Showing posts with label Situs Warisan Dunia. Show all posts
Showing posts with label Situs Warisan Dunia. Show all posts

Sunday, 2 March 2014

Banaue Rice Terraces, Philippines



Teras Sawah Banaue (Banau Rice Terrace, Bahasa Tagalog: Hagdan-hagdang Palayan ng Banaue) adalah sebuah teras persawahan tua yang teah berusia sekitar 2000 tahun.  Banau Rice Terrace berada di sebuah pegunungan, pada ketinggian sekitar 1500 meter dari permukaan laut, di provinsi Ifugao, Filipina. Teras sawah ini diciptakan oleh nenek moyang suku asli Batad.

Diperkirakan teras ini dibuat dengan menggunakan tangan dan perlengkapan yang sederhana. Teras Sawah Banaue memiliki luas 10.360 kilometer persegi. Sistem irigasi mengairi lahan persawahan ini dari hutan hujan di puncak pegunungan. Sistem irigasi ini meliputi bendungan, pintu air, saluran irigasi dan pipa-pipa yang terbuat dari bambu.

Wednesday, 11 September 2013

Banaue Rice Terraces

 
The Banaue Rice Terraces adalah teras berusia 2000 th yang terukir di pegunungan Ifugao di Filipina oleh nenek moyang orang-orang pribumi. Rice Terraces biasanya disebut oleh orang-orang Filipina sebagai "Eighth Wonder of the World". Diduga teras ini dibangun dengan menggunakan peralatan yang sangat minim, bahkan diduga sebagian besar pembangunannya dilakukan dengan menggunakan tangan. Teras ini terletak sekitar 1500 meter (5000 kaki) di atas permukaan laut dan mencakup areal seluas 10.360 kilometer persegi (sekitar 4000 mil persegi) dari gunung Ifugao.

Friday, 6 September 2013

Perpustakaan Celcus (Library of Celsus), Turkey


Perpustakaan Celsus (Library of Celcus) adalah sebuah bangunan kuno yang terletak di daerah Asia Kecil, tepatnya ada di Efesus, Anatolia (kini Turki). Awalnya bangunan ini dibangun oleh putra Celcus, yaitu Gaius Julius Aquila Polemaeanus, untuk menghormati Tiberius Julius Celsus Polemaeanus.  Bangunan ini baru terselesaikan pada tahun 135M

Pada tahun 92M, Celcus menjadi Konsul di daerah tersebut dan kemudian pada tahun 115M ia menjadi Gubernur Asia. Saat itu Celcus merupakan orang yang sangat kaya, populer dan dihormati oleh warga lokal

Perpustakaan Celcus, saat itu merupakan perpustakaan ketiga terbesar di dunia, setelah perpustakaan di Alexandria dan di Pergamon (Bergama, di masa Turki modern ini). Kayu-kayu papirus diimport dari Mesir untuk dijadikan kertas. Ekspor kayu papirus ke Ephesus kemudian dihentikan oleh pihak Alexandria (ibukota Mesir jaman Romawi), karena takut jumlah buku atau gulungan papirus di Ephesus melebihi jumlah buku di Alexandria sendiri.

Perpustakaan ini menyimpan 12.000 gulungan kertas yang berupa gulungan kertas papirus, dan di dalamnya terdapat makam monumental bagi Celsus, yang dimakamkan dalam sebuah sarkofagus. Keadaan ini sebenarnya bukanlah suatu kebiasaan bagi warga di daerah itu, untuk menempatkan kuburan di dalam perpustakaan atau bahkan di dalam batas-batas kota. Tetapi hal unik ini dilakukan sebagai suatu penghargaan khusus bagi Celcus. 

Rumah Cinta
Persis diseberang jalan, berhadapan dengan Perpustakaan Celsus terdapat apa yang disebut sebagai ‘Rumah Cinta’. Setelah proses eskavasi, ternyata ditemukan lorong bawah tanah yang menghubungkan Perpustakaan Celsus dengan ‘Rumah Cinta’ ini.



Batu dengan Simbol Kaki dan Hati
Di sisi jalan dari arah teater ke perpustakaan celsus pada sebuah batu yang dijadikan jalan, terdapat simbol yang berupa gambar hati dengan titik-titik atau lubang, cekungan lingkaran, jejak kaki kiri, gambar perempuan bermahkota, dan sebuah bentuk persegi panjang. Yang bisa diartikan, jika anda sedang patah hati, dan anda punya uang (koin), melangkahlah ke depan disebelah kiri, akan ada perempuan cantik yang bisa membuat anda senang.

Bangunan ini merupakan salah satu contoh sisa peninggalan Romawi kuno yang sangat penting dipengaruhi perpustakaan. Di samping itu adanya perpustakaan ini juga menunjukkan bahwa pada saat itu, perpustakaan umum tidak hanya dibangun di Roma sendiri tapi juga di seluruh Kekaisaran Romawi.

Ketika dilakukan restorasi besar-besaran, bagian depan façade, dibangun kembali, dan kini berfungsi sebagai contoh utama dari peninggalan masyarakat arsitektur Romawi. The Library of Celsus juga dapat menjadi contoh kurang terawatnya, perpustakaan ditempat-tempat lain di Kekaisaran Romawi, karena ada koleksi-koleksi sastra yang terdapat di kota-kota Romawi lain, yang mungkin saat itu dipergunakan untuk kepentingan siswa serta kepentingan perjalanan di Roma. Perpustakaan tersebut juga memiliki koleksi dokumen-dokumen lokal yang menarik, seandainya dokumen-dokumen tersebut tidak hancur selama penaklukan Roma.





