Showing posts with label Astronomi. Show all posts
Showing posts with label Astronomi. Show all posts

Wednesday, 15 June 2016

Bulan (Moon)



Bulan adalah satelit alami Bumi satu-satunya dan merupakan bulan terbesar kelima dalam Tata Surya yang diketahui manusia hingga saat ini. Bulan juga merupakan satelit alami terbesar di Tata Surya menurut ukuran planet yang di orbitnya, dengan diameter 27%, kepadatan 60%, dan massa 181 (1.23%) dari Bumi. Di antara satelit alami lainnya, Bulan adalah satelit terpadat kedua setelah Io, satelit Yupiter.

Bulan berada pada rotasi sinkron dengan Bumi, yang selalu memperlihatkan sisi yang sama pada Bumi, dengan sisi dekat ditandai oleh mare vulkanik gelap yang terdapat di antara dataran tinggi kerak yang terang dan kawah tubrukan yang menonjol. Meskipun Bulan tidak mempunyai cahaya sendiri, tetapi Bulan adalah benda langit yang paling terang setelah Matahari, karena memantulkan cahaya matahari. 

Dari bumi, hanya sekitar 59% bagian bulan terlihat oleh kita. Sebenarnya bulan berotasi, dan setiap sisi bulan giliran mendapat cahaya matahari. Hanya saja tidak semua bagian bulan yang mendapat cahaya matahari dapat diamati dari bumi karena bulan berevolusi mengelilingi bumi

Meskipun Bulan tampak sangat putih dan terang, permukaan Bulan sebenarnya gelap, dengan tingkat kecerahan yang sedikit lebih tinggi dari aspal cair. Sejak zaman kuno, posisinya yang menonjol di langit dan fasenya yang teratur telah memengaruhi banyak budaya, termasuk bahasa, penanggalan, seni, dan mitologi.

Pengaruh gravitasi Bulan menyebabkan terjadinya pasang surut di lautan dan pemanjangan waktu pada hari di Bumi. Karena besarnya gravitasi di Bulan hanya i/6 besar gravitasi di Bulan, maka ketika seseorang berada di Bulan, berat badannya juga hanya 1/6 berat badannya di Bumi. dan jika seseorang meloncat setinggi 1 meter di Bumi, maka ketinggiannya dapat mencapai 6 meter, jika dilakukan di Bulan. 

Jarak orbit Bulan dari Bumi saat ini adalah sekitar tiga puluh kali dari diameter Bumi, yang menyebabkan ukuran Bulan yang muncul di langit hampir sama besar dengan ukuran Matahari, sehingga memungkinkan Bulan untuk menutupi Matahari dan mengakibatkan terjadinya gerhana matahari total. Jarak linear Bulan dari Bumi saat ini meningkat dengan laju 3.82±0.07 cm per tahun, meskipun laju ini tidak konstan.

Bulan adalah satu-satunya benda langit selain Bumi yang telah didarati oleh manusia. Program Luna Uni Soviet adalah wahana pertama yang mencapai Bulan dengan pesawat ruang angkasa nirawak pada tahun 1959; program Apollo NASA Amerika Serikat merupakan misi luar angkasa berawak satu-satunya yang telah mencapai Bulan hingga saat ini, dimulai dengan peluncuran misi berawak Apollo 8 yang mengorbit Bulan pada tahun 1968, dan diikuti oleh enam misi pendaratan berawak antara tahun 1969 dan 1972, yang pertama adalah Apollo 11. 

Misi ini kembali ke Bumi dengan membawa 380 kg batuan Bulan, yang digunakan untuk mengembangkan pemahaman geologi mengenai asal usul, pembentukan struktur dalam, dan sejarah geologi Bulan.

Setelah misi Apollo 17 pada 1972, Bulan hanya disinggahi oleh pesawat ruang angkasa nirawak. Misi-misi tersebut pada umumnya merupakan misi orbit; sejak tahun 2004, Jepang, Tiongkok, India, Amerika Serikat, dan Badan Luar Angkasa Eropa telah meluncurkan wahana pengorbit Bulan, yang turut bersumbangsih terhadap penemuan es air di kawah kutub Bulan. Pasca Apollo, dua negara juga telah mengirimkan misi rover ke Bulan, yakni misi Lunokhod Soviet terakhir pada tahun 1973, dan misi berkelanjutan Chang'e 3 RRC, yang meluncurkan rover Yutu pada tanggal 14 Desember 2013.

