Showing posts with label Hasil Hutan. Show all posts
Showing posts with label Hasil Hutan. Show all posts

Sunday, 1 December 2013

Gaharu

Gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga Aquilaria, terutama A. malaccensis. Resin ini digunakan dalam industri wangi-wangian (parfum dan setanggi) karena berbau harum. Gaharu sejak awal era modern (2000 tahun yang lalu) telah menjadi komoditi perdagangan dari Kepulauan Nusantara ke India, Persia, Jazirah Arab, serta Afrika Timur.

Berdasarkan studi dari Ng et al. (1997), diketahui jenis-jenis berikut ini menghasilkan resin gaharu apabila terinfeksi oleh kapang gaharu :
just for widening coloum
  • Aquilaria subintegra, asal Thailand
  • Aquilaria crassna asal Malaysia, Thailand, dan Kamboja
  • Aquilaria malaccensis, asal Malaysia, Thailand, dan India
  • Aquilaria apiculina, asal Filippina
  • Aquilaria baillonii, asal Thailand dan Kamboja
  • Aquilaria baneonsis, asal Vietnam
  • Aquilaria beccarain, asal Indonesia
  • Aquilaria brachyantha, asal Malaysia
just for widening coloum
  • Aquilaria cumingiana, asal Indonesia dan Malaysia
  • Aquilaria filaria, asal China
  • Aquilaria grandiflora, asal China
  • Aquilaria hilata, asal Indonesia dan Malaysia
  • Aquilaria khasiana, asal India
  • Aquilaria microcarpa, asal Indonesia Malaysia
  • Aquilaria rostrata, asal Malaysia
  • Aquilaria sinensis, asal Cina

Proses pembentukan

Gaharu dihasilkan tanaman sebagai respon dari masuknya mikroba yang masuk ke dalam jaringan yang terluka. Luka pada tanaman berkayu dapat disebabkan secara alami karena adanya cabang dahan yang patah atau kulit terkelupas, maupun secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian. Masuknya mikroba ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel tanaman akan menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyakit atau patogen. Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin berwarna coklat dan beraroma harum, serta menumpuk pada pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain. Namun, apabila mikroba yang menginfeksi tanaman dapat mengalahkan sistem pertahanan tanaman maka gaharu tidak terbentuk dan bagian tanaman yang luka dapat membusuk. Ciri-ciri bagian tanaman yang telah menghasilkan gaharu adalah kulit batang menjadi lunak, tajuk tanaman menguning dan rontok, serta terjadi pembengkakan, pelekukan, atau penebalan pada batang dan cabang tanaman. Senyawa gaharu dapat menghasilkan aroma yang harum karena mengandung senyawa guia dienal, selina-dienone, dan selina dienol. Untuk kepentingan komersil, masyarakat mengebor batang tanaman penghasil gaharu dan memasukkan inokulum cendawan ke dalamnya. Setiap spesies pohon penghasil gaharu memiliki mikroba spesifik untuk menginduksi penghasilan gaharu dalam jumlah yang besar. Beberapa contoh cendawan yang dapat digunakan sebagai inokulum adalah Acremonium sp., Cylindrocarpon sp., Fusarium nivale, Fusarium solani, Fusarium fusariodes, Fusarium roseum, Fusarium lateritium dan Chepalosporium sp.

Nilai ekonomi

Gaharu banyak diperdagangan dengan harga jual yang sangat tinggi terutama untuk gaharu dari tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria spp. yang dalam dunia perdangangan disebut sebagai gaharu beringin. Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya. Selain ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya. Secara umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu gubal, kemedangan, dan abu. Gubal merupakan kayu berwarna hitam atau hitam kecoklatan dan diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan damar wangi beraroma kuat. Kemedangan adalah kayu gaharu dengan kandungan damar wangi dan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna kecoklatan sampai abu-abu, memiliki serat kasar, dan kayu lunak. Kelas terakhir adalah abu gaharu yang merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu.