Wednesday, 4 September 2013

Leptis Magna


 

Leptis Magna, di Libya, merupakan salah satu bangunan bersejarah yang terletak di pinggiran kota Tripoli. Beberapa sebutan lain untuk situs ini antara lain Lectis Magna, Lepcis Magna, Lpqy atau Neapolis. Ini adalah sebuah kota terkemuka pada masa Kekaisaran Romawi. Reruntuhannya berada di Al Khums, Libya, sekitar 130 km arah timur Tripoli, pada pantai di mana Wadi Lebda bertemu lautan. Leptis Magna merupakan tempat kelahiran Kaisar Romawi yang bernama Septimius Severus. Sang Kaisar kemudian membangun dan membesarkan kota tersebut. Leptis Magna merupakan salah satu reruntuhan Romawi paling spektakuler dan tak terjamah di Laut Mediterania, Afrika Utara.
 
Kota ini didirikan pada masa pemerintahan Augustus dan Tiberius, yang berasal dari kaum Phoenician sekitar 1100 SM yang diberi nama Lpqy. Tetapi kemudian kota ini sepenuhnya direnovasi oleh Kaisar Severus. Arsitek bangunan di kota ini merupakan gabungan elemen-elemen monumental utama masa itu. Basilika dan lengkungan merupakan contoh utama seni Romawi baru yang sangat dipengaruhi tradisi Afrika dan Timur. 
 
Kota ini belum mencapai kejayaannya sampai Kartago menjadi kekuatan utama di Laut Mediterania pada abad ke-4 SM dan tetap menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kartago sampai akhir Perang Punic ketiga pada 146 SM dan kemudian menjadi bagian dari Republik Romawi.

Leptis Magna tetap seperti itu sampai masa pemerintahan Kaisar Roma Tiberius, ketika kota dan daerah sekitarnya secara resmi dimasukkan ke dalam kerajaan sebagai bagian dari provinsi Afrika. Kota itu segera menjadi salah satu kota terkemuka Romawi Afrika dan menjadi sebuah pos perdagangan utama.

Leptis Magna adalah kota ketiga terpenting di Afrika, menyaingi Kartago dan Alexandria.

Tuesday, 3 September 2013

Bagan, Myanmar



Bagan (pengucapan [pəɡàN]), di Myanmar, adalah sebuah kota tua yang terletak di Divisi Mandalay, Myanmar. Kota tua yang dibangun sekitar abad ke 11 sampai 13 ini, merupakan peninggalan kerajaan Bagan atau Kerajaan Pagan. Sebelumnya wilayah ini dijuluki Arimaddanapura atau Arimaddana dan juga disebut Tambadipa atau Tassadessa. Kota yang juga dikenal sebagai kota sejuta pagoda ini, sebelumnya merupakan ibukota dari beberapa kerajaan kuno di Burma.

Bagan, sekarang, mencakup areal seluas kurang lebih 42 kilometer persegi.  Daerah seluas ini banyak dihiasi dengan ribuan pagoda kuno, stupa, kuil, aula pentahbisan dan monumen. Bagan merupakan salah satu situs arkeologi terkaya di Asia Tenggara yang memiliki 2230 monumen yang masih berdiri, tetapi sayangnya ada sekitar 1000 monumen yang sudah jadi reruntuhan, Pada awalnya terdapat sekitar 4500 monumen, tetapi sebanyak 600 diantaranya hilang terbawa banjir Ayeyarwady-Irawadi. 

Bagan, sekarang dapat dibagi menjadi tiga zona. Zona yang pertama adalah Nyang-U, yang merupakan pusatnya para turis. Di sini banyak hotel, rumah makan, kafe, dan penyewaan kendaraan. Zona kedua adalah Kota Tua Bagan, yang memiliki banyak peninggalan pagoda dan kuil. Tempat itu merupakan tujuan wisata para turis. Zona terakhir adalah New Bagan, yang sudah banyak bangunan modern dan memang tidak diperuntukkan bagi wisata karena hanya ada permukiman penduduk.

Kompleks Kota Tua Bagan adalah semacam area yang dikelilingi benteng. Tapi benteng itu kini tinggal puing-puingnya saja. Di dalam kompleks itu terdapat candi dan kuil, di antaranya Kuil Ananda Phaya, yang dianggap paling suci; Candi Thatbyinnyu, yang merupakan candi tertinggi; dan Candi Gawdawpalin, yang menjadi salah satu tempat peribadatan terbesar di Bagan. Di luar kompleks kota tua Bagan terdapat candi yang bernama Candi Htilomino.

Bagi masyarakat awam mungkin akan sedikit bingung untuk membedaka antara candi, kuil dan pagoda. Di sini orang agak lebih mudah untuk memahami perbedaan antara candi, kuil, dan pagoda. Kuil di dalamnya ada lorong (buat pedagang) dan ada ruang (biasanya berisi patung Buddha untuk berdoa). Sementara itu, candi adalah bangunan yang biasanya tidak ada ruang untuk berdoa, jadi hanya sebuah bangunan. Sedangkan pagoda adalah bangunan seperti candi tapi memiliki stupa,yang biasanya dilapisi emas. Ada juga situs yang memiliki gabungan candi dan kuil. Untuk membedakan satu pagoda yang dianggap sakral dengan yang tidak, dapat dilihat dari banyaknya penduduk yang berjualan di depan halaman pagoda. Yang mereka jual adalah sesajen berupa rangkaian bunga dan cendera mata untuk wisatawan. Tidak mengherankan jika kita akan dikerubuti para pedagang itu ketika akan memasuki pagoda.