Misi berawak ke Bulan di masa depan telah direncakan oleh berbagai negara, baik yang didanai oleh pemerintah atau swasta. Di bawah Perjanjian Luar Angkasa, Bulan tetap bebas dijelajahi oleh semua negara untuk tujuan damai.

Struktur Bulan 

Bulan diperkirakan terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, tak lama setelah pembentukan Bumi. Meskipun terdapat sejumlah hipotesis mengenai asal usul Bulan, hipotesis yang paling diterima saat ini menjelaskan bahwa Bulan terbentuk dari serpihan-serpihan yang terlepas setelah sebuah benda langit seukuran Mars bertubrukan dengan Bumi.

Pada dasarnya, Bulan memiliki jenis struktur yang sama seperti bumi, terbuat dari batu. Bulan mempunyai inti, lapisan dan kerak. Lapisan permukaan tanah terdiri dari oksigen 42%, silikon 21%, besi 13%, kalsium 8%, aluminium 7%, magnesium 6% dan elemen lainnya 3%.

Permukaan Bulan

Seperti halnya permukaan Bumi, permukaan bulan memiliki bentuk yang kurang lebih sama dan dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu sebagai berikut.

1. Lautan bulan

Di bulan sebenarnya tidak ada laut. Meskipun manusia mencari air di bulan, sampai sekarang belum ditemukan. Di bulan hanya ada mare, yakni dataran basalt yang luas dan gelap di permukaan Bulan. Permukaannya licin dan tidak terlalu baik untuk memantulkan cahaya matahari. Sedangkan dataran tinggi disekitarnya dapat memantulkan cahaya matahari lebih banyak, sehingga tampak lebih terang. 

Dibentuk oleh pembekuan dari banjir magma karena proses erupsi vulkanik purba beberapa miliar tahun yang lalu. Dataran basalt mencakup 16% dari permukaan bulan, dan sebagian besar dari mereka berada di sisi bulan yang terlihat dari bumi.

Meskipun para ilmuwan mengatakan bahwa pengamatan galileo ternyata salah, tetapi istilah laut bulan tetap di gunakan sampai sekarang. Pendaratan pertama di bulan dilakukan di salah satu daerah yang luas dan datar ini, yang dinamakan laut tenang (sea of Tranquility).

2. Gunung bulan

Bila di bumi, untuk mengukur ketinggian gunung diawali dari permukaan laut. tetapi karena di bulan tidak ada laut, maka metode ini tidak bisa diterapkan untuk mengukur ketinggian gunung di bulan. Meski demikian, dari berbagai metode pengukuran yang coba disodorkan oleh para ahli, mereka sepakat bahwa gunung yang memiiki ketinggian lebih dari 5000 meter, diangap sebagai gunung yang tinggi. Beberapa diantaranya tampak menjulang dengan ketinggian sekitar 10.000 meter, di atas permukaan bulan, dan Mons Huygens dianggap sebagai gunung tertinggi di bulan

Beberapa gunung di bulan dinamakan menurut nama gunung yang ada di bumi. Contohnya adalah Apenninus, Caucasus, dan Alpen

3. Kawah bulan

Permukaan bulan di penuhi ribuan kawah dengan berbagai ukuran. Kawah-kawah tersebut berdiameter antara beberapa ratus meter sampai 500 mil. Pada umumnya tinggi dinding kawah berkisar antara 9.000 sampai 16.000 kaki di atas dasar kawah, tetapi ada juga yang mencapai 30.000 kaki.

4. Sinar bulan

Sinar bulan berupa sinar yang memancar ke segala arah dan berasal dari beberapa kawah bulan. Sinar ini lebarnya bisa sampai lebih dari 10 mil dan panjangnya 1,500 – 2.000 mil, sinar ini tidak membentuk bayangan. 

Sinar dari kawah Tycho, berlokasi di dekat kutub selatan bulan, pancarannya hingga ratusan mil. Penyelidikan para astronom terhadap permukaan bulan menunjukan bahwa sinar tersebut tampaknya terbentuk dari gumpalan material yang terlempar keluar dari dalam kawah. Material tersebut memantulkan cahaya lebih baik di banding dengan tempat sekelilingnya.

5. Lembah bulan
 
Di beberapa daerah datar yang terbentang dipermukaan bulanterdapat lembah berliku-liku yang tampak seperti dasar sungai yang sudah tua atau jurang. Sebagian geolog memperkirakan bahwa ini bisa jadi merupakan retakan tua yang berisi debu. Geolog yang lain memperkirakan bahwa jurang ini merupakan sistem saluran tua untuk lava, gas panas, atau air dipermukaan bulan.

