar. Namun intinya tanaman tersebut layak untuk di budidayakan di kebun pekarangan rumah. Tanaman atau buahnya bisa memberi manfaat langsung kepada orang yang membudidayakan. 

Misalkan tanaman sayur, walaupun ini adalah tanaman yang di budidayakan di ladang, namun ketika di taman di pekarangan buahnya juga bisa langsung dimanfaatkan, itu adalah prinsip tanaman hortikultur.
- See more at: http://mancinginfo.blogspot.com/2012/12/jenis-jenis-tanaman-horikultura.html#sthash.1HH4elyo.dpuf
Meski pada perkembangannya, tanaman hortikultura dikembangkan dalam skala besar, namun intinya tanaman itu bisa dikembangkan dan dibudidayakan di pekarangan rumah dan hasilnya dapat dimanfaatkan secara langsung oleh yang membudidayakannya. Ini adalah prinsip tanaman hortikultura. 

Tanaman kakao dan cengkeh meski pada beberapa tempat juga di tanam di pekarangan rumah, tetapi tanaman ini tidak termasuk dalam tanaman hortikultura, karena untuk dapat memanfaatkannya, tanaman ini masih membutuhkan proses lagi. Tanaman kakao dan cengkeh ini digolongkan menjadi tanaman industri.
tanaman kakao dan cengkeh di pekarangan. Meskipun ada yang menanam di pekarangan, namun tanaman tersebut bukan dalam kategori Hortikultur, karena perlu proses lagi untuk bisa dimanfaatkan. Kakao dan  cengkeh adalah kategori tanaman industri.  - See more at: http://mancinginfo.blogspot.com/2012/12/jenis-jenis-tanaman-horikultura.html#sthash.1HH4elyo.dpuf

Ditinjau dari fungsinya, tanaman hortikultura dapat memenuhi kebutuhan jasmani sebagai sumber vitamin, mineral dan protein (dari buah dan sayur) serta memenuhi kebutuhan rohani, karena dapat memberikan rasa tenteram, ketenangan hidup dan estetika (dari tanaman hias/bunga).

Bagi pemerintah dan masyarakat tanaman hortikultura juga memiliki peran untuk 
a) memperbaiki gizi masyarakat, 
b) memperbesar devisa negara, 
c) memperluas kesempatan kerja, 
d) meningkatkan pendapatan petani 
e) pemenuhan kebutuhan keindahan dan kelestarian lingkungan.  

Tanaman hortikultura memiliki sifat khas yaitu : 
a) tidak dapat disimpan lama, 
b) perlu tempat lapang (voluminous), 
c) mudah rusak (perishable) dalam pengangkutan, 
d) melimpah/meruah pada suatu musim dan langka pada musim yang lain 
e) fluktuasi harganya tajam.

Orang yang menekuni bidang hortikultura dengan profesional disebut sebagai hortikulturis

Wednesday, 27 March 2013

Gulma


Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena secara langsung maupun tidak langsung akan merugikan tanaman budidaya dan dapat menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Gulma menimbulkan kerugian-kerugian karena mengadakan persaingan dengan tanaman pokok, mengotori kualitas produksi pertanian, dan menimbulkan allelopathy.

Batasan gulma bersifat teknis dan plastis. 
  • Teknis, karena berkait dengan proses produksi suatu tanaman pertanian. Keberadaan gulma menurunkan hasil karena mengganggu pertumbuhan tanaman produksi melalui kompetisi. 
  • Plastis, karena batasan ini tidak mengikat suatu spesies tumbuhan. Pada tingkat tertentu, tanaman yang dianggap berguna, dapat saja dianggap sebagai gulma. Sebaliknya, tumbuhan yang biasanya dianggap gulma, dapat saja dianggap tidak mengganggu.
    Contoh, kedelai yang tumbuh di sela-sela tanaman monokultur jagung, dapat dianggap sebagai gulma, tetapi pada sistem tumpang sari keduanya justru merupakan tanaman utama. Meskipun demikian, ada beberapa jenis tumbuhan yang dikenal sebagai gulma utama, seperti teki dan alang-alang.

Jenis-jenis gulma dapat dikelompokkan dengan melihat keadaan morfologinya, habitatnya, dan bentuk pertumbuhannya.

Berdasarkan habitatnya, gulma dibedakan menjadi
  • Gulma habitat darat. Gulma darat adalah gulma yang hidup di darat, umur hidupnya bisa setahun, dua tahun, atau tahunan (tidak terbatas). Penyebaranya bisa melalui biji atau dengan cara vegetatif.
    Contoh : Agerathum conyzoides, Digitaria spp, Imperata cylindrical, Amaranthus spinosus.
  • Gulma habitat air. Gulma air adalah gulma yang hidupnya berada di air. Jenis gulma air dibedakan menjadi tiga, yaitu gulma air yang hidupnya terapung dipermukaan air (Eichhorina crassipes, Silvinia) spp, gulma yang hidupnya tenggelam di dalam air (Ceratophylium demersum), dan gulma air yang timbul ke permukaan air dan tumbuh dari dasar (Nymphae sp, Sagitaria spp).
Berdasarkan bentuk morfologinya, gulma dibedakan menjadi :
  • Gulma teki-tekian (sedges). Gulma golongan teki-tekian, kebanykan berasal dari famili Cyperaceae. Golongan ini dari penampakannya hampir mirip dengan golongan rerumputan, bedanya terletak pada bentuk batangnya. Batang dari golongan teki-tekian berbentuk segitiga. Selain itu golongan teki-tekian tidak memiliki umbi atau akar ramping, di dalam tanah.
    Contoh : Cyprus rotundus, Cyprus compresus. Golongan gulma berdaun lebar antara lain: Mikania spp, Ageratum conyzoides, Euparotum odorotum.

  • Gulma rumput-rumputan (grasses). Golongan gulma rumput-rumputan, kebanyakan berasal dari famili gramineae (poaceae). Ukurannya bervariasi, dan pertumbuhannya ada yang tegak, menjalar, hidup semusim, atau tahunan. Batangnya disebut culms, terbagi menjadi ruas dengan buku-buku yang terdapat antara ruas. Batangnya tumbuh bergantian pada kedua buku, pada setiap antara ruas daun terdiri dari dua bagian yaitu pelepah daun dan helaian daun.
    Contoh : Panicium repens, Eleusine indica, Axonopus compressus dan masih banyak lagi.
  • Gulma berdaun lebar (board leaf). Berbagai macam gulma dari anggota Dicotyledoneae termasuk dalam kelompok ini. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa budidaya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Daun dibentuk pada meristem pucuk dan sangat sensitif terhadap kemikalia. Terdapat stomata pada daun terutama pada permukaan bawah, lebih banyak dijumpai. Terdapat tunas-tunas pada nodusa, serta titik tumbuh terletak di cabang.
    Contoh : ceplukan (Physalis angulata L.), wedusan (Ageratum conyzoides L.), sembung rambut (Mikania michranta), dan putri malu (Mimosa pudica).

Berdasarkan siklus hidupnya, gulma dapat dikelompokkan menjadi: 

  • gulma setahun (gulma musiman atau annual weeds)
  • gulma dua tahun (biennial weeds)
  • gulma tahunan (perennial weeds)

Berdasarkan cara berkembang biaknya, gulma dibedakan menjadi : 
  • simple perennial 
  • creeping perennial

Berdasarkan tempat tumbuhnya, gulma dibedakan menjadi : 
  • gulma yang terdapat di tanah sawah
  • gulma yang terdapat di tanah kering atau tegalan
  • gulma yang terdapat di tanah perkebunan besar.

Berdasarkan asalnya, gulma digolongkan menjadi 
  • gulma obligat 
  • gulma fakultatif.