Kuil yang terbesar adalah  Candi Ananda dan Pagoda Shwezigon. Kuil ini sangat mirip dengan Sukhothai di negara Thailand dan beberapa tempat di Kamboja, tetapi kawasan ini jauh lebih besar, selain itu juga terdapat pagoda yang sangat besar. Di samping itu juga terdapat pagoda Shwesandaw Phaya, yang merupakan lokasi dimana para turis paling banyak menggunakannya sebagai tempat untuk melihat matahari terbenam. Persis di depan banguna pagoda ini, terdapat bangunan memanjang yang di dalamnya terdapat sebuah patung Budha yang sedang tidur dengan ukurang yang sangat besar, sebesar bangunan tersebut.

Bagan dapat diakses lewat udara dari Yangon, Mandalay atau Heho (Taungyi) selama kurang lebih satu jam penerbangan. Kuil Bagan juga dapat dicapai lewat jalan darat dari Yangon, sejauh kurang lebih 683 kilometer. Perjalanan dengan menggunakan bus dapat ditempuh dalam waktu sekitar 16 jam. Namun jika menggunakan mobil yang disediakan musafir, mungkin dapat mengurangi waktu tempuh sekitar 2 jam, tetapi karena situasi medan dan jalan-jalan yang ada di Myanmar, perjalanan yang sedemikian ini dapat saja membuat stres dan penuh ketegangan selama dalam perjalanan. Tetapi dengan adanya berbagai kemajuan dan adanya jalan tol, perjalanan ini dapat ditempuh menjadi sekitar 11 jam perjalanan, dengan menggunakan bus malam.

Bagan juga dapat diakses dengan naik perahu, selama kurang lebih 2 minggu perjalanan dari Yangon. Jika Anda datang sebagai turis internasional, akses terbaik adalah perjalanan melalui Bandara Bangkok dan Yangon.

Pagoda Shwezigon

Pagoda Shwezigon memiliki stupa berwarna keemasan di bagian tengahnya. Pagoda ini merupakan bangunan pertama yang dibangun di Burma pada tahun 1087. Pagoda yang cantik ini, pada awalnya dibangun oleh Raja Anawrahta, tetapi baru diselesaikan oleh Raja Kyanzitta. Ternyata pagoda ini merupakan prototype pembangunan Pagoda Shwedagon yang tersohor itu.

Selain terdapat bangunan pagoda dengan atap tradisional Burma yang khas, dalam kompleks Shwezigon juga terdapat candi batu bata, yang masih tegak berdiri dan bangunan-bangunan lain berwarna putih, sehingga menimbulkan warna warni yang sangat kontras dengan langit biru.

Di bagian tenggara pagoda ini, terdapat patung 37 Nat (Spirit) yang dipercaya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Burma. Dan sebagai salah satu pagoda yang tertua di Bagan, Shwezigon merupakan tempat diakuinya ke 37 Nat oleh Kerajaan Burma.

Lokasi Pagoda ini berada di sebelah kanan dari jalan Bagan – Nyaung Oo Utara, tepat setelah melewati stasiun bis. Jalan menuju Pagoda, di sepanjang lorong lebar, para pedagang kaki lima yang sangat ahli menjual, tampak memenuhi pelataran.

Thagya Pone

Thagya Pone terletak di bagian awal di jalan Bagan – Nyaung Oo.Pagoda yang dibangun oleh Raja Kyansittha pada abad 13 ini, merupakan Pagoda 2 lantai dengan pelataran luas pada lantai atas. Pada lantai 1 terdapat Patung Buddha dalam keadaan duduk dengan dekorasi yang masih asli di bagian dinding dan langit-langitnya. Pemandangan luar biasa tentang hamparan pagoda di Bagan dapat dilihat dari pelataran di lantai atas.  

Htilominlo Pahto

Pagoda ini dibangun oleh Raja Nantaungmya. Pagoda ini merupakan pagoda terakhir yang dibangun di Bagan dengan gaya Myanmar. Raja membangun pagoda ini untuk memperingati terpilihnya dia sebagai Putra Mahkota diantara 5 saudaranya di tempat ini. Pada saat itu pemilihan raja ditandai dengan dipayunginya calon raja. Htilominlo sendiri bermakna ‘disukai oleh Raja dan Payung Kerajaan (hti = payung).

Didalamnya terdapat empat patung Buddha keemasan dalam keadaan duduk di setiap arah mata angin. Yang menarik adalah banyaknya ukiran cantik dan dekorasi yang menghiasi langit-langit dan pinggiran pagoda serta pintu-pintu masuk pagoda yang cukup besar ini.

Upali  Thein

Upali Thein merupakan bangunan tempat para pendeta berkumpul (Sima). Bangunan ini berseberangan dengan Pagoda Htilominlo, dan berada di pinggir jalan Utama dengan hiasan pohon flamboyan yang cantik. Dibangun oleh seorang pendeta bernama Upali pada pertengahan abad 13. Bentuk pagoda menyerupai Khmer.