Pengolahan Minyak Gaharu

Sebelum dijadikan bahan baku parfum, gaharu harus diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan minyak dan senyawa aromatik yang terkandung di dalamnya. Sebagian kayu gaharu dapat dijual ke ahli penyulingan minyak yang biasanya menggunakan teknik distilasi uap atau air untuk mengekstraksi minyak dari kayu tersebut. Untuk mendapatkan minyak gaharu dengan distilasi air, kayu gaharu direndam dalam air kemudian dipindahkan ke dalam suatu tempat untuk menguapkan air hingga minyak yang terkandung keluar ke permukaan wadah dan senyawa aromatik yang menguap dapat dikumpulkan secara terpisah. Teknik distilasi uap menggunakan potongan gaharu yang dimasukkan ke dalam peralatan distilasi uap. Tenaga uap yang menyebabkan sel tanaman dapat terbuka dan minyak dan senyawa aromatik untuk parfum dapat keluar. Uap air akan membawa senyawa aromatik tersebut kemudian melalui tempat pendinginan yang membuatnya terkondensasi kembali menjadi cairan. Cairan yang berisi campuran air dan minyak akan dipisahkan hingga terbentuk lapisan minyak di bagian atas dan air di bawah. Salah satu metode digunakan saat ini adalah ekstraksi dengan superkritikal CO2, yaitu CO2 cair yang terbentuk karena tekanan tinggi. CO2 cair berfungsi sebagai pelarut aromatik yang digunakan untuk ekstraksi minyak gaharu. Metode ini menguntungkan karena tidak terdapat residu yang tersisa, CO2 dapat dengan mudah diuapkan saat berbentuk gas pada suhu dan tekanan normal.

Konservasi

Pada tahun 1994, konvensi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) di Amerika Serikat menetapkan bahwa pohon gaharu spesies A. malaccensis masuk ke dalam Appendix II, yaitu tanaman yang dibatasi perdagangannya. Penetapan tersebut dikarenakan populasi tanaman penghasil gaharu semakin menyusut di alam yang disebabkan para pengusaha gaharu tidak dapat mengenali dengan tepat mana tanaman yang sudah mengandung gaharu dan siap dipanen. Untuk mencari pohon penghasil gaharu, para pengusaha menebang puluhan pohon yang salah (tidak menghasilkan gaharu) sehingga jumlah pohon tersebut sangat berkurang. Pada tahun 2004, Indonesia mengajukan agar semua penghasil gaharu alam yaitu genus Aquilaria dan Gyrinops dimasukkan ke dalam daftar Appendix 2 untuk membatasi perdagangannya sehingga perdagangan gaharu harus memiliki izin dari CITES dan dalam kuota tertentu. Hal ini dilakukan untuk memastikan spesies pohon gaharu alam dapat berkembang dan tersebar dengan baik.

Tuesday, 3 May 2011

Rotan


Rotan adalah sekelompok palma dari puak (tribus) Calameae yang memiliki habitus memanjat, terutama Calamus, Daemonorops, dan Oncocalamus. Puak Calameae sendiri terdiri dari sekitar enam ratus anggota, dengan daerah persebaran di bagian tropis Afrika, Asia dan Australasia. Ke dalam puak ini termasuk pula marga Salacca ( misalnya salak), Metroxylon (misalnya rumbia/sagu), serta Pigafetta yang tidak memanjat, dan secara tradisional tidak digolongkan sebagai rotan.

Batang rotan biasanya langsing dengan diameter 2-5cm, beruas-ruas panjang, tidak berongga, dan banyak yang dilindungi oleh duri-duri panjang, keras, dan tajam. Duri ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri dari herbivora, sekaligus membantu pemanjatan, karena rotan tidak dilengkapi dengan sulur. Suatu batang rotan dapat mencapai panjang ratusan meter. Batang rotan mengeluarkan air, jika ditebas dan dapat digunakan sebagai cara bertahan hidup di alam bebas. Badak jawa diketahui juga menjadikan rotan sebagai salah satu menunya.