Berdasarkan parasit atau tidaknya, gulma dibedakan menjadi 
  • gulma non-parasit 
  • gulma parasit

Berdasarkan sistematikanya, gulma dikelompokkan menjadi :
  • monokotil 
  • dikotil
  • pteridophyta

Pencegahan

Pencegahan agar gulma tidak tumbuh lebih banyak dengan beberapa cara:
  • Membersihkan bibit-bibit tanaman dari kontaminasi biji-biji gulma
  • Mencegah pemakaian pupuk kandang yang belum matang
  • Mencegah pengangkutan jerami dan rumpu-rumput makanan ternak dengan jarak yang jauh
  • Pemberantasan gulma di sisi-sisi sungai dan saluran-saluran pengairan
  • Membersihkan ternak-ternak yang akan dingkut
  • Mencegah pengangkutan tanaman

Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma merupakan subjek yang sangat dinamis dan perlu strategi khusus untuk setiap kasus. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengendalian gulma dilakukan, antara lain
  • jenis gulma dominan
  • tumbuhan budidaya utama
  • alternatif pengendalian yang tersedia
  • dampak ekonomi dan ekologi
Kalangan pertanian sepakat dalam mengadopsi strategi pengendalian gulma terpadu untuk mengendalikan pertumbuhan gulma, salah satu diantaranya dengan menggunakan herbisida.
Upaya pengendalian lain yang mungkin dapat dilakukan antara lain :
  • Pengolahan tanah menggunakan alat-alat seperti cangkul, garu, bajak, dan traktor
  • Pemangkasan, cukup efektif untuk mematikan gulma setahun, tetapi kurang efektif untuk gulma tahunan
  • Penggenangan cukup efektif untuk memberantas gulma tahunan dengan menggenangi sedalam 15 – 25 cm selama 3 – 8 minggu.
  • Pembakaran
  • Penggunaan mulsa atau penutup serasah. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah cahaya matahari tidak sampai ke gulma, sehingga gulma tidak dapat melakukan fotosintesis.
  • Penggiliran tanaman. Hal ini bertujuan untuk mengatur dan menekan populasi gulma dalam ambang yang tidak membahayakan
  • Menanam varietas tanaman yang cocok pada wilayah tertentu cukup membantu dalam mengatasi gulma dengan menanam rapat sehingga menutupi ruang-ruang kosong yang dapat ditumbuhi gulma dan pemupukan yang tepat dapat mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga daya saing tanaman lebih tinggi terhadap gulma.
  • Menaungi lahan dengan tumbuhan penutup seperti kacang-kacanagan

Wednesday, 20 February 2013

Pohon Jati (Tectona Grandis sp)

Pohon jati (Tectona grandissp) termasuk salah satu jenis pohon penghasil kayu yang sangat baik kualitasnya. Jati, dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku (തേക്ക്) dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan.

Ciri-ciri Pohon Jati

Jati menempati peringkat nomor wahid karena sudah sangat populer akan kualitas, kekuatan dan awet alias tahan lama! Pohon Jati sangat kuat terhadap serangan cuaca dan rayap hingga ratusan tahun dengan ukuran yang sangat besar dan tinggi. Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.

Pohonnya besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m, dengan batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter.

Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula pohon jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw., bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batangnya berwarna coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang sepanjang batangnya dan seringkali masyarakat indonesia salah mengartikan jati dengan tanaman jabon ( antocephalus cadamba ) padahal mereka dari jenis yang berbeda. Kulitnya yang sangat tebal menjadikan pohon jati sulit terbakar api

Permukaan kayu jati memiliki zat berupa minyak hingga menjadikan si kayu jati kemilau/mengkilap dan indah dipandang  tanpa harus divernis, cukup diampelas saja kayu pohon jati akan terlingat mengkilap!

Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek dan lebarnya dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa. Daun ini biasanya akan luruh saat musim kemarau. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.

Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu.

Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil. Nilai Rf pada daun jati sendiri sebesar 0,58-0,63.

Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah (biasanya kurang dari 50%), sehingga proses propagasi secara alami menjadi sulit, akibatnya sulit sekali untuk menutupi permintaan atas kayu jati. Jati biasanya diproduksi secara konvensional dengan menggunakan biji. Akan tetapi produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras. Beberapa alternatif pernah dicoba untuk mengatasi lapisan ini, seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau bakteri. Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.

Umumnya, Jati yang sedang dalam proses pembibitan rentan terhadap beberapa penyakit antara lain leaf spot disease yang disebabkan oleh Phomopsis sp., Colletotrichum gloeosporioides, Alternaria sp., dan Curvularia sp., leaf rust yang disebabkan oleh Olivea tectonea, dan powdery mildew yang disebabkan oleh Uncinula tectonae. Phomopsis sp. merupakan penginfeksi paling banyak, tercatat 95% bibit terkena infeksi pada tahun 1993-1994. Infeksi tersebut terjadi pada bibit yang berumur 2 – 8 bulan. Karakteristik dari infeksi ini adalah adanya necrosis berwarna coklat muda pada pinggir daun yang kemudian secara bertahap menyebar ke pelepah, infeksi kemudian menyebar ke bagian atas daun, petiol, dan ujung batang yang mengakibatkan bagian daun dari batang tersebut mengalami kekeringan. Jika tidak disadari dan tidak dikontrol, infeksi dari Phomopsis sp. akan menyebar sampai ke seluruh bibit sehingga proses penanaman jati tidak bisa dilakukan.

Sebaran

Jati menyebar luas mulai dari India, kawasan Asia Tenggara, Indochina, sampai ke Jawa. Jati tumbuh di hutan-hutan gugur, yang menggugurkan daun di musim kemarau.

Menurut sejumlah ahli botani, jati merupakan spesies asli di Burma, yang kemudian menyebar ke Semenanjung India, Muangthai, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah spesies asli di Burma, India, Muangthai, dan Laos.

Sekitar 70% kebutuhan jati dunia pada saat ini dipasok oleh Burma. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh India, Thailand, Jawa, Srilangka, dan Vietnam. Namun, pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya berasal dari Burma. Lainnya berasal dari hasil hutan tanaman jati.

Karena kualitas kayunya yang sangat baik maka pohon jati selain di keempat negara asal jati dan Indonesia, jati akhirnya juga dikembangkan di banyak negara sebagai hutan tanaman jati, seperti di Srilangka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), Malaysia (1909), di Afrika tropis, Amerika tengah, Australia, Selandia Baru, Pasifik dan Taiwan.

Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon. Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.

Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu kebakaran —yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati.

Tanah yang sesuai adalah yang agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air.

Jati Jawa

Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa; ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun yang lalu. Namun pengujian variasi isozyme yang dilakukan oleh Kertadikara (1994) menunjukkan bahwa jati di Jawa telah berevolusi sejak puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam (Mahfudz dkk., t.t. ).

Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa jenis jati (Mahfudz dkk., t.t.):
  1. Jati lengo atau jati malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak (Jw.: lengo, minyak; malam, lilin). Berwarna gelap, banyak berbercak dan bergaris.
  2. Jati sungu. Hitam, padat dan berat (Jw.: sungu, tanduk).
  3. Jati werut, dengan kayu yang keras dan serat berombak.
  4. Jati doreng, berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala, sangat indah.
  5. Jati kembang.
  6. Jati kapur, kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur. Kurang kuat dan kurang awet.
Syarat Pertumbuhan Pohon Jati
  1. Daerah dengan iklim tropis
  2. Curah hujan 1500-2500mm /tahun.
  3. Suhu 27 - 36°C
  4. Bulan kering 2-4 bulan.
  5. Tinggi lokasi penanaman 10-1000 m dari permukaan laut. (Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl)
  6. Intensitas cahaya 75-100%.
  7. Ph tanah 4-8.
  8. Jenis tanah lempung berpasir, hindari tanah becek/rawa dan cadas.

Di tanah pegunungan yang subur, pohon jati bisa tumbuh lebih cepat. Untuk mendapatkan batang yang bagus dan lurus, jarak barisan harus diatur antara 6 - 8 meter, sedangkan antar larikannya sekitar 4 - 6 meter.