Di sini, menurut sejarah, banyak lukisan yang sangat indah di dinding hingga ke langit-langit atas yang dibuat pada akhir abad 17 atau awal abad 18 yang menceritakan kehidupan Sang Buddha Gautama.
 
Gerbang Tharabar

Memasuki Gerbang Tharabar, artinya kita memasuki kota Tua Bagan. Gerbang yang dibangun oleh Raja Pyinbya pada tahun 849 merupakan satu-satunya yang tersisa dari tembok yang mengelilingi kota Tua Bagan. Gerbang Tharabar ini hanya ada di bagian Timur kota, sementara yang barat dan utara sudah lenyap tergerus sungai Irrawaddy. Menurut sejarah ada 12 gerbang. Tharabar sendiri berasal dari kata Pali, Sarabhanga yang berarti terlindungi dari panah. Penduduk lokal biasanya tidak melewati begitu saja gerbang ini tanpa mendapatkan berkah dari spirit-spirit yang dipercaya menjaganya (Nat).

Shwegugyi

Pagoda Shwegugyi berada di depan Royal Palace atau dikenal dengan nama Burma Nandaw Oo Phaya (Pagoda di depan Istana Kerajaan). Pagoda ini bermakna Gua Keemasan dan dibangun oleh Raja Alaungsithu di tahun 1140. Merupakan salah satu dari pagoda yang masih utuh di daerah Bagan, sehingga tidak memerlukan banyak imajinasi untuk  membayangkan kehebatan kehidupan di Bagan pada jaman dulu.

Menurut legenda, pagoda Shwegugyi yang dibangun dalam waktu 7 bulan 7 hari ini memiliki kisah kelam dibaliknya. Kabarnya, ketika usia telah lanjut, fisik Raja Alaungsithu menjadi sakit-sakitan, sehingga Sang Anak Raja memindahkannya dari istana ke pagoda Shwegugyi serta membiarkannya menderita agar wafat dengan sendirinya. Namun, bukannya mangkat, Sang Raja bahkan mendapatkan kembali kesadaran dan kesembuhan. Tetapi malang, kesadarannya membuat gelap mata Sang Anak dan ia pun langsung membunuh Sang Raja.

Pagoda Mahaboddhi

Pagoda Mahaboddhi yang bergaya India ini, dibangun pada abad 12 oleh Raja Nantaungmya. Pagoda ini memang meniru Pagoda Mahaboddhi yang ada di Bodhgaya, Bihar, India, yang merupakan tempat asli Sang Buddha menerima pencerahan.

Arsitektur yang menjulang keatas dari dasar yang berbentuk bujursangkar dan didekorasi oleh celah-celah berisi patung Buddha yang sedang duduk ini, memang sangat berbeda dengan arsitektur pagoda Burma pada umumnya yang berbentuk seperti genta atau nanas.

Di bagian dalam atau bagian kanan pagoda, terdapat stupa dan reruntuhan pagoda yang terbuat dari batu bata yang dihiasi oleht hiasan pagoda yang detil. Di Mahaboddhi ini terdapat banyak pohon flamboyan dengan bunganya yang bermekaran berwarna oranye, sangat kontras dengan keadaan sekitarnya yang gersang dan penuh debu.

Ananda Phaya

Pagoda tersuci di Bagan, adalah Ananda Phaya, yang dibangun oleh Raja ketiga Bagan, Raja Kyanzittha di tahun 1105. Kata Ananda sendiri bermula dari kata Pali “Anantapannya”, yang artinya kebijaksanaan tanpa batas.

Pagoda ini berisikan 4 Buddha Keemasan dengan posisi berdiri yaitu Buddha Kassapa menghadap Selatan, Kakusanda menghadap Utara, Konagamana dengan posisi mudra tangan terentang kebawah (bermakna mengelola terhadap penderitaan) menghadap Timur dan Buddha Gautama dengan abhaya mudra (posisi tangan terbuka di depan dada seperti menahan dengan makna tidak takut) menghadap Barat. Keempat patung Buddha yang telah mencapai Nirwana ini tingginya mencapai hampir 10 meter. 

Menurut informasi, hanya Buddha Kassapa dan Kakusanda yang lebih bergaya Bagan dan memiliki posisi mudra dhammachakka (posisi tangan saat Sang Buddha memberi pelayanan pertama) yang masih asli, sedangkan dua patung lainnya yang lebih bergaya Mandalay merupakan replika karena sebelumnya terbakar. Seluruh patung Buddha terbuat dari kayu jati utuh, tetapi ada yang mengatakan bahwa Buddha Kassapa yang menghadap arah selatan terbuat dari perunggu. Di dekat kaki Buddha Gautama terdapat patung seukuran manusia yang merepresentasikan Raja Kyanzittha dan Shin Arahan, pendeta Buddha yang mentahbiskan Raja menjadi Buddhist Theravada.

Bentuk pagodanya sendiri secara keseluruhan bergaya Mon, dan seantero Bagan merupakan pagoda yang tercantik, yang paling bisa terselamatkan dari seluruh pagoda di Bagan. Pada tahun 1990 dalam rangka memperingati 900 tahun pembangunan Ananda Phaya, puncak stupa dilapisi emas. Sementara lapisan luar seluruh dinding tetap berwarna putih yang dibersihkan secara periodik.