Wednesday, 14 March 2012

Planet

Planet adalah benda langit yang memiliki ciri-ciri berikut:
  • mengorbit mengelilingi bintang atau sisa-sisa bintang;
  • mempunyai massa yang cukup untuk memiliki gravitasi tersendiri agar dapat mengatasi tekanan rigid body, sehingga benda angkasa tersebut mempunyai bentuk kesetimbangan hidrostatik (bentuk hampir bulat);
  • tidak terlalu besar, hingga dapat menyebabkan fusi termonuklir terhadap deuterium di intinya; dan,
  • telah "membersihkan lingkungan" (clearing the neighborhood; mengosongkan orbit agar tidak ditempati benda-benda angkasa berukuran cukup besar lainnya selain satelitnya sendiri) di daerah sekitar orbitnya
  • Berdiameter lebih dari 800 km
Berdasarkan definisi di atas, maka dalam sistem Tata Surya terdapat delapan planet. Hingga 24 Agustus 2006, sebelum Persatuan Astronomi Internasional (International Astronomical Union = IAU) mengumumkan perubahan pada definisi "planet" sehingga seperti yang tersebut di atas, terdapat sembilan planet termasuk Pluto, bahkan benda langit yang belakangan juga ditemukan sempat dianggap sebagai planet baru, seperti: Ceres, Sedna, Orcus, Xena, Quaoar, UB 313. Pluto, Ceres dan UB 313 kini berubah statusnya menjadi "planet kerdil / katai."

Planet diambil dari kata dalam bahasa Yunani Asteres Planetai yang artinya Bintang Pengelana. Dinamakan demikian karena berbeda dengan bintang biasa, planet dari waktu ke waktu terlihat berkelana (berpindah-pindah) dari rasi bintang yang satu ke rasi bintang yang lain. Perpindahan ini (pada masa sekarang) dapat dipahami karena planet beredar mengelilingi matahari. Namun pada zaman Yunani Kuno yang belum mengenal konsep heliosentris, planet dianggap sebagai representasi dewa di langit. Pada saat itu yang dimaksud dengan planet adalah tujuh benda langit: Matahari, Bulan, Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus. 

Astronomi modern menghapus Matahari dan Bulan dari daftar karena tidak sesuai definisi yang berlaku sekarang. Sebelumnya, planet-planet anggota tata surya ada 9, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter/Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Namun, tanggal 26 Agustus 2006, para ilmuwan sepakat untuk mengeluarkan Pluto dari daftar planet sehingga jumlah planet di tata surya menjadi hanya 8.

Menurut IAU (Persatuan Astronomi Internasional) sesuai dengan defenisi yang baru, maka terdapat delapan planet dalam sistem Tata Surya:
  1. Merkurius
  2. Venus
  3. Bumi
  4. Mars
  5. Yupiter
  6. Saturnus
  7. Uranus
  8. Neptunus

Sejarah

Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, pengertian istilah “planet” berubah dari “sesuatu” yang bergerak melintasi langit (relatif terhadap latar belakang bintang-bintang yang “tetap”), menjadi benda yang bergerak mengelilingi Bumi. 

Ketika model heliosentrik mulai mendominasi pada abad ke-16, planet mulai diterima sebagai “sesuatu” yang mengorbit Matahari, dan Bumi hanyalah sebuah planet. Hingga pertengahan abad ke-19, semua obyek apa pun yang ditemukan mengitari Matahari didaftarkan sebagai planet, dan jumlah “planet” menjadi bertambah dengan cepat di penghujung abad itu.

Selama 1800-an, astronom mulai menyadari bahwa banyak penemuan terbaru tidak mirip dengan planet-planet tradisional. Obyek-obyek seperti Ceres, Pallas dan Vesta, yang telah diklasifikasikan sebagai planet hingga hampir setengah abad, kemudian diklasifikasikan dengan nama baru "asteroid". 

Pada titik ini, ketiadaan definisi formal membuat "planet" dipahami sebagai benda 'besar' yang mengorbit Matahari. Tidak ada keperluan untuk menetapkan batas-batas definisi karena ukuran antara asteroid dan planet begitu jauh berbeda, dan banjir penemuan baru tampaknya telah berakhir.

Namun pada abad ke-20, Pluto ditemukan. Setelah pengamatan-pengamatan awal mengarahkan pada dugaan bahwa Pluto berukuran lebih besar dari Bumi, IAU (yang baru saja dibentuk) menerima obyek tersebut sebagai planet. Pemantauan lebih jauh menemukan bahwa obyek tersebut ternyata jauh lebih kecil dari dugaan semula, tetapi karena masih lebih besar daripada semua asteroid yang diketahui, dan tampaknya tidak eksis dalam populasi yang besar, IAU tetap mempertahankan statusnya selama kira-kira 70 tahun.