Manfaat Pohon Jati (fungsi/kegunaan)
  • Daun pohon jati dapat dijadikan obat/penawar rasa sakit  tapi ingat hanya untuk daun pohon jati yang masih muda
  • Akar Pohon jati dapat dijadikan sebagai pewarna. Sejarah mencatat pada abad 17 akar pohon jati digunakan oleh warga sulewesi selatan untuk mewarnai anyaman dengan warna kuning dan kuning agak kecoklatan.
  • Furniture. Kayu jati dapat diukir dan dijadikan furniture atau perabotan rumah tangga disinilah peran jati dalam karya seni banyak menghiasi peralatan rumah tangga dengan berbagai ukiran dan corak.
  • Ranting Pohon jati digunakan untuk bahan bakar, zaman dahulu pernah digunakan untuk bahan bakar lokomotif uap.
Budidaya

Teknik budidaya pohon jati dimulai dari persiapan lahan. Pembukaan lahan kebun dengan membersihkan dari semak-semak atau alang-alang. Selanjutnya, membuat lubang tanam 40x40x40 cm dan dibiarkan selama kurang lebih 2 minggu. Lakukan pemupukan pada lubang tanam dengan memberikan pupuk kandang atau kompos sebanyak 5kg per lubang. Tambahnkan kapur atau dolomit apabila tanah terlalu masam sebanyak 50-100g/lubang tanam.

Penanaman: Masukan tanah campuran/kompos ke lubang setinggi 1/3 kedalam lubang sambil disiram, masukan bibit jati KBK yang telah disobek polibag nya ke dalam lubang, lalu timbun lubang hingga penuh, siram tanaman sambil memadatkan lubang tanam.

Pemeliharaan: Pembersihan rumput/gulma di sekitar tanaman penting untuk dilakukan, jaga jangan sampai ada genangan air di sekitar pohon. Purning atau pemangkasan cabang-cabang harus rutin dilakukan sampai minimal ketinggian 6m. Potong cabang 1-2cm dari pangkal. Semprot insektisida bila perlu untuk membunuh hama dan penyakit.

Pemupukan: Taburkan pupuk urea atau NPK sekitar tanamam sesuai petunjuk. Perhatikan cara pemupukan dan periode pemupukan, karena tahun pertama pohon jati tumbuh adalah masa kritis yang menentukan untuk tumbuh selanjutnya.

 

Thursday, 28 July 2011

Budidaya Udang

Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai maupun laut atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua “genangan” air yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. 

Udang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dan sangat lezat untuk dijadikan makanan laut (seafood).Udang juga menjadi salah satu sumber protein yang sangat digemari masyarakat.  Itulah sebabnya banyak orang yang tertantang untuk melakukan budidaya udang ini. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diketahui dalam upaya budidaya udang.

Syarat Teknis
  • Lokasi yang cocok untuk tambak udang yaitu pada daerah pantai yang mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir yang mudah dipadatkan sehingga mampu menahan air dan tidak mudah pecah. 
  • Air yang baik yaitu air payau dengan salinitas 0-33 ppt dengan suhu optimal 26 - 300C dan bebas dari pencemaran bahan kimia berbahaya.
  • Mempunyai saluran air masuk/inlet dan saluran air keluar/outlet yang terpisah.
  • Mudah mendapatkan sarana produksi yaitu benur, pakan, pupuk , obat-obatan dan lain-lain.
  • Pada tambak yang intensif harus tersedia aliran listrik dari PLN atau mempunyai Generator sendiri.

Tipe Budidaya.

Berdasarkan letak, biaya dan operasi pelaksanaannya, tipe budidaya dibedakan menjadi :
  • Tambak Ekstensif atau tradisional.Petakan tambak biasanya di lahan pasang surut yang umumnya berupa rawa bakau. Ukuran dan bentuk petakan tidak teratur, belum meggunakan pupuk dan obat-obatan dan program pakan tidak teratur.
  • Tambak Semi Intensif.Lokasi tambak sudah pada daerah terbuka, bentuk petakan teratur tetapi masih berupa petakan yang luas (1-3 ha/petakan), padat penebaran masih rendah, penggunaan pakan buatan masih sedikit.
  • Tambak Intensif.Lokasi di daerah yang khusus untuk tambak dalam wilayah yang luas, ukuran petakan dibuat kecil untuk efisiensi pengelolaan air dan pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah menggunakan kincir, serta program pakan yang baik.

Benur

Benur yang baik mempunyai tingkat kehidupan (Survival Rate/SR) yang tinggi, daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang tinggi, berwarna tegas/tidak pucat baik hitam maupun merah, aktif bergerak, sehat dan mempunyai alat tubuh yang lengkap. Uji kualitas benur dapat dilakukan secara sederhana, yaitu letakkan sejumlah benur dalam wadah panci atau baskom yang diberi air, aduk air dengan cukup kencang selama 1-3 menit. Benur yang baik dan sehat akan tahan terhadap adukan tersebut dengan berenang melawan arus putaran air, dan setelah arus berhenti, benur tetap aktif bergerak.

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan, meliputi :
  • Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya pasti meninggalkan sisa budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan karena bersifat racun yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur dapat dilakukan dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon. 
  • Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah dan membunuh bibit panyakit karena terkena sinar matahari/ultra violet.
  • Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah dan membunuh bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit dengan dosis masing-masing 1 ton/ha.
  • Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan hingga tanah menjadi kering dan pecah-pecah, untuk membunuh bibit penyakit.
  • Perlakuan pupuk TON ( Tambak Organik Nusantara ). Untuk mengembalikan kesuburan lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan alami/plankton dan menetralkan senyawa beracun, lahan perlu diberi perlakuan TON dengan dosis 5 botol/ha untuk tambak yang masih baik atau masih baru dan 10 botol TON untuk areal tambak yang sudah rusak. Caranya masukkan sejumlah TON ke dalam air, kemudian aduk hingga larut. Siramkan secara merata ke seluruh areal lahan tambak.

Pemasukan Air
 
Setelah dibiarkan 3 hari, air dimasukkan ke tambak. Pemasukan air yang pertama setinggi 10-25 cm dan biarkan beberapa hari, untuk memberi kesempatan bibit-bibit plankton tumbuh setelah dipupuk dengan TON. Setelah itu air dimasukkan hingga minimal 80 cm. Perlakuan Saponen bisa dilakukan untuk membunuh ikan yang masuk ke tambak. Untuk menyuburkan plankton sebelum benur ditebar, air dikapur dengan Dolomit atau Zeolit dengan dosis 600 kg/ha.

Penebaran Benur.
 
Tebar benur dilakukan setelah air jadi, yaitu setelah plankton tumbuh yang ditandai dengan kecerahan air kurang lebih 30-40 cm. Penebaran benur dilakukan dengan hati-hati, karena benur masih lemah dan mudah stress pada lingkungan yang baru. 
Tahap penebaran benur adalah :
  • Adaptasi suhu. Plastik wadah benur direndam selama 15 30 menit, agar terjadi penyesuaian suhu antara air di kolam dan di dalam plastik. 
  • Adaptasi udara. Plastik dibuka dan dilipat pada bagian ujungnya. Biarkan terbuka dan terapung selama 15 30 menit agar terjadi pertukaran udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik.
  • Adaptasi kadar garam/salinitas. Dilakukan dengan cara memercikkan air tambak ke dalam plastik selama 10 menit. Tujuannya agar terjadi percampuran air yang berbeda salinitasnya, sehingga benur dapat menyesuaikan dengan salinitas air tambak.
  • Pengeluaran benur. Dilakukan dengan memasukkan sebagian ujung plastik ke air tambak. Biarkan benur keluar sendiri ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar sendiri, dapat dimasukkan ke tambak dengan hati-hati/perlahan.

Pemeliharaan.
 
Pada awal budidaya, sebaiknya di daerah penebaran benur disekat dengan waring atau hapa, untuk memudahkan pemberian pakan. Sekat tersebut dapat diperluas sesuai dengan perkembangan udang, setelah 1 minggu sekat dapat dibuka. Pada bulan pertama yang diperhatikan kualitas air harus selalu stabil. Penambahan atau pergantian air dilakukan dengan hati-hati karena udang masih rentan terhadap perubahan kondisi air yang drastis. Untuk menjaga kestabilan air, setiap penambahan air baru diberi perlakuan TON dengan dosis 1 - 2 botol TON/ha untuk menumbuhkan dan menyuburkan plankton serta menetralkan bahan-bahan beracun dari luar tambak.
 
Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk mengetahui pekembanghan udang melalui pertambahan berat udang. Udang yang normal pada umur 30 hari sudah mencapai size (jumlah udang/kg) 250-300. Untuk selanjutnya sampling dilakukan tiap 7-10 hari sekali. Produksi bahan organik terlarut yang berasa dari kotoran dan sisa pakan sudah cukup tinggi, oleh karena itu sebaiknya air diberi perlakuan kapur Zeolit setiap beberapa hari sekali dengan dosis 400 kg/ha. Pada setiap pergantian atau penambahan air baru tetap diberi perlakuan TON.
 
Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus diperhatikan adalah manajemen kualitas air dan kontrol terhadap kondisi udang. Setiap menunjukkkan kondisi air yang jelek (ditandai dengan warna keruh, kecerahan rendah) secepatnya dilakukan pergantian air dan perlakuan TON 1-2 botol/ha. Jika konsentrasi bahan organik dalam tambak yang semakin tinggi, menyebabkan kualitas air/lingkungan hidup udang juga semakin menurun, akibatnya udang mudah mengalami stres, yang ditandai dengan tidak mau makan, kotor dan diam di sudut-sudut tambak, yang dapat menyebabkan terjadinya kanibalisme.
 
Pakan Udang.

Pakan udang ada dua macam, yaitu pakan alami yang terdiri dari plankton, siput-siput kecil, cacing kecil, anak serangga dan detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membusuk). Pakan yang lain adalah pakan buatan berupa pelet. Pada budidaya yang semi intensif apalagi intensif, pakan buatan sangat diperlukan. Karena dengan padat penebaran yang tinggi, pakan alami yang ada tidak akan cukup yang mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat dan akan timbul sifat kanibalisme udang.
 
Pelet udang dibedakan dengan penomoran yang berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang yang normal.
  • Umur 1-10 hari pakan 01 
  • Umur 11-15 hari campuran 01 dengan 02
  • Umur 16-30 hari pakan 02
  • Umur 30-35 campuran 02 dengan 03
  • Umur 36-50 hari pakan 03
  • Umur 51-55 campuran 03 dengan 04 atau 04S (jika memakai 04S, diberikan hingga umur 70 hari).
  • Umur 55 hingga panen pakan 04, jika pada umur 85 hari size rata-rata mencapai 50, digunakan pakan 05 hingga panen.
Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000 ekor adalah 1 kg, selanjutnya tiap 7 hari sekali ditambah 1 kg hingga umur 30 hari. Mulai umur tersebut dilakukan cek ancho dengan jumlah pakan di ancho 10% dari pakan yang diberikan. Waktu angkat ancho untuk size 1000-166 adalah 3 jam, size 166-66 adalah 2,5 jam, size 66-40 adalah 2,5 jam dan kurang dari 40 adalah 1,5 jam dari pemberian.
 
Untuk meningkatkan pertumbuhan udang, perlu penambahan nutrisi lengkap dalam pakan. Untuk itu, pakan harus dicampur dengan POC NASA yang mengandung mineral-mineral penting, protein, lemak dan vitamin dengan dosis 5 cc/kg pakan untuk umur dibwah 60 hari dan setelah itu 10 cc/kg pakan hingga panen.

Penyakit.
 
Beberapa penyakit yang sering menyerang udang adalah ;

1. Bintik Putih. Penyakit inilah yang menjadi penyebab sebagian besar kegagalan budidaya udang. Disebabkan oleh infeksi virus SEMBV (Systemic Ectodermal Mesodermal Baculo Virus). Serangannya sangat cepat, dalam beberapa jam saja seluruh populasi udang dalam satu kolam dapat mati. Gejalanya : jika udang masih hidup, berenang tidak teratur di permukaan dan jika menabrak tanggul langsung mati, adanya bintik putih di cangkang (Carapace), sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Virus dapat berkembang biak dan menyebar lewat inang, yaitu kepiting dan udang liar, terutama udang putih. Belum ada obat untuk penyakit ini, cara mengatasinya adalah dengan diusahakan agar tidak ada kepiting dan udang-udang liar masuk ke kolam budidaya. Kestabilan ekosistem tambak juga harus dijaga agar udang tidak stress dan daya tahan tinggi. Sehingga walaupun telah terinfeksi virus, udang tetap mampu hidup sampai cukup besar untuk dipanen. Untuk menjaga kestabilan ekosistem tambak tersebut tambak perlu dipupuk dengan TON.

2. Bintik Hitam/Black Spot.
Disebabkan oleh virus Monodon Baculo Virus (MBV). Tanda yang nampak yaitu terdapat bintik-bintik hitam di cangkang dan biasanya diikuti dengan infeksi bakteri, sehingga gejala lain yang tampak yaitu adanya kerusakan alat tubuh udang. Cara mencegah : dengan selalu menjaga kualitas air dan kebersihan dasar tambak.

3. Kotoran Putih/mencret.
Disebabkan oleh tingginya konsentrasi kotoran dan gas amoniak dalam tambak. Gejala : mudah dilihat, yaitu adanya kotoran putih di daerah pojok tambak (sesuai arah angin), juga diikuti dengan penurunan nafsu makan sehingga dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kematian. Cara mencegah : jaga kualitas air dan dilakukan pengeluaran kotoran dasar tambak/siphon secara rutin.

4. Insang Merah. Ditandai dengan terbentuknya warna merah pada insang. Disebabkan tingginya keasaman air tambak, sehingga cara mengatasinya dengan penebaran kapur pada kolam budidaya. Pengolahan lahan juga harus ditingkatkan kualitasnya.

5. Nekrosis. Disebabkan oleh tingginya konsentrasi bakteri dalam air tambak. Gejala yang nampak yaitu adanya kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh, terutama pada ekor. Cara mengatasinya adalah dengan penggantian air sebanyak-banyaknya ditambah perlakuan TON 1-2 botol/ha, sedangkan pada udang dirangsang untuk segera melakukan ganti kulit (Molting) dengan pemberian saponen atau dengan pengapuran.
Penyakit pada udang sebagian besar disebabkan oleh penurunan kualitas kolam budidaya. Oleh karena itu perlakuan TON sangat diperlukan baik pada saat pengolahan lahan maupun saat pemasukan air baru.
 
Panen.
 
Udang dipanen disebabkan karena tercapainya bobot panen (panen normal) dan karena terserang penyakit (panen emergency). Panen normal biasanya dilakukan pada umur kurang lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata 40 - 50. Sedang panen emergency dilakukan jika udang terserang penyakit yang ganas dalam skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih). Karena jika tidak segera dipanen, udang akan habis/mati.
 
Udang yang dipanen dengan syarat mutu yang baik adalah yang berukuran besar, kulit keras, bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih hidup dan segar. Penangkapan udang pada saat panen dapat dilakukan dengan jala tebar atau jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat panen yang baik yaitu malam atau dini hari, agar udang tidak terkena panas sinar matahari sehingga udang yang sudah mati tidak cepat menjadi merah/rusak.

Sifat Kanibalisme
 
Ditinjau dari aspek biologi, udang memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan biota perairan lainnya. Beberapa sifat udang yang unik tersebut telah dijelaskan dalam pembahasan terdahulu (sebagai mahluk nocturnal dan sebagai mahluk fototaksis negatif). Salah satu sifat yang khas lainnya dari udang adalah sifat kanibalisme. Dalam pembahasan ini, kanibalisme pada udang dapat diartikan sebagai sifat untuk memangsa/memakan udang lainnya pada saat tertentu. Pemahaman sifat kanibalisme pada udang erat kaitannya dengan program pemberian pakan dan tingkat keseragaman udang.
Kanibalisme pada udang biasanya akan muncul pada kondisi ketersediaan pakan di dalam perairan tambak yang dibutuhkan oleh udang sudah sangat minim jumlahnya. Pada kondisi ini proses pemangsaan/kanibalisme yang terjadi adalah sebagai berikut:
  1. Udang dengan kondisi normal akan memangsa udang yang lemah kondisinya
  2. Udang dengan ukuran lebih besar akan memangsa udang yang lebih kecil ukurannya
Kanibalisme pada udang bisa terjadi di suatu perairan tambak yang disebabkan oleh dua faktor utama yaitu; (1) program pemberian pakan yang diterapkan kurang memenuhi tingkat kebutuhan udang pada saat tertentu dan kondisi ini tidak segera diantisipasi, (2) tingkat keseragaman udang didalam perairan tambak tersebut sangat tinggi, sehingga ukuran udang sangat bervariasi antara yang besar dan yang kecil.