Dunia mengenal Indonesia sebagai negara penghasil rotan terbesar di dunia. Indonesia memasok 70% kebutuhan rotan dunia. Sisa pasar diisi dari Malaysia, Filipina, Sri Lanka, dan Bangladesh.Sekitar 300dari 600 jenis rotan dunia berasal dari Indonesia. Sebagian besar rotan berasal dari hutan di Malesia, seperti Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.Sebagian kecil sudah dibudidayakan oleh masyarakat lokal. Mereka adalah Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah dan KalimantanTimur.

Secara sosio-kultural, rotan telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari bagi orang Dayak.Orang Dayak seperti Masyarakat Dayak Benuaq-Tonyoi di Kalimantan Timur, banyak menggunakan rotan dalam kegiatan ritual upacara-upacara adat dan kehidupan sehari-hari, Kebun rotan merupakan salah satu sistem agroferestry yang tertua di Indonesia. 

Rotan ditanam bersamaan atau hampir bersamaan dengan musim tanam padi. Yang unik dari system agroforestry kebun rotan adalah pola penanaman tidak diatur dengan jarak tanam tertentu seperti kebun karet.

Rotan cepat tumbuh dan relatif mudah dipanen serta ditransprotasi. Ini dianggap membantu menjaga kelestarian hutan, karena orang lebih suka memanen rotan daripada kayu.

40 Rotan Terpenting di Indonesia

Rotan dalam struktur dunia tumbuh-tumbuhan termasuk Divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, class Monocotyledonae, Ordo Spacadiciflorae dan Famili/suku Palmae, dimana sampai saat ini sudah dikenal sebanyak 15 suku yaitu : Calamus, Daemonorops, Khorthalsia, Plectocomia, Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepis, Calospatha, Bejaudia, Cornera, Schizospatha, Eremospatha, Ancitrophylum dan Oncocalamus. 

Dari jumlah suku yang telah ditemukan tersebut, telah diketahui sebanyak 9 suku dengan jumlah jenisnya, yaitu : Calamus (370 spp/jenis), Daemonorops (115 spp/jenis), Khorthalsia (31 spp/jenis), Plectocomia (14 spp/jenis), Ceratolobus (6 spp/jenis), Plectocomiopsis (5 spp/jenis), Myrialepis (2 spp/jenis), Calospatha (2 spp/jenis), dan Bejaudia (1 spp/jenis).

Di Indonesia sampai saat ini ditemukan sebanyak 8 jenis, yaitu Calamus, Daemonorops, Khorthalsia, Plectocomia, Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepis, dan Calospatha. Dari 8 suku tersebut total jenisnya di Indonesia mencapai tidak kurang dari 306 jenis penyebarannya di pulau Kalimantan sebanyak 137 jenis, Sumatera sejumlah 91 jenis, Sulawesi menyebar sebanyak 36 jenis, Jawa sejumlah 19 jenis, Irian 48 jenis, Maluku 11 jenis, Timor 1 jenis dan Sumbawa 1 jenis.
 
Sampai saat ini jumlah yang benar-benar diketahui memiliki sifat dan memenuhi syarat serta kualitas yang dipersyaratkan untuk berbagai penggunaan berjumlah 50 jenis dari jumlah tersebut yang benar-benar memiliki nilai komersial tinggi dan banyak dipungut dan diperdagangkan berkisar 27 jenis saja. Berikut ini akan disajikan informasi tentang habitus dan sifat-sifats 40 jenis rotan terpenting berdasarkan daya gunanya dan telah banyak diperdagangkan secara komersil.