Pada 1990-an dan awal 2000-an, terjadi banjir penemuan obyek-obyek sejenis Pluto di daerah yang relatif sama. Seperti Ceres dan asteroid-asteroid pada masa sebelumnya, Pluto ditemukan hanya sebagai benda kecil dalam sebuah populasi yang berjumlah ribuan. Semakin banyak astronom yang meminta agar Pluto didefinisi ulang dari sebuah planet seiring bertambahnya penemuan obyek-obyek sejenis. Penemuan Eris, sebuah obyek yang lebih masif daripada Pluto, dipublikasikan secara luas sebagai planet kesepuluh, membuat hal ini semakin mengemuka. 

Akhirnya pada 24 Agustus 2006, berdasarkan pemungutan suara, IAU membuat definisi planet yang baru. Jumlah planet dalam Tata Surya berkurang menjadi 8 benda besar yang berhasil “membersihkan lingkungannya” (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus), dan sebuah kelas baru diciptakan, yaitu planet katai, yang pada awalnya terdiri dari tiga obyek, Ceres, Pluto dan Eris.

Sejarah Nama-nama Planet

Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Pada abad ke-6 SM, bangsa Yunani memberi nama Stilbon (cemerlang) untuk Planet Merkurius, Pyoroeis (berapi) untuk Mars, Phaethon (berkilau) untuk Jupiter, Phainon (Bersinar) untuk Saturnus. 

Khusus planet Venus memiliki dua nama yaitu Hesperos (bintang sore) dan Phosphoros (pembawa cahaya). Hal ini terjadi karena dahulu planet Venus yang muncul di pagi dan di sore hari dianggap sebagai dua objek yang berbeda.

Pada abad ke-4 SM, Aristoteles memperkenalkan nama-nama dewa dalam mitologi untuk planet-planet ini. Hermes menjadi nama untuk Merkurius, Ares untuk Mars, Zeus untuk Jupiter, Kronos untuk Saturnus dan Aphrodite untuk Venus.

Pada masa selanjutnya di mana kebudayaan Romawi menjadi lebih berjaya dibanding Yunani, semua nama planet dialihkan menjadi nama-nama dewa mereka. Kebetulan dewa-dewa dalam mitologi Yunani mempunyai padanan dalam mitologi Romawi, sehingga planet-planet tersebut dinamai dengan nama yang kita kenal sekarang.

Hingga masa sekarang, tradisi penamaan planet menggunakan nama dewa dalam mitologi Romawi masih berlanjut. Namun demikian ketika planet ke-7 ditemukan, planet ini diberi nama Uranus yang merupakan nama dewa Yunani. Dinamakan Uranus karena Uranus adalah ayah dari Kronos (Saturnus). Mitologi Romawi sendiri tidak memiliki padanan untuk dewa Uranus. Planet ke-8 diberi nama Neptunus, dewa laut dalam mitologi Romawi.

Sunday, 23 October 2011

Bintang Hipercepat (Hypervelocity Star)


Bintang hipercepat (Hypervelocity star atau HVS) adalah bintang yang bergerak dengan kecepatan ekstrim (lebih dari 1000 km/detik). Bintang-bintang ini dihasilkan oleh sebuah perjumpaan (encounter) dinamik antara bintang ganda dekat dengan lubang hitam di Pusat Galaksi kita. Keberadaan bintang jenis ini pertama kali diformulasikan oleh Jack Hills (1988) sebagai sebuah simulasi teoritik.

Dark Energy (Energi Gelap)


Dark Energy (Energi gelap) adalah suatu bentuk hipotesis dari energi yang mengisi seluruh ruang dan memiliki tekanan negatif yang kuat. Menurut teori relativitas umum, efek dari adanya tekanan negatif secara kualitatif serupa dengan memiliki gaya pada skala besar yang bekerja secara berlawanan terhadap gravitasi.

Yang benar-benar telah semua orang di planet bingung – termasuk para ilmuwan – adalah energi gelap. Untuk melanjutkan pai analogi, energi gelap adalah bagian berukuran Garfield di 73 persen dari alam semesta yang diketahui. Sepertinya menyerap semua ruang dan mendorong galaksi jauh dan semakin jauh dari satu sama lain pada kecepatan semakin cepat. Beberapa ahli kosmologi mengira ekspansi ini akan meninggalkan galaksi Bima Sakti sebagai “pulau alam semesta” dalam beberapa triliun tahun tanpa terlihat galaksi-galaksi lain. Orang lain berpikir tingkat ekspansi akan menjadi begitu besar sehingga akan menghasilkan sebuah “Big Rip.” 