Sebagai akibat utama dari proses kanibalisme yang dilakukan oleh udang adalah terjadinya penurunan populasi udang di dalam perairan tambak. Akibat lainnya yang bisa saja ditimbulkan adalah terjadinya proses penularan penyakit jika udang yang dimangsa terinfeksi penyakit tersebut dikonsumsi udang lainnya. Pada kondisi perairan tambak dengan populasi awal sangat padat, proses kanibalisme antar udang yang tidak segera diantisipasi dapat pula menyebabkan nilai FCR (Food Conversion Ratio) yang tinggi. Kondisi ini secara tidak langsung akan menurunkan tingkat keuntungan finansial yang seharusnya bisa diperoleh.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk meminimalkan terjadinya kanibalisme antar udang, antara lain:
  1. Program pemberian pakan sebaiknya diterapkan dengan mengikuti tingkat kebutuhan udang berdasarkan hasil pengamatan yang cermat
  2. Pada periode awal budidaya udang, sebaiknya benur yang ditebar memiliki keseragaman yang relatif sama, sehingga pada proses pertumbuhannya tidak terdapat ukuran udang yang terlalu menyolok satu sama lain.
  3. Amati saluran pencernaan udang dan tinja udang secara rutin untuk mendeteksi secara awal terjadinya proses kanibalisme yang telah terjadi dan akan terjadi
Mengacu pada uraian tersebut di atas, maka bagi para pelaku usaha budidaya terutama teknisi budidaya sebaiknya memahami sifat kanibalisme antar udang sebagai ubaya menghindari terjadinya permasalahan yang lebih serius baik secara teknis maupun keuntungan finansial.

Udang Sebagai Makhluk Nocturnal

Udang memiliki sifat nocturnal artinya adalah makhluk yang aktif melakukan aktifitas kehidupannya di malam hari. Sebagai makhluk nocturnal, tentu saja udang lebih aktif dalam melakukan aktifitas hidupnya dimalam hari dibandingkan pada siang hari. Karakteristik biologis ini hendaknya dijadikan sebagai salah satu acuan bagi para pelaku budidaya dalam menentukan perlakuan teknis budidaya yang akan diterapkan, sehingga sesuai dengan kondisi dan tingkat kebutuhan udang.

Mengacu pada uraian tersebut di atas, maka beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian pada proses kegiatan budidaya udang, antara lain sebagai berikut:
  1. Kegiatan monitoring terhadap kondisi dan kualitas udang sebaiknya dilakukan lebih intensif pada malam hari. Karena pada malam hari kita dapat mengamati udang dengan tingkat aktifitas yang lebih tinggi dibandingkan pada siang hari. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan pada kegiatan monitoring di malam hari antara lain: reaksi udang terhadap rangsang kejut yang diberikan, reaksi udang terhadap rangsang cahaya yang diberikan dan tingkat nafsu makan udang.
  2. Jumlah pakan yang diberikan pada malam hari sebaiknya lebih banyak dibandingkan pada siang hari. Sebagai mahluk nocturnal, udang lebih aktif mencari makan pada malam hari, sehingga jika jumlah pakan yang diberikan kurang memenuhi kebutuhan udang, dikhawatirkan terjadi proses kanibalisme maupun tingkat keseragaman udang akan tinggi.
  3. Kincir air sebaiknya dioperasikan semaksimal mungkin baik dalam jumlah kincir maupun lamanya waktu pengoperasian kincir air. Sebagaimana telah diketahui, bahwa pada malam hari jumlah oksigen dalam perairan tambak lebih sedikit dibandingkan pada siang hari. Kondisi ini menyebabkan terjadinya persaingan konsumsi oksigen oleh semua biota yang berada di dalam perairan tambak tersebut. Udang yang lebih aktif bergerak pada malam hari tentu saja perlu mengkonsumsi oksigen sesuai dengan tingkat aktifitasnya pada saat itu. Sehingga jika perairan tambak kekurangan oksigen dikhawatirkan akan menurunkan tingkat kualitas dan kondisi udang.
  4. Pada malam hari sebaiknya dicegah terjadinya kematian plankton secara massal (plankton collapse) karena akan menyebabkan terjadinya guncangan terhadap kualitas air tambak dan jika ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan permasalahan yang serius bagi udang.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa sifat nocturnal pada udang merupakan salah satu aspek kritis yang perlu mendapat perhatian bagi para pelaku budidaya udang. Sebaliknya, kita adalah manusia yang secara normal tidak memiliki sifat nocturnal seperti udang, sehingga titik kritis yang sebenarnya adalah rasa malas untuk melakukan pengamatan secara cermat pada malam hari. Kunci utama untuk mengatasi permasalahan ini adalah kembali pada filosofi seperti pernah dibahas sebelumnya, yaitu “kita menuruti kebutuhan udang, bukan udang yang menuruti keinginan kita”.
 
Sifat Fototaksis Negatif

Sebagai makhluk nokturnal, udang memiliki kaitan yang erat dengan sifat fototaksis negatif . Fototaksis negatif secara ringkas dapat diartikan sebagai sifat dari suatu organism untuk menjauh dari suatu sumber cahaya. Untuk lebih meyakinkan bahwa udang memiliki sifat fototaksis negatif, perlakuan yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan rangsang cahaya (bisa memakai lampu senter) pada udang yang terlihat aktif di pinggir tambak. Mendapat perlakuan tersebut, udang akan pergi menjauh terhadap sumber cahaya tadi. Perlakuan ini akan terlihat jelas hasilnya jika dilakukan pada malam hari.

Sifat fototaksis negatif pada udang inilah yang menjadi dasar dalam penerapan teknis budidaya terutama pengelolaan kualitas air tambak. Pengelolaan plankton dalam perairan tambak erat kaitannya dengan upaya memberikan kenyamanan bagi udang dari pengaruh penetrasi sinar matahari secara langsung. Mengacu pada dasar pemikiran inilah, maka tingkat kestabilan plankton di dalam perairan tambak sangat penting artinya bagi perkembangan kondisi dan kualitas udang di dalamnya.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian terkait sifat fototaksis negatif ini beberapa diantaranya adalah:
  1. Pada saat melakukan pengurangan volume air tambak dalam jumlah banyak yang dilakukan pada malam hari, sebaiknya dihindari perlakukan pemberian sinar lampu tambak yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan udang akan merasa stress yang dapat mengakibatkan molting massal pada udang.
  2. Pada saat bulan purnama (tidak dalam kondisi mendung) sebaiknya dihindari perlakukan-perlakuan teknis yang terlalu ekstrim, karena pada saat itu udang cenderung melakukan molting.
  3. Pada saat melakukan pemanenan udang yang dilakukan pada malam hari, sebaiknya dihindari pemberian sinar lampu pada saat air tambak masih tinggi. Seperti halnya pada penjelasan item no. 1 di atas, dikhawatirkan udang mengalami molting massal sehingga berpengaruh pada kondisi dan kualitas udang yang dipanen sekaligus berpengaruh pada pada harga jual udang.
Sifat fototaksis negative pada udang juga dapat dijadikan sebagai indicator kondisi udang pada saat tertentu. Pada udang normal, udang tersebut akan langsung bereaksi (menjauh) terhadap rangsang cahaya yang kita berikan. Sebaliknya pada udang yang terindikasi terkena suatu masalah (penyakit) bersikap lebih pasif terhadap rangsang cahaya yang diberikan, bahkan pada kondisi parah udang tidak bereaksi sama sekali meskipun sudah diberikan rangsang cahaya.