40 Jenis rotan terpenting di Indonesia tersebut 
adalah : 

Rotan Jernang besar ( Daemonorops draco Blume), Rotan Dahanan ( Korthalsia flagellaris Miq), Rotan Semambu ( Calamus scipionum Loue), Rotan Jermasin ( Calamus leocojolis ), Rotan Buyung ( Calamus optimus Becc), Rotan Mantang ( Calamus ornatus Blume), Rotan Dandan ( Calamus Schistolantus Blume), Rotan Inun ( Calamus scabridulus Becc), Rotan Tohiti, ( Calamus inops Becc), Rotan Manau ( Calamus manan Miq), Rotan Irit ( Calamus trachycoleus ), Rotan Taman ( Calamus caesius Blume), Rotan Lilin ( Calamus javensis Blume), Rotan Korod ( Calamus heteroides), Rotan Balukbuk ( Calamus burkianus ), Rotan Pelah ( Daemonorop rubra), Rotan Kirtung (Myrialepsis scortechinii), Rotan Pulut Merah ( Calamus Sp.), Rotan Getah ( Daemonorops angustifolia), Rotan Umbul ( Calamus simphysipus), Rotan Sega Ayer ( Calamus axillaris), Rotan Saloso ( Calamus sp.), Rotan Manau Riang ( Calamus oxleyanus), Rotan Loluo ( Calamus Sp), Rotan Batang ( Daemonorops robustus), Rotan Seel ( Daemonorops melanochaetes), Rotan Udang Semut (Korthalsia scaphigera Mart), Rotan Dahan (Korthalsia rigida Blume), Rotan Meiya (Korthalsia echinometra Becc.), (Plepcotniopsis geminiflorus Becc.), Rotan LowaRotan Sabut (Daemonorops hystrix (Griff) Mart,),R (Daemonorops periacantha Miq.), Rotan Pakak, Rotan Uwi Koroh (Daemonorops geniculata (Griff.) Mart.), Rotan Duduk (Daemonorops longipes (Griff.) Mart), Rotan Ulur (Calamus ulur Becc.), Rotan Manau Tikus (Calamus tumindus Furtado), Rotan Manau Padi (Calamus marginantus Mart.), Rotan Tunggal (Calamus laevigatus Mart.), Rotan Dago Kancil (Calamus conirostris Becc.) dan Rotan Lita (Daemonorops lemprolepis Becc)

Rotan Manau (Calamus manan Miq)

Rotan manau secara umum memiliki warna batang kuning lansat, dengan diameter batang yang sudah dirunti berkisar 25 mm, panjang ruasnya 35 cm dengan total panjang batang bila merambat dewasa mencapai 40 meter. 

Tempat tumbuhnya secara alami adalah didaerah Thailand, Semenanjung Malaya, Pulau sumatera dan Kalimantan. Kondisi iklim yang disukai adalah daerah beriklim basah, dan hidup baik ada ketinggian 50 – 600 meter diatas permukaan laut.

Tumbuh batangnya merambat di antara batang dan ranting pohon, tumbuhnya tunggal tidak berumpun, sehingga untuk pembudidayaanya hanya melalui biji.

Daunnya rotan manau majemuk menyirip, tiap daun terdiri dari kurang lebih 40 pasang anak daun. Bentuk anak daun bervariasi dari bentuk lanset sampai bulat telur lanset sunsang. Pelepah dan tangkai daunnya diselimuti duri yang tajam dan rapat. Rotan manau memiliki bungannya tersusun dalam tandan berbentuk malai, perbungaan tersebut berukuran panjang dan letaknya menggantung. Sedangkan rotan manau memiliki buah yang tidak terlalu besar, panjang kurang lebih 3 cm bersisik dan berbentuk lonjong.

Karena bentuk diameter batangnya yang besar, kuat dan kokoh, maka sebagian besar hasil akhir dari produknya dipakai bagi keperluan pembuatan rangka kursi, meja, tempat tidur, sofa, dan keperluan rangka furnitur lainya.