Dalam skenario ini, gaya gravitasi energi gelap membongkar mengatasi bintang-bintang dan planet-planet, kekuatan-kekuatan partikel-partikel tetap bersatu, molekul-molekul dalam partikel-partikel tersebut, dan akhirnya atom-atom dan partikel-partikel subatomik. Syukurlah, mungkin manusia tidak akan sekitar untuk menjadi saksi bencana alam.

Dark Matter (Materi Gelap)


Dark Matter (Materi gelap) adalah materi yang tidak dapat dideteksi dari radiasi yang dipancarkan atau penyerapan radiasi yang datang ke materi tersebut, tetapi kehadirannya dapat dibuktikan dari efek gravitasi materi-materi yang tampak seperti bintang dan galaksi. Perkiraan tentang banyaknya materi di dalam alam semesta berdasarkan efek gravitasi selalu menunjukkan bahwa sebenarnya ada jauh lebih banyak materi daripada materi yang dapat diamati secara langsung. Terlebih lagi, adanya materi gelap dapat menyelesaikan banyak ketidakkonsistenan dalam teori dentuman dahsyat.

Sebagian besar massa di alam semesta dipercaya berada dalam bentuk ini. Menentukan sifat dari materi gelap juga dikenal sebagai masalah materi gelap atau masalah hilangnya massa, dan merupakan salah satu masalah penting dalam kosmologi modern.

Pertanyaan tentang adanya materi gelap mungkin tampak tidak relevan dengan keberadaan kita di bumi. Akan tetapi, ada atau tidaknya materi gelap ini dapat menentukan takdir terakhir dari alam semesta. Kita mengetahui bahwa sekarang alam semesta mengalami pengembangan karena cahaya dari benda langit yang jauh menunjukkan adanya pergeseran merah. Banyaknya materi biasa yang terlihat di alam semesta tidaklah cukup untuk membuat gravitasi menghentikan pengembangan, dan dengan demikian pengembangan akan berlanjut selamanya tanpa adanya materi gelap.

Pada prinsipnya, jumlah materi gelap yang cukup di alam semesta dapat menyebabkan pengembangan alam semesta berhenti, atau kebalikannya (yang akhirnya membawa kita pada Big Crunch). Pada prakteknya, sekarang banyak anggapan bahwa gerakan-gerakan alam semesta didominasi oleh komponen lainnya, energi gelap. Jika anda menempatkan semua energi dan materi alam semesta menjadi pai dan membagi-bagi itu, hasilnya mengejutkan.

Semua galaksi, bintang, planet, komet, asteroid, debu, gas, dan partikel terhitung hanya 4 persen dari alam semesta yang diketahui. Sebagian besar dari apa yang kita sebut “masalah” – sekitar 23 persen dari alam semesta – tidak terlihat mata manusia dan instrumen.

Untuk saat ini para ilmuwan dapat melihat gravitasi materi gelap menarik-narik bintang dan galaksi, tetapi buru-buru mencari cara untuk mendeteksi itu tangan pertama. Mereka berpikir mirip dengan partikel neutrino namun jauh lebih besar bisa menjadi misterius, hal-hal gaib.

Thursday, 13 October 2011

Westerlund 1


Westerlund 1 adalah kluster bintang-bintang dan memiliki jarak sekitar 16.000 tahun cahaya dari Bumi, tepatnya di rasi Ara, Altar. diantara bintang-bintang tersebut, juga ditemukan adanya magnetar.
Westerlund 1 ditemukan pada tahun 1961 oleh astronom Swedia. Westerlund 1 adalah salah satu kluster bintang terbesar di galaksi Bima Sakti -- terdiri dari ratusan bintang yang sangat besar -- di antaranya bersinar dengan kecemerlangan hampir sejuta kali Matahari. Beberapa bintang bahkan berukuran 2.000 kali diameter matahari

Menurut standar alam semesta, klaster ini masih berusia sangat muda. Bintang-bintang itu lahir dalam sebuah peristiwa tunggal, sekitar 3,5 juta hingga 5 juta tahun lalu.

Westerlund 1 adalah sisa-sisa dari beberapa magnetar galaksi -- jenis tertentu dari bintang neutron yang terbentuk dari ledakan supernova, yang dapat menggunakan sejuta medan magnet, dengan kekuatan miliaran kali lebih kuat daripada Bumi.