Tuesday, 26 July 2011

Budidaya Cabe

Cabe dapat ditanam di dataran tinggi maupun rendah, pH 5-6. Bertanam cabe dihadapkan dengan berbagai masalah (resiko), diantaranya, teknis budidaya, kekurangan unsur, serangan hama dan penyakit, dll.

Fase Pratanam

 
1. Pengolahan Lahan
  • Tebarkan pupuk kandang dosis 0,5 -1 ton/ 1000 m2 
  • Diluku kemudian digaru (biarkan + 1 minggu) 
  • Diberi Dolomit sebanyak 0,25 ton / 1000 m2 
  • Dibuat bedengan lebar 100 cm dan parit selebar 80 cm 
  • Siramkan SUPER NASA (1 bt) / NASA(1-2 bt) 
  • Super Nasa : 1 btl dilarutkan dalam 3 liter air (jadi larutan induk). Setiap 50 lt air tambahkan 200 cc larutan induk. Atau 1 gembor ( + 10 liter ) diberi 1 sendok makan peres SUPER NASA dan siramkan ke bedengan + 5-10 m. 
  • NASA : 1 gembor ( + 10 liter ) diberi 2-4 tutup NASA dan siramkan ke bedengan sepanjang + 5 - 10 meter. 
  • Campurkan GLIO 100 - 200 gr ( 1 - 2 bungkus ) dengan 50 - 100 kg pupuk kandang, biarkan 1 minggu dan sebarkan ke bedengan. 
  • Bedengan ditutup mulsa plastik dan dilubangi, jarak tanam 60 cm x 70 cm pola zig zag ( biarkan + 1 - 2 minggu ).

2. Benih
  • Kebutuhan per 1000 m2 1 - 1,25 sachet Natural CK -10 atau CK-11 dan Natural CS-20, CB-30 
  • Biji direndam dengan POC NASA dosis 0,5 - 1 tutup / liter air hangat kemudian diperam semalam.

Fase Persemaian (0-30 HARI)

1. Persiapan Persemaian
  • Arah persemaian menghadap ke timur dengan naungan atap plastik atau rumbia. 
  • Media tumbuh dari campuran tanah dan pupuk kandang atau kompos yang telah disaring, perbandingan 3 : 1. Pupuk kandang sebelum dipakai dicampur dengan GLIO 100 gr dalam 25-50 kg pupuk kandang dan didiamkan selama + 1 minggu. Media dimasukkan polibag bibit ukuran 4 x 6 cm atau contong daun pisang.

2. Penyemaian
  • Biji cabai diletakkan satu per satu tiap polibag, lalu ditutup selapis tanah + pupuk kandang matang yang telah disaring 
  • Semprot POC NASA dosis 1-2 ttp/tangki umur 10, 17 HSS 
  • Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari untuk menjaga kelembaban

3. Pengamatan Hama & Penyakit

Penyakit
  • Rebah semai (dumping off), gejalanya tanaman terkulai karena batang busuk , disebabkan oleh cendawan Phytium sp. & Rhizoctonia sp. Cara pengendalian: tanaman yg terserang dibuang bersama dengan tanah, mengatur kelembaban dengan mengurangi naungan dan penyiraman, jika serangan tinggi siram GLIO 1 sendok makan (± 10 gr) per 10 liter air.
  • Embun bulu, ditandai adanya bercak klorosis dengan permukaan berbulu pada daun atau kotil yg disebabkan cendawan Peronospora parasitica. Cara mengatasi seperti penyakit rebah semai.
  • Kelompok Virus, gejalanya pertumbuhan bibit terhambat dan warna daun mosaik atau pucat. Gejala timbul lebih jelas setelah tanaman berumur lebih dari 2 minggu. Cara mengatasi; bibit terserang dicabut dan dibakar, semprot vektor virus dengan BVR atau PESTONA.

Hama
  • Kutu Daun Persik (Aphid sp.), Perhatikan permukaan daun bagian bawah atau lipatan pucuk daun, biasanya kutu daun persik bersembunyi di bawah daun. Pijit dengan jari koloni kutu yg ditemukan, semprot dengan BVR atau PESTONA.
  • Hama Thrip parvispinus, gejala serangan daun berkerut dan bercak klorosis karena cairan daun diisap, lapisan bawah daun berwarna keperak-perakan atau seperti tembaga. Biasanya koloni berkeliaran di bawah daun. Pengamatan pada pagi atau sore hari karena hama akan keluar pada waktu teduh. Serangan parah semprot dengan BVR atau PESTONA untuk mengurangi penyebaran.
  • Hama Tungau (Polyphagotarsonemus latus). Gejala serangan daun berwarna kuning kecoklatan menggulung terpuntir ke bagian bawah sepanjang tulang daun. Pucuk menebal dan berguguran sehingga tinggal batang dan cabang. Perhatikan daun muda, bila menggulung dan mengeras itu tandanya terserang tungau. Cara mengatasi seperti pada Aphis dan Thrip

Fase Tanam
 
1. Pemilihan Bibit
  • Pilih bibit seragam, sehat, kuat dan tumbuh mulus 
  • Bibit memiliki 5-6 helai daun (umur 21 - 30 hari)
2. Cara Tanam
  • Waktu tanam pagi atau sore hari , bila panas terik ditunda. 
  • Plastik polibag dilepas 
  • Setelah penanaman selesai, tanaman langsung disiram /disemprot POC NASA 3-4 tutup/ tangki.

Pengamatan Hama
  • Ulat Tanah ( Agrotis ipsilon ), aktif malam hari untuk kopulasi, makan dan bertelur. Ulat makan tanaman muda dengan jalan memotong batang atau tangkai daun. Siang hari sembunyi dalam tanah disekitar tanaman terserang. Setiap ulat yang ditemukan dikumpulkan lalu dibunuh, serangan berat semprot dengan PESTONA atau VIREXI
  • Ulat Grayak ( Spodoptera litura & S. exigua ), ciri ulat yang baru menetas / masih kecil berwarna hijau dengan bintik hitam di kedua sisi dari perut/badan ulat, terdapat bercak segitiga pada bagian punggungnya (seperti bulan sabit). Gejala serangan, larva memakan permukaan bawah daun dan daging buah dengan kerusakan berupa bintil-bintil atau lubang-lubang besar. Serangan parah, daun cabai gundul sehingga tinggal ranting-rantingnya saja. Telur dikumpulkan lalu dimusnahkan, menyiangi rumput di sekitar tanaman yang digunakan untuk persembunyian. Semprot dengan VITURA, VIREXI atau PESTONA.
  • Bekicot/siput. Memakan tanaman, terutama menyerang malam hari. Dicari di sekitar pertanaman ( kadang di bawah mulsa) dan buang ke luar areal.

Fase Pengelolaan Tanaman
  1. Penyiraman dapat dilakukan dengan pengocoran tiap tanaman atau penggenangan (dilep) jika dirasa kering.
  2. Pemupukan lewat pengocoran dilakukan seminggu sekali tiap lubang. Pupuk kocoran merupakan perbandingan campuran pupuk makro Urea : SP 36 : KCl : NASA = (250 : 250 : 250) gr dalam 50 liter ( 1 tong kecil) larutan. Diberikan umur 1 - 4 minggu dosis 250 cc/lubang, sedang umur 5-12 minggu dengan perbandingan pupuk makro Urea : TSP : KCl : NASA = (500 : 250 : 250) gr dalam 50 liter air, dengan dosis 500 cc/lubang.