Ananda didirikan berdasarkan legenda 8 pendeta Buddha yang menceritakan kenyamanan meditasi di tempat mereka di Himalaya kepada Raja Kyanzittha. Sang Raja yang memang ingin memiliki pagoda sejuk di dataran Bagan yang panas dan membosankan, kemudian menyuruh para arsiteknya mendirikan pagoda ini. Setelah pagoda ini terbangun, Raja membunuh seluruh arsiteknya agar keunikan teknik sejuk dari pagoda ini tetap terjaga.

Sebenarnya struktur pagoda ini sangat sederhana. Bagian Utama yang berukuran 53 meter di setiap sisinya, dan dekorasi serupa Stupa Utama menjulang ke atas. Koridor masuk dibuat membentuk salib sempurna dengan setiap ujung koridor memiliki dekorasi menyerupai stupa. Yang mengagumkan adalah pintu dari kayu jati berukir yang sangat besar, yang memisahkan ruang dalam dari ruang-ruang bagian luar. Ceruk-ceruk di sekitar Ruang Utama berisikan patung-patung berlapis emas termasuk patung reclining Buddha ukuran kecil. Dekorasi dan ukiran yang cantik terutama dekorasi pintu bagian atas juga patung-patung penjaga pintu. 

Untuk ke Ananda, berbeloklah ke kiri dari jalan selatan Bagan – Nyaung U sebelum Gerbang Tharaba, dan disambut dengan sejumlah pedagang kaki lima yang menjajakan souvenir. Namun begitu masuk ke dalam, nikmati saja keindahan patung Buddha seisi pagoda. Lengkung-lengkung di kiri kanan lorong menuju Pagoda ini memang sangat cantik untuk dinikmati.

Ananda Oakkyaung
 
Ananda Oakkyaung merupakan bangunan biara yang terbuat dari batu bata dan berada tepat di sebelah Pagoda Ananda Phaya. Biara ini dibangun oleh Raja Kyanzittha pada tahun 1137. Ananda Oakkyaung sendiri bermakna Biara dari Batu Bata, sedangkan Ananda sendiri bermakna kebijaksanaan tanpa batas. 

Di dinding bagian dalam mengisahkan kehidupan Sang Buddha dan sebagian tentang sejarah Bagan. Di biara ini terdapat kisah seorang pendeta Buddha, Shin Thuddhamma Linkara, yang karena kebaikan hati Sang Raja, dapat tinggal dan bermeditasi dengan tenang di dekat Pagoda Ananda.

Thatbyinnyu

Pagoda Thatbyinnyu adalah pagoda berwarna putih yang menjulang dan terlihat dari jauh. Pagoda ini, dibangun oleh Raja Alaungsithu pada abad 11. Thatbyinnyu sendiri bermakna ‘mengetahui akan pengetahuan secara menyeluruh dan melihat secara luas’

Pagoda ini merupakan salah satu pagoda besar tertua yang berlantai dua dan tertinggi. Namun mengingat usia pagoda yang sudah ratusan tahun dan untuk menjaga kelestariannya, akses untuk ke lantai dua ditutup. Jendela-jendela di lantai satu dan dua yang terbuka dan terlihat dari lorong bagian dalam membuat pagoda ini terasa tinggi dan berangin. Pagoda ini memang menarik, terutama pada beberapa pintu gerbang yang berlengkung-lengkung.

Di bagian barat daya terdapat bangunan batu bata yang konon digunakan untuk menggantung genta besar. Menurut cerita, Raja Alaungsithu mempersembahkan dua genta besar selama berkuasa. Satu genta terdapat di Thatbyinnyu dan satu lagi di Shwegugyi. Genta ini terbuat dari perunggu murni, lebih menakjubkan dari 5 genta yang dipersembahkan oleh kakeknya, Raja Kyansittha.

Keunikan lain di sebelah timur laut pagoda ini terdapat pagoda kecil yang menurut cerita menjadi pagoda penghitung. Setiap 10000 batu bata yang dibuat pada pagoda Thatbyinnyu, disisihkan sebuah batu bata. Jadi hitung saja berapa batu bata yang digunakan untuk membangun Thatbyinnyu.

Di depan Pagoda Thatbyinnyu terdapat pohon flamboyan dengan bunga oranye yang memberi warna cantik di sekitaran pagoda dengan bangku bercat biru muda di bawahnya.Pagoda tertinggi pada abad 11 ini (66 meter), berada di Bagan Lama, setelah Gerbang Tharabar jalan kedua di bagian kiri jalan.

Dhammayangyi

Pagoda terbesar di Bagan yang berbentuk seperti pyramid dan memiliki kissah menarik dibaliknya ini, dibangun oleh Raja Narathu pada tahun 1163 – 1165 untuk menebus kesalahannya mengkhianati ayah, kakak dan juga isterinya, walaupun akhirnya ia sendiri dibalas dengan pengkhianatan pula. Keeksentrikan Sang Raja terefleksi dalam pekerjaan peletakan batu bata yang sangat halus (kabarnya ia menghukum peletak batu-bata karena kecerobohannya meletakkan batu-bata, sehingga terlihat jarak antar batu-bata).

Pembangunan Pagoda yang tidak selesai dan akhirnya terabaikan ini berjalan selama tiga tahun dengan disain awal menyerupai Pagoda Ananda; dengan dua koridor mengelilingi bagian dalam dan empat ruang dalam menghadap arah mata angin. Namun karena problem struktural yang terjadi mendekati saat penyelesaiannya, koridor dan ruang dalam ditutup dengan batu bata. Begitu banyak teka-teki dan misteri kelam yang menyelubungi Pagoda ini, sehingga terkenal sebagai pagoda yang berhantu untuk sebagian orang.