Bintang Westerlund yang akhirnya menjadi magnetar, memiliki setidaknya 40 kali massa Matahari. Sedangkan bintang yang memiliki massa 10 - 25 kali massa matahari akan membentuk bintang neutron.
Sementara, bintang di atas 25 kali massa Matahari akan menghasilkan lubang hitam (black hole) -- monster gravitasi yang terbentuk saat sebuah bintang sekarat, lalu kolaps ke dalam dirinya sendiri.

Menurut asumsi itu, induk magnetar seharusnya telah menjadi lubang hitam -- karena ukurannya yang besar. Namun menurut ilmuwan, ada alternatif lain, bahwa bintang 'meramping' ke massa yang lebih rendah, memungkinkan dia menjadi bintang neutron. Hal ini dapat terjadi, karena adanya binary system: bintang yang menjadi magnetar lahir beserta pendamping bintang yang lain.

Saat berkembang, keduanya mulai berinteraksi, seperti kembaran yang jahat -- bintang pendamping itu mencuri massa dari leluhurnya. Hingga akhirnya leluhur bintang meledak menjadi supernova.

Menurut teori, pasangan ini terpisah oleh ledakan dan kedua bintang terlontar keluar dari klaster, hanya meninggalkan sisa-sisa pijar yang magnetar.

"Jika benar, ini menunjukkan bahwa sistem biner mungkin memainkan peran kunci dalam evolusi bintang," kata Simon Clark, yang memimpin tim. Para ilmuwan  menggunakan Teleskop di Observatorium Eropa Selatan di Paranal, Chile, untuk membuat pengamatan.

Sistem biner ini bisa dikatakan sebagai "rencana diet kosmis '' untuk bintang kelas berat, yang bisa kehilangan lebih dari 95 persen dari massa awal mereka," katanya.

Magnetar


Magnetar merupakan kelas dalam Bintang Netron yang memiliki medan magnet ultra-kuat, diperkirakan ribuan kali lebih kuat dari bintang netron normal dan menjadikan mereka magnet paling kuat di kosmos. 

Medan magnet yang sangat kuat pada magnetar akan meluruh setelah sekitar 10 ribu tahun, ketika aktivitas dan kekuatan pancaran sinar-X lenyap. Keberadaan magnetar ini mengancam teori evolusi bintang dan kelahiran lubang hitam (black hole). Usia aktif magnetar singkat.

Zat penyusun magnetar adalah neutronium. Ia tercatat dalam Kartu Saku Nuklir Pusat Data Nuklir Nasional AS sebagai isotop pertama sebuah unsur dengan simbol n dan nomor atom Z=0 dan bilangan massa A = 1. Isotop ini dinyatakan meluruh menjadi unsur H dengan waktu paruh antara 10.22 hingga 10.26 menit.

Bintang Netron merupakan sisa dari bintang masif (sekitar 10-50 massa Matahari) yang mengalami keruntuhan terhadap dirinya sendiri. Bintang ini tersusun dari neutron (partikel sub atom yang tidak bermuatan), dengan massa lebih besar dari massa Matahari (1,35 -2,1 massa Matahari) namun hanya berdiameter 20 km.

Magnetar
Bintang ini sangat padat, bahkan satu sendok teh materi bintang netron beratnya bisa mencapai 100 juta ton. Karakteristik lainnya dari bintang netron adalah rotasinya yang cepat, bahkan untuk menyelesaikan satu rotasi hanya membutuhkan satu hingga sepuluh detik saja

Sampai saat ini sudah ada 15 magnetar yang ditemukan. Lima di antaranya dikenal sebagai soft gamma repeaters (SGRs) karena mereka secara sporadis menyemburkan letupan (sekitar 0,1detik) sinar gamma berenergi lemah dan letupan sinar X yang kuat. Sisa 10 magnetar lainnya diasosiasikan sebagai anomalous X-ray pulsars atau AXP’s. Dengan sedikitnya jumlah magnetar yang teramati sekarang, diperkirakan hanya ada 30 juta magnetar tidak aktif di Bima Sakti
 
Walaupun SGRs dan AXP’s pada awalnya diperkirakan sebagai objek yang berbeda, namun saat ini diketahui mereka memiliki karakteristik yang sama dan aktivitas yang terjadi di dalamnya berasal dari medan magnetnya yang kuat.

Magnetar memang berbeda dari bintang netron normal karena medan magnetik di dalam magnetar diperkirakan sangat kuat dan mampu memilin kerak bintang. Seperti sebuah sirkuit yang diberi tenaga oleh baterai raksasa, kemampuan memilin yang ada di magnetar bisa menghasilkan arus dalam bentuk awan elektron yang mengalir disekeliling bintang. Arus tersebut berinteraksi dengan radiasi yang datang dari permukaan bintang dan menghasikan sinar-X.