    Kebutuhan total pupuk makro 1000 m2 :
    Jenis Pupuk
    1 - 4 minggu (kg)
    5 - 12 minggu
    (kg)
    Urea
    7
    56
    SP-36
    7
    28
    KCl
    7
    28

    Catatan :
    - Umur 1 - 4 mg 4 kali aplikasi (± 7 tong/ aplikasi)
    - Umur 5-12 mg 8 kali aplikasi (± 14 tong/aplikasi)


  3. Penyemprotan POC NASA ke tanaman dengan dosis 3-5 tutup / tangki pada umur 10, 20, kemudian pada umur 30, 40 dan 50 HST POC NASA + Hormonik dosis 1-2 tutup/tangki.
  4. Perempelan, sisakan 2-3 cabang utama / produksi mulai umur 15 - 30 hr.
  5. Pengamatan Hama dan Penyakit
  • Spodoptera litura/ Ulat grayak Lihat depan.
  • Kutu - kutuan ( Aphis, Thrips, Tungau ), lihat fase persemaian.
  • Penyakit Layu, disebabkan beberapa jamur antara lain Fusarium, Phytium dan Rhizoctonia. Gejala serangan tanaman layu secara tiba-tiba, mengering dan gugur daun. Tanaman layu dimusnahkan dan untuk mengurangi penyebaran, sebarkan GLIO
  • Penyakit Bercak Daun, Cercospora capsici. Jamur ini menyerang pada musim hujan diawali pada daun tua bagian bawah. Gejala serangan berupa bercak dalam berbagai ukuran dengan bagian tengah berwarna abu-abu atau putih, kadang bagian tengah ini sobek atau berlubang. Daun menguning sebelum waktunya dan gugur, tinggal buah dan ranting saja. Akibatnya buah menjadi rusak karena terbakar sinar matahari. Pengamatan dilakukan pada daun yang tua.
  • Lalat Buah (Dacus dorsalis), Gejala serangan buah yang telah berisi belatung akan menjadi keropos karena isinya dimakan, buah sering gugur muda atau berubah bentuknya. Lubang buah memungkinkan bakteri pembusuk mudah masuk sehingga buah busuk basah. Sebagai vektor Antraknose. Pengamatan ditujukan pada buah cabai busuk, kumpulkan dan musnahkan. Lalat buah dipantau dengan perangkap berbahan aktif Metil Eugenol 40 buah / ha
  • Penyakit Busuk Buah Antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides), gejala serangan mula-mula bercak atau totol-totol pada buah yang membusuk melebar dan berkembang menjadi warna orange, abu-abu atau hitam. Bagian tengah bercak terlihat garis-garis melingkar penuh titik spora berwarna hitam. Serangan berat menyebabkan seluruh bagian buah mengering. Pengamatan dilakukan pada buah merah dan hijau tua. Buah terserang dikumpulkan dan dimusnahkan pada waktu panen dipisahkan. Serangan berat sebari dengan GLIO di bawah tanaman.

Fase Panen dan Pasca Panen
 
1. Pemanenan
  • Panen pertama sekitar umur 60-75 hari 
  • Panen kedua dan seterusnya 2-3 hari dengan jumlah panen bisa mencapai 30-40 kali atau lebih tergantung ketinggian tempat dan cara budidayanya 
  • Setelah pemetikan ke-3 disemprot dengan POC NASA + Hormonik dan dipupuk dengan perbandingan seperti diatas, dosis 500 cc/ph

2. Cara panen :
  • Buah dipanen tidak terlalu tua (kemasakan 80-90%) 
  • Pemanenan yang baik pagi hari setelah embun kering 
  • Penyortiran dilakukan sejak di lahan 
  • Simpan ditempat yang teduh

3. Pengamatan Hama & Penyakit
  • Kumpulkan dan musnahkan buah yang busuk / rusak

Budidaya Kedelai

Kedelai merupakan bahan baku makanan yang bergizi seperti tahu dan tempe. Hampir semua lapisan masyarakat menyukai makanan yang terbuat dari kedelai. Bagi petani, tanaman ini penting untuk menambah pendapatan karena dapat segera dijual dan harganya tinggi. 

Tanaman ini dapat diusahakan di lahan pasang surut. Hasilnya cukup memadai, namun cara mengusahakannya berbeda daripada di lahan sawah irigasi dan lahan kering. Tanaman ini tidak tahan genangan. Oleh sebab itu, tidak dianjurkan menanam kedelai di lahan pasang surut yang bertipe luapan air A, yang selalu terluapi baik saat pasang besar maupun pasang kecil.

Pengolahan Tanah
 
Pengolahan tanah bertujuan untuk membuat tanah jadi gembur dan membersihkan lahan dari rumput- rumputan, kayu, dan lain-lain. Di lahan pasang surut, sewaktu pengolahan tanah perlu memperhatikan
kedalaman lapisan pirit. Lapisan yang beracun ini tidak boleh terangkat ke permukaan tanah karena dapat meracuni tanaman.
  • Alat yang digunakan untuk mengolah tanah: cangkul, bajak ditarik sapi/kerbau atau traktor.
  • Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna (dua kali).
  • Kedalaman pengolahan tanah di lahan potensial dan sulfat masam sekitar 20 cm
  • Di lahan gambut, kedalaman pengolahan tanah sekitar 10 cm tanpa pembalikan.
  • Tanah diratakan menggunakan garu.
  • Setelah tanah diolah, dibuat saluran cacing (kemalir) dengan lebar 30 cm, kedalaman 30 cm, dan jarak antar-saluran 6-10 m

Varietas

Varietas kedelai yang dianjurkan untuk dibudidayakan di lahan pasang surut antara lain Galunggung, Lokon, Wilis, Dempo, Guntur, dan Kerinci.
Untuk mendapatkan hasil yang tinggi, benih yang digunakan perlu memenuhi persyaratan berikut:
  • Daya kecambah tinggi (di atas 80%)
  • Murni atau tidak tercampur dengan varietas lain.
  • Bersih atau tidak tercampur biji-bijian tanaman lain dan kotoran.
  • Bersih, tidak keriput, dan tidak luka / tergores.
  • Baru, umur benih tidak lebih dari 6 bulan sejak dipanen.
  • Semakin baru benih, semakin baik mutunya.
  • Jumlah benih yang diperlukan untuk setiap hektar lahan adalah 40-45 kg

Penanaman
 
Kedelai dapat dibudidayakan secara tunggal (monokultur) atau ditumpangsarikan (diselingi) dengan jagung.
 
Secara tunggal (monokultur)
  • Benih ditanam secara tugal.
  • Jarak tanam 20 cm x 40 cm.
  • Jumlah benih 2-3 biji per lubang tanam.
  • Benih yang sudah ditaruh di lubang tanam ditutup dengan tanah

Tumpangsari dengan jagung
  • Jarak tanam jagung antar-barisan tanaman tidak boleh kurang dari 2 meter, sedangkan jarak tanam dalam barisan 40 cm. Kalau ditanam di lahan yang belum pernah ditanami kedelai, benih sebaiknya dicampur dengan rizobium seperti Legin. Bila rizobium tidak tersedia dapat menggunakan tanah yang sudah pernah ditanami kedelai. 
  • Inokulasi rizobium bertujuan untuk mengurangi pemakaian pupuk nitrogen (urea), karena tanaman kedelai dapat memanfaatkan nitrogen yang ada di udara setelah diinokulasi dengan rizobium

Cara menginokulasi kedelai
  • Siapkan benih kedelai dalam jumlah yang cukup.
  • Siapkan rizobium sebanyak 7,5 gram untuk 1 kg benih, atau tanah yang telah ditanami kedelai se- banyak 1 kg untuk 9 kg benih.
  • Benih, rizobium atau tanah tersebut dimasukkan ke ember yang diisi air secukupnya.
  • Apabila rizobium telah menempel ke benih secara sempurna, benih segera dikeringkan di tempat yang sejuk.
  • Benih yang telah dicampuri rizobium harus secepatnya ditanam.
  • Sebelum ditanam, biji yang telah diinokulasi tersebut dikeringkan di tempat yang sejuk

Pemupukan
 
Jumlah takaran pupuk dan saat pemberiannya tidak sama untuk setiap lokasi, tergantung kepada tipologi lahannya. Selain pupuk, kapur juga perlu diberikan untuk mengurangi kemasaman tanah, sebab kedelai tidak dapat tumbuh baik di lahan yang sangat masam