Walaupun demikian, temboknya sangat halus. Setiap arah mata angin terdapat Patung Buddha besar berjubah merah hati dalam posisi duduk dan di sebagian tembok-temboknya terdapat lukisan-lukisan asli tentang kehidupan sang Buddha dan kehidupan masyarakat Bagan saat itu. Di salah satu arah mata angin, terdapat patung Reclining Buddha dalam ceruk dan dibaliknya terdapat 2 patung Buddha dalam posisi duduk bersebelahan yang hanya terdapat di Pagoda Dhammayangyi ini.


Pagoda Dhammayangyi berlokasi sekitar 1 kilometer di sebelah tenggara jalan Anawratha dan memiliki gerbang depan yang tinggal berupa reruntuhan.

Pagoda Sulamani

Pagoda ini, didirikan oleh Narapatisithu pada tahun 1183 dan terkenal akan ilustrasi dan dekorasi cantik di sekeliling temboknya. Pagoda Sulamani ini berlantai dua dan menyerupai piramida dengan teknik peletakan batubatanya termasuk yang terbaik di area Bagan. Sayang, sebagian dari pagoda mengalami kerusakan akibat gempa besar pada tahun 1975.

Patung Buddha keemasan terdapat pada keempat arah mata angin dengan posisi duduk. Dan memang pada dindingnya terdapat Ilustrasi mengenai kehidupan Sang Buddha dan kehidupan di Bagan yang masih sangat jelas dan terpelihara.


Monday, 18 February 2013

Palenque


Palenque adalah kota pada masa kejayaan orang Maya,  yang berkembang pada abad ke-7. Palenque terletak 130 km sebelah selatan Ciudad del Carmen dan berada di dekat Sungai Usumacinta di negara bagian Chiapas, Meksiko. Kota muno ini terletak pada ketinggian 150 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan mencapai 2.160 mm per tahun.

Sebelum ditemukan dan dilakukan penggalian kembali, lokasi dimana reruntuhan Paenque berada, telah menjadi hutan yang lebat dengan ditumbuhi berbagai pepohonan seperti cedar, mahoni, pohon sawo dan sebagainya. Tetapi setelah digali, sekarang menjadi situs arkeologi yang terkenal dan menjadi daya tarik bagi ribuan wisatawan.

Palenque adalah sebuah situs berukuran sedang, jauh lebih kecil dibandingkan situs besar seperti Tikal atau Copán, tetapi berisi beberapa arsitektur terbaik seperti, patung, sisir atap dan relief ukiran bangsa Maya. Sebagian besar sejarah Palenque telah direkonstruksi berdasarkan prasasti hiroglif di banyak monumen. Sejarawan sekarang memiliki urutan panjang dari dinasti yang berkuasa dari Palenque di abad ke-5 dan pengetahuan luas tentang persaingan kota-negara dengan negara lain seperti Calakmul dan Tonina. Penguasa yang paling terkenal di Palenque adalah Pacal Agung, yang makamnya telah ditemukan dan digali di Kuil Prasasti .
 
Pada tahun 2005, daerah yang ditemukan baru mencapai 2,5 km ² (1 sq mi), itupun diperkirakan masih kurang dari 10% dari total luas kota ini, yang akan dieksplorasi, dan meninggalkan lebih dari seribu struktur yang masih tertutup oleh hutan.

Situs Palenque telah ditinggalkan oleh orang Maya selama beberapa abad, ketika penjelajah Spanyol tiba di Chiapas pada abad ke-16. Orang Eropa pertama yang mengunjungi reruntuhan dan mempublikasikan situs ini adalah imam Pedro Lorenzo de la Nada, pada tahun 1567. 

Pada saat itu orang Maya lokal "Chol" menyebutnya Otolum yang berarti "Tanah dengan rumah-rumah yang kuat", dan de la Nada  diterjemahkan secara kasar untuk memberikan situs ini nama "Palenque" (dari bahasa Catalan "palenc", "palisade") yang berarti "fortifikasi" dalam bahasa Spanyol (antara lain). Palenque juga menjadi nama untuk kota Santo Domingo de Palenque.
 
Sebuah nama kuno untuk pusat kota saat ini, yang telah dikonsolidasikan adalah Lakam Ha, yang diterjemahkan sebagai "Big Water", yang merujuk pada berbagai mata air dan air terjun yang luas, yang ditemukan di dalam situs tersebut. Palenque adalah ibukota periode Klasik yang penting bagi bangsa Maya.

Monday, 4 February 2013

Benteng Dinasti Ho



Benteng Dinasti Ho, (Bahasa Vietnam: Thành nhà Hồ) adalah benteng penting yang dapat ditemukan di Vietnam selatan, Provinsi Thanh Hoa, sekitar 150 km sebelah selatan dari Hanoi, 1600 km sebelah utara dari Kota Ho Chi Minh..

Benteng dinasti Ho merupakan proyek arsitektur yang khas, yang dibangun pada tahun 1397 dan terdapat  di tengah-tengah satu pemandangan alam yang sangat indah di antara sungai Ma dan sungai Buoi di kabupaten Vinh Loc, Provinsi Thanh Hoa. 