Teori mengenai objek-objek ini diusulkan oleh Robert Duncan dan Christopher Thompson pada tahun 1992, tetapi ledakan sinar gamma pertama yang tercatat, diduga berasal dari magnetar yang terdeteksi pada tanggal 5 Maret 1979. 

Suatu letupan sinar-x pada tanggal 27 Desember 2004 diduga berasal dari magnetar. Meski tidak dapat melihatnya dengan mata telanjang, tetapi dengan teleskop sinar gamma, peristiwa ini sama terangnya dengan sinar bulan purnama di langit malam.

Objek yang menyebabkan ledakan itu diberi nama SGR 1806-20. Magnetar ini berada di inti nebula radio G10.0-0.3 dan merupakan komponen dari kluster 1806-20, yang pada gilirannya merupakan komponen dari daerah H II terbesar di Bima Sakti. Kluster 1806-20 terdiri dari beberapa bintang yang sangat aneh, termasuk setidaknya dua bintang Wolf-Rayet kaya karbon (WC9d dan WCL), dua hiper raksasa biru dan salah satu bintang terterang paling masif di galaksi, LBV 1806-20. Jaraknya 50 ribu tahun cahaya dari Bumi.

 

Medan gravitasi di permukaan magnetar sekitar 200 miliar kali lebih kuat daripada Bumi dan  kecepatan lepas dari permukaannya adalah sekitar 100 ribu km/detik, ini berarti sekitar sepertiga kecepatan cahaya. Medan gravitasi yang sedemikian kuat ini bertindak sebagai lensa gravitasi yang membengkokkan radiasi yang dipancarkan oleh bintang-bintang, sedemikian hingga permukaan belakang yang normalnya tidak terlihat, menjadi terlihat. .

Tuesday, 6 September 2011

Sistem Kepler 9

Badan antariksa Amerika Serikat (NASA)  mengumumkan temuan baru yang dihasilkan satelit Kepler,  Kamis 26 Agustus 2010. Satelit Kepler menemukan kelompok planet alien, planet-planet yang tak pernah dilihat sebelumnya itu, mengelilingi sebuah bintang -- seperti planet dalam tata surya yang mengelilingi Matahari.  

Tanda-tanda saat kedua exoplanet berbeda itu melintasi bintang tampak dalam data bintang serupa Matahari yang diidentifikasi sebagai Kepler-9. Dan dua planet terbesar dalam sistem itu yang mengorbit bintang tersebut pun dinamai Kepler 9b dan 9c. Dua planet yang ditemukan tersebut memiliki diameter yang hampir sama. Keduanya punya massa dan kepadatan seperti Saturnus. Namun, kedua planet tersebut terlalu dekat dengan bintang -- mirip Matahari, seperti Merkurius yang mengorbit Matahari. Dua planet itu diduga kuat tidak memiliki kehidupan karena sangat panas.

Pengamatan dilakukan selama 7 bulan pada 156 000 bintang yang merupakan bagian dari pencarian planet berukuran Bumi di luar Tata Surya. Dan akhirnya satu per satu penemuan pun bisa dihasilkan. Kamera Kepler berhasil melihat berkurangnya kecerlangan bintang saat planet melintas di depan wajah bintang. Dari kedipan cahaya sesaat inilah ukuran planet bisa diukur.

Untuk kali pertamanya,  dilakukan analisis pengamatan Kepler yang dikombinasikan dengan waktu transit dan observasi kecepatan radial, untuk memperkirakan massa planet-planet alien itu.

Jarak planet dari bintang induk kemudian dikalkulasi dari pengukuran waktu antara setiap momen planet memasuki bintang dan menyebabkan terjadinya redup sesaat pada cahaya bintang. Perbedaan kecil yang muncul secara teratur dari kejadian ini secara terus menerus memungkinkan para astronom untuk menentukan massa planet dan mendeteksi keberadaan planet lainnya yang tidak melintasi bintang.

Pengamatan Lanjutan dan Data Yang Dihasilkan

Dari data Kepler, para peneliti kemudian melakukan pengamatan lanjutan di Observatorium W.M. Keck di Hawaii. Setelah data yang didapat cukup, para astronom pun mengkonfirmasi bahwa sistem tersebut merupakan sistem multi planet. Tujuan lainnya pengamatan di Keck juga untuk melakukan pengukuran massa planet.