Penjarangan dan Penyulaman
 
Penjarangan bertujuan untuk:
  • Mengurangi persaingan antar-tanaman dalam menyerap unsur hara di tanah yang kurang subur.
  • Mencegah tanaman kekurangan sinar matahari di tanah yang subur.
Penjarangan dan penyulaman dilakukan ketika tanaman berumur 1-2 minggu setelah tanam. Jumlah tanaman yang disisakan setelah penjarangan adalah dua batang per rumpun. Tanaman yang disisakan adalah yang paling baik pertumbuhannya

Penyiangan
  • Penyiangan bertujuan untuk membebaskan tanaman dari tanaman pengganggu (gulma).
  • Penyiangan dapat dilakukan dua kali, yaitu pada saat tanaman berumur 2-3 minggu dan 5-6 minggu setelah tanam, tergantung pada keadaan gulma.
  • Alat yang digunakan: kored atau cangkul kecil.
  • Penyiangan gulma dapat dilakukan dengan me nyebarkan jerami (mulsa) di permukaan lahan atau menyemprotkan herbisida (obat-obatan).
  • Obat-obatan yang dapat dipakai antara lain adalah Agroxone-4 atau Goal 2E dengan takaran 1,5-2 liter per hektar. 
  • Penyemprotan herbisida dilakukan pada saat tanaman berumur 2-3 minggu setelah tanam

Friday, 20 May 2011

Budidaya Jamur Tiram

Di alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah lapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang, karena jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu. Untuk itu, saat ingin membudidayakan jamur ini, substrat yang dibuat harus memperhatikan habitat alaminya.

Dalam budidaya jamur tiram dapat digunakan substrat, seperti kompos serbuk gergaji kayu, ampas tebu atau sekam. Hal yang perlu diperhatikan dalam budi daya jamur tiram adalah faktor ketinggian dan persyarataan lingkungan, sumber bahan baku untuk substrat tanam dan sumber bibit. 


Miselium dan tubuh buahnya tumbuh dan berkembang baik pada suhu 26-30 °C. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) mulai dibudidayakan pada tahun 1900. Budidaya jamur ini tergolong sederhana. Jamur tiram biasanya dipeliharan dengan media tanam serbuk gergaji steril yang dikemas dalam kantung plastik.

Media tanam dan komposisi


Sebelum dilakukan penanaman ( inokulasi ) bibit kedalam media tanam, perlu dilakukan persiapan-persiapan antara lain:Menyiapkan bahan dan alat yang digunakan.Mencampur serbuk kayu dengan bahan-bahan lain seperti bekatul, tepung jagung dan kapur sampai merata ( homogen ) kemudian diayak. Menambah air hingga kandungan air dalam media menjadi 60?-65 % lalu tentukan pH-nya dengan kertas lakmus.


Media tanam Pleurotus ostreatus yang digunakan adalah jerami yang dicampur secara merata dengan air, tepung jagung, dedak (bekatul) 10% dan kapur 1%. Fungsi dari jerami adalah sebagai bahan dasar dari pertumbuhan jamur. Jerami mengandung lignin, selulosa, karbohidrat, dan serat yang dapat didegradasi oleh jamur menjadi karbohidrat yang kemudian dapat digunakan untuk sintesis protein. 


Air ditambahkan hingga kandungan air dalam media menjadi 60?-65 % lalu tentukan pH-nya dengan kertas lakmus. Air pada jerami berfungsi sebagai pembentuk kelembapan dan sumber air bagi pertunbuhan jamur. Dedak, tepung jagung, dan kapur merupakan bahan tambahan pada media tanam Pleurotus ostreatus. Dedak ditambahkan pada media untuk meningkatkan nutrisi media tanam, terutama sebagai sumber karbohidrat, karbon, dan nitrogen. Kapur merupakan sumber kalsium bagi pertumbuhan jamur. Selain itu juga kapur berfungsi untuk mengatur pH media pertumbuhan jamur. Kesemua bahan tersebut kemudian diayak.

Media lain

Selain jerami, media lain yang dapat digunakan seperti media serbuk gergaji yang mengandung selulosa, lignin, pentosan, zat ekstraktif, abu, jerami padi, media limbah kapas, alang-alang, daun pisang, tongkol jagung, klobot jagung, gabah padi, dan lain sebagainya. Tetapi, tetap saja pertumbuhan yang paling baik ada di media serbuk gergaji dan merang. Penyebabnya adalah karena jumlah lignoselulosa, lignin, dan serat pada serbuk gergaji dan merang memang lebih tinggi. 


Sebagai contohnya dalam pembuatan media jerami padi, bahan-bahan yang digunakan adalah 15-20% jerami padi, 2.5% bekatul kaya karbohidrat, karbon, dan vitamin B komplek yang bisa mempercepat pertumbuhan dan mendorong perkembangan tubuh buah jamur, 1-1.5% kalsium karbonat atau kapur menetralkan media sehingga dapat ditumbuhi oleh jamur (pH 6,8 – 7,0). Selain itu, kapur juga mengandung kalsium sebagai penguat batang / akar jamur agar tidak muda rontok. 0.5% gips dapat memperkokoh struktus suatu bahan campuran, dan terakhir 0.25% pupuk TS sebagai nutrisi.

Media tanam yang sudah siap, kemudian dimasukkan kedalam kantung plastik polypropilene dan dipadatkan lalu bagian atas kantung plastik diberi cincin paralon kemudian dilubangi 1/3 bagian dengan kayu dan ditutup dengan kertas lilin serta diikat dengan karet pentil. Melakukan sterilisasi pada suhu 95 ºC selama 7 – 8 jamMendinginkan media tanam selama 8 – 12 jam dalam ruangan inokulasi.

Metode budidaya

Budidaya jamur tiram menggunakan substrat jerami dengan tahapan sebagai berikut: pembuatan media tanam dilakukan dengan memotong jerami menjadi berukuran 1-2 cm. Rendam jeraminya selama semalaman. Setelah itu, ditiriskan airnya sebelum ditambahkan dedak 10% dan kapur 1% sebagai zat hara pertumbuhan jamur. 

Semua bahan diaduk rata dan campuran bahan tadi dimasukkan ke dalam plastik yang tahan panas hingga terisi 2/3 bagian. Baru kemudian dipadatkan (dipukul-pukul dengan botol kaca). Setelah cukup padat, leher plastik bagian atas dimasukkan pipa paralon dan dibagian tengah media subtrat diberi lubang dan ditancapkan tips. 

Selanjutnya ditutupi dengan kapas lalu media substrat dilapisi dengan kertas dan diikat dengan karet.
Media tersebut disterilisasi pada 121ºC selama 20 menit di dalam autoklaf untuk memastikan bahwa tidak ada kontaminan yang tumbuh yang mungkin akan mengganggu pertumbuhan jamur. 


Setelah steril dan media sudah dingin dengan suhu antara 22 – 28 ºC, media substrat dibuka secara aseptis, dengan alat-alat yang juga sduah disterilkan, lalu tips di tengah-tengah media dan kapas diambil dengan pinset steril. Lubang yang terbentuk diisi dengan bibit jamur tiram yang ditumbuhkan pada biji sorgum pada botol (aseptis), dengan menggunakan stik inokulasi. Lalu media ditutup kapas lagi dan dibungkus dengan kertas.
Media substrat diinkubasi pada suhu ruang selama beberapa minggu hingga tumbuh miselium. Lamanya penumbuhan misellium jamur antara 45 – 60 hari.

Setelah tumbuh miselium yang memenuhi kantong plastik, kapas pada media dibuang dan media dibiarkan terbuka, di ruang produksi. Semprotkan air setiap hari pada tempat pertumbuhan jamur agar kondisi sekitar lembab dan mendukung pertumbuhannya.

Tubuh buah jamur akan tumbuh secara perlahan-lahan ketika media lembab dalam waktu sekitar 1 bulan lebih. Tubuh buah yang sudah cukup besar diambil dan ditimbang untuk diamati pertumbuhannya setiap minggu.

Panen
 
Setelah 10 – 15 hari kemudian dapat dipanen untuk pertama kali, panen berikutnya setiap dua hari sekali secara teratur selama 6 bulan.