Benteng sebelah dalam dibangun dari gumpalan-gumpalan batu besar, memanifestasikan perkembangan teknik arsitektur dan perancangan perkotaan yang sudah bertaraf tinggi, yang dimiliki orang Vietnam pada enam abad lalu. Gumpalan-gumpalan batu besar, dengan bobot puluhan ton, dibentuk secara teknis dan dinaikkan sampai pada ketinggian 10 meter, dirakit secara canggih dengan bentuk melengkung secara manual, telah sangat dikagumi oleh para ilmuwan domestik dan internasional. 

Pada tahun 1397, untuk menyiapkan pertempuran menentang agresor Ming, Raja Ho Qui Ly (1336-1407) telah membangun satu benteng  batu  dengan arsitektur yang khas di  desa An Ton, kabupaten Vinh Loc, yang jaraknya  kira-kira 50 kilometer dari kota Thanh Hoa ke arah Barat.  Benteng ini punya banyak nama seperti Yen Ton, Tay Do, Tay Giai, Tay Kinh, tetapi rakyat  sering menyebutnya sebagai Benteng Dinasti Ho.


 
Benteng ini dibangun berbentuk segi panjang, yang panjangnya 900 meter, lebarnya 700 meter, tingginya kira-kira 6 meter. Seluruh benteng dibangun dengan gumpalan-gumpalan batu yang sangat besar (ada yang beratnya lebih dari 30 ton) dengan volume kira-kira 20000 meter kubik. Seluruh benteng dan 4 pintu pokok,  dibangun dengan gumpalan-gumpalan  batu kapur hijau  dan dipotong-potong  secara halus  dan ditumpuk-tumpuk  sengat erat. Gumpalan-gumpalan batu ada yang panjangnya 1,5 meter dan beratnya 24 ton.  
 
Total volume batu yang digunakan untuk membangun benteng ini kira-kira 20 000 meter kubik dan kira–kira 100.000 meter kubik tanah yang ditimbunkan dengan penuh kecermatan. Hal yang istimewa ialah gumpalan-gumpalan batu yang beratnya ribuan ton itu hanya ditumpuk-tumpuk saja tanpa zat perakat, tapi tetap menjamin keawetanya  dalam waktu 600 tahun ini.  Mengalami pasang surut-nya  sejarah dan pengaruh cuaca, tetapi benteng ini masih relatif utuh.



Pham Van Chay, seorang peneliti tentang benteng Dinasti Ho memberitahukan: “Dulu, ketika membangun benteng ini, orang berfikir bahwa benteng ini dibangun menurut arah menggunakan faktor “Hidup”  sebagai poros  artinya batu  yang panjangnya 5 meter  menjadi simbol bagi  faktor “Hidup”, “Tua”, “Sakit” dan “Mati”. Saya  fikir  para pendahulu kita  telah membangun 8 tempat menarik batu  untuk membangun benteng. Setiap tempat pemarikan  batu ini terletak kira-kira 200 meter dari benteng ini. Jalan untuk menarik batu  ini biasanya miring dan menggunakan gajah untuk menarik batu  guna membangun benteng”. 

Benteng Dinasti Ho punya empat  pintu  Timur, Barat, Selatan dan Utara, dan keempat pintu ini semuanya dibangun dengan bentuk cekung dan dikaitkan satu sama lain dengan gumpalan-gumpalan batu yang berbentuk pangsa jeruk dan cengkungan dengan keseimbangan yang luar biasa. 

Meski Benteng Dinasti Ho telah mengalami kerusakan akibat bencana alam dan peperangan selama berabad-abad namun hanya sedikit saja berkurang aspek wibawa dan kekokohannya, tetapi segala yang  tersisa  sampai dewasa ini tetap menjadi kebanggaan dari generasi mendatang, berkaitan dengan seni arsitekturnya yang  khas.

Pada awal abad ke-XX,  peneliti  tentang  kebudayaan Indocina, asal Perancis L.Bazacier telah memberikan penilaian tentang benteng Dinasti Ho sebagai berikut: Benteng ini adalah satu contoh dan satu-satunya yang menggunakan gumpalan-gumpalan batu kapur besar yang dipotong-potong dan dirakit secara sangat pandai. Benteng Dinasti Ho.menjadi salah satu diantara karya-karya  yang paling indah dari arsitektur Vietnam.

Tentang nilai-nilai  peninggalan Benteng Dinasti Ho, Vuong Van Viet, Wakil Ketua Komite Rakyat provinsi Thanh Hoa memberitahukan: “Nilai yang paling menonjol dari Benteng Dinasti Ho ialah, pertama adalah satu ibukota kuno, mengalami waktu selama lebih dari 600 tahun, tetapi tetap hidup di tengah-tengah alam. Yang ke-2 ialah peninggalan ini adalah satu interferensi dari berbagai kebudayaan, khususnya pengaruh kebudayaan Tiongkok dan agama-agama  seperti  Buddhisme, Konfusinisme .dan yang ke-3 ialah  teknik  pembangunan dari generasi masa itu”.