Misi Kepler
Pengamatan dari observatorium Kepler mengkonfirmasikan bahwa terdapat dua planet seukuran Saturnus, yang mengorbit sebuah bintang -- dalam jarak sekitar 2.300 tahun cahaya dari Bumi. Selain itu mereka juga mengungkapkan kandidat planet yang mungkin sama ukurannya dengan Bumi, dalam sistem yang sama. Mengapa kandidat? Karena keberadaannya belum terkonfirmasi.  

Diyakini, Kepler 9b merupakan planet terbesar dalam sistem Kepler 9 yang memiliki 2 buah planet tersebut. Keduanya juga ditemukan memiliki massa yang hampir sama namun lebih kecil dari Saturnus.
Exoplanet Kepler 9b berada paling dekat dengan bintang induk dan mengorbit sang bintang selama 19 hari sedangkan Kepler 9c justru memiliki periode orbit lebih panjang di kisaran 38 hari.  Dari hasil pengamatan beberapa kali transit oleh si planet selama 7 bulan, waktu antara setiap peristiwa masuknya planet melintasi bintang bisa dianalisa.

Hasil penemuan ini juga sekaligus merupakan hasil penerapan transit time variations (variasi waktu transit) yang mengamati perubahan yang terjadi dari interval transit yang satu ke yang lainnya. Sebuah bukti interaksi gravitasi antara 2 planet yang tampak dari sudut pandang Kepler.

Sedangkan untuk planet kandidat planet ke-3, tampaknya ia berupa planet Super Bumi dengan radius 1,5 kali radius Bumi. Ia juga diperkirakan mengorbit bintang selama 1,6 hari. Akan tetapi masih dibutuhkan data pengamatan tambahan untuk menentukan apakah sinyal transit itu merupakan sebuah planet ataukah hanya sekedar fenomena astronomi yang meniru penampakan transit.

Sampai saat ini, para astronom belum mengkonfirmasi, apakah ada planet yang memiliki potensi seperti Bumi -- dalam arti bisa menopang kehidupan. Namun, analisa awal mengatakan, planet tersebut punya diameter 1,5 kali Bumi.

Sejak Kepler mulai bekerja sampai dengan hari ke-43 saat data pertama dikumpulkan dari 700 kandidat planet, terdapat 5 kandidat sistem yang memiliki lebih dari 1 planet transit. Hasil identifikasi yang dilakukan tim Kepler menunjukkan target sistem ke-6 yang mengalami multi transit.

Selain kedua planet yang sudah dikonfirmasi, para peneliti Kepler juga mengidentifikasi obyek lain yang tampaknya merupakan planet ke-3 di sistem ini. Tanda keberadaannya memang sangat lemah dalam observasi yang dilakukan pada bintang Kepler-9.

Mencari Kembaran Bumi

Sampai saat ini, para astronot belum menemukan planet mirip Bumi dari observatorium Kepler. Temuan planet ketiga yang mirip Bumi dalam sistem Kepler 9, masih membutuhkan konfirmasi lebih lanjut. Jika keberadaan planet ketiga yang mirip Bumi sudah ada konfirmasi, planet itu bisa menjadi 'planet terkecil' yang dikenal, dalam system Kepler 9.

"Kami bisa mengatakan, dalam hal ukuran fisik, ini akan jadi yang terkecil, tapi kami belum mengetahui massanya," kata Matthew Holman, staf direktur divisi teori astrofisika di Harvard-Smithsonian Center, yang mengkonfirmasi temuan Kepper. Keppler mengungkapkan, planet ketiga ini memiliki radius 11,5 kali Bumi dan memiliki periode orbital sekitar 1,6 hari di Bumi -- lebih pendek dari Kepler-9b dan 9c.

Para peneliti sedang meneliti apakah kandidat 'Kembaran Bumi' mengorbit di bintang yang sama dengan dua planet lainnya. "Salah satu pesan dari pekerjaan ini adalah bahwa Kepler membuat kemajuan menuju tujuan untuk menemukan sistem planet yang mirip dengan tata surya kita."

Namun dalam hal kelayakan huni, sistem Kepler-9 mungkin bukan tempat yang tepat untuk mencari kehidupan. "Planet-planet ini seperti tidak layak huni," kata Holman. Diperkirakan temperatur dua planet terbesar sangat tinggi, sekitar 740 derajat Kelvin (872 derajat Fahrenheit) dan 540 derajat Kelvin (512 derajatFahrenheit)."Temperatur itu jauh di atas titik didih air, maka diduga kuat itu bukan planet berpenghuni.