Rotan Taman (Calamus caesius Blume)


Rotan Taman, wirotan Sega Hu, dan Sesah adalah nama yang diberikan untuk rotan Taman yang tumbuh di derah Kalimantan, nama rotan ini kalau tumbuh di daerah lainnya adalah Rotan Sega ( Aceh), rotan Segeu (Gayo), rotan Sego ( Sumatera Barat), rotan Sega benar/Segabuah ( Malaya).

Tempat tumbuhnya yang alami adalah di daerah yang kering, dataran rendah yang kering sampai berbukit-bukit. Jenis ini juga sudah sejak lama dibudidayakan oleh masyarakat Kalimantan Tengah yang berdiam didaerah sungai Mentaya, sungai Katingan, sungai Kahayan, dan daerah lainnya. Tumbuhnya berumpun, dan dalam setiap rumpunya bisa mencapai 100 batang dengan panjang setiap batang yang sudah dewasa mencapai 50 meter atau lebih. 

Batangnya berwarna hijau kekuningan dan berubah menjadi kuning telur dan mengkilap apabila sudah dirunti dan kering. Diameter batangnya antara 4 – 11 mm, panjang ruas 15 – 30 cm.Daunnya berbentuk majemuk menyirip, dengan anak daun berbentuk lanset memanjang dan warna permukaan bawah anak daunnya yang khas putih kapur dan bagian atasnya hijau mengkilat. Selain itu bagian ujung anak daunnya melengkung keatas. 

Panjang daun berikut cirrus 0.5 – 1,25 m. Seludang ditumbuhi duri berbentuk segitiga agak pendek.Buahnya berbentuk lonjong, panjang mencapai 1,5 cm, kulit buahnya bersisik, berwarna hijau dan akan berubah menjadi coklat kekuning-kuningan bila sudah masak.

Sama halnya dengan rotan Irit, maka rotan Taman merupakan bahan baku bagi keperluan pembuatan lampit rotan dan bahan baku dalam pembuatan anyaman.

 

Kegunaan


Rotan yang umum dipergunakan dalam industri tidaklah terlalu banyak. Beberapa yang paling umum diperdagangkan adalah Manau, Batang, Tohiti, Mandola, Tabu-Tabu, Suti, Sega, Lambang, Blubuk, Jawa, Pahit, Kubu, Lacak, Slimit, Cacing, Semambu, serta Pulut.

Setelah dibersihkan dari pelepah yang berduri, rotan asalan harus diperlakukan untuk pengawetan dan terlindung dari jamur Blue Stain. Secara garis besar terdapat dua proses pengolahan bahan baku rotan: Pemasakan dengan minyak tanah untuk rotan berukuran sedang /besar dan Pengasapan dengan belerang untuk rotan berukuran kecil.

Selanjutnya rotan dapat diolah menjadi berbagai macam bahan baku, misalnya dibuat PeelSanded Peel, dipoles /semi-poles, dibuat core, fitrit atau star core. Adapun sentra industri kerajinan dan mebel rotan terbesar di indonesia terletak di Cirebon (kupasan)/
.
Pemanfaatan rotan terutama adalah sebagai bahan baku mebel, misalnya kursi, meja tamu, serta rak buku. Rotan memiliki beberapa keunggulan daripada kayu, seperti ringan, kuat, elastis / mudah dibentuk, serta murah. Kelemahan utama rotan adalah gampang terkena kutu bubuk "Pin Hole".

Batang rotan juga dapat dibuat sebagai tongkat penyangga berjalan dan senjata. Berbagai perguruan pencak silat mengajarkan cara bertarung menggunakan batang rotan. Di beberapa tempat di Asia Tenggara, rotan dipakai sebagai alat pemukul dalam hukuman cambuk rotan bagi pelaku tindakan kriminal tertentu.

Beberapa rotan mengeluarkan getah (resin) dari tangkai bunganya. Getah ini berwarna merah dan dikenal di perdagangan sebagai dragon's blood ("darah naga"). Resin ini dipakai untuk mewarnai biola atau sebagai meni.

Masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah memanfaatkan batang rotan muda sebagai komponen sayuran.