Goteri batu yang dipadukan dengan peluncur untuk mengangkut gumpalan batu  digunakan bagi pembangunan benteng

Kalau datang ke situs Benteng Dinasti Ho, selain mengunjungi benteng ini,  wisatawan  akan memandangi benda-benda yang  bersangkutan dengan Dinasti Ho  seperti  goteri batu  yang dipadukan dengan peluncur-peluncur untuk mengangkut gumpalan-gumpalan batu besar membangun benteng,bermacam jenis genting  untuk menghias  atap Istana Dinasti Raja Ho  dan berbagai  jenis senjata  sepeti peluru batu, ranjau  bersegi  empat, mata pisau, mata panah  dll… Hal itu  menunjukkan  pekerjaan pertahanan militer yang diperhatikan oleh Dinasti Ho. Vuong Van Kiet, Wakil Ketua Komite Rakyat provinsi Thanh Hoa memberitahukan: Dalam waktu mendatang,  pronvinsi Thanh Hoa  menggelarkan secara sinkron banyak solusi untuk menjaga dan mengembangkan nilai-nilai  bersejarah peninggalan ini. Yang mendesak, provinsi Thanh Hoa akan melaksanakan  konservasi dan pemugaran  sesuai dengan Undang-Undang tentang Warisan Budaya Vietnam dan Konvensi Internasional, terus membuat rencana mengkonservasi dan memugar warisan ini dan kemudian disampaikan kepada Perdana Menteri untuk diesahkan. Selanjutnya, provinsi ini berkoordinasi dengan badan - badan fungsional selangkah demi selangkah melakukan ekskawasi, mengundang  semua sumber investasi untuk meningkatkan  daya tarik  peninggalan ini dan menyerap kedatangan wisatawan.

Galeri


Kolam raja - tempat mandi raja dinasti Ho



Prasasti pada dinasti Ho



Benda-benda peninggalan dari dinasti Ho

Friday, 1 February 2013

Pompeii


Pompeii adalah sebuah kota di zaman Romawi kuno yang telah menjadi puing dan berada di sisi tenggara kota Napoli, tetapi sekarang berada di wilayah Campania, Italia. Pompeii hancur akibat letusan gunung Vesuvius pada 79 M. Debu letusan gunung Vesuvius yang sedemikian tebal telah menimbuni kota Pompeii dengan segala isinya sampai sedalam beberapa kaki, sehingga menyebabkan kota ini hilang selama 1.600 tahun, sebelum ditemukan kembali dengan tidak sengaja. Saat dilakukan penggalian kembali kota ini tampak pemandangan yang luar biasa dan terinci mengenai kehidupan sebuah kota pada saat puncak kejayaan Kekaisaran Romawi.

Kota ini berdiri di lokasi yang terbentuk dari aliran lava membujur ke arah utara menuju hilir Sungai Sarno (zaman dulu bernama "Sarnus"). Awalnya tempat ini berada dekat dengan pantai, tetapi saat initelah agak jauh menjorok ke daratan.

Pada abad pertama Masehi, Pompeii hanyalah salah satu dari sekian kota yang berlokasi di sekitar kaki Gunung Vesuvius. Wilayah ini cukup besar jumlah penduduknya dan merupakan daerah yang makmur karena tanah pertaniannya subur. Akibat letusan gunung Vesuvius, beberapa kelompok kota kecil di sekitar Pompeii seperti Herculaneum, juga ikut menderita kerusakan atau kehancuran.

Sejarah

Kota Pompeii didirikan sekitar abad ke-6 SM oleh orang-orang Osci atau Oscan, yaitu sekelompok masyarakat di bagian tengah Italia. Saat itu, kota ini sudah digunakan sebagai pelabuhan yang aman oleh para pelaut Yunani dan Fenisia. Ketika orang-orang Etruska mengancam akan melakukan serangan, kota Pompeii bersekutu dengan orang-orang Yunani, yang kemudian menguasai Teluk Napoli.

Pada abad ke-5 SM orang-orang Samnium menduduki kota Pompeii beserta semua kota di Campania. Para penguasa baru ini memaksakan arsitektur mereka dan memperluas wilayah kota. Diyakini juga bahwa selama pendudukan orang-orang Samnium, Roma sempat merebut kembali Pompeii untuk sementara waktu, namun teori ini belum terbuktikan.

Pompeii ikut ambil peranan dalam peperangan yang dimulai oleh kota-kota Campania melawan Roma, namun pada tahun 89 SM kota ini dikepung oleh Sulla. Walaupun tentara Liga Sosial yang dipimpin oleh Lucius Cluentius ikut membantu melawan Roma, pada tahun 80 SM Pompeii dipaksa menyerah setelah Nola ditaklukkan. Pompeii lalu menjadi sebuah koloni Roma dengan nama: Colonia Cornelia Veneria Pompeianorum.

Kota ini kemudian berkembang menjadi jalur penting bagi barang-barang yang datang lewat laut, yang harus dikirim ke Roma atau Italia Selatan, yang terletak di sepanjang Via Appia yang tidak jauh dari situ.

Kehancuran Pompeii

Pada tahun 62 M, sebuah gempa bumi hebat merusakkan Pompeii bersama banyak kota lainnya di Campania. Di masa antara tahun 62 M hingga letusan besar Vesuvius tahun 79 M, kota ini dibangun kembali, bahkan bangunan dan karya seni yang dihasilkan, mungkin lebih megah dibanding sebelumnya.

Penduduk Pompeii, seperti halnya mereka yang hidup di daerah itu sekarang, mereka sudah terbiasa dengan adanya gempa dengan getaran-getaran kecil, namun pada 5 Februari 62, terjadi gempa bumi yang hebat, yang mengakibatkan kerusakan yang cukup besar di sekitar teluk itu, khususnya terhadap Pompeii.

Saat gunung Vesuvius meletus, sebagian kerusakan akibat gempa sebelumnya mesih belum sempat diperbaiki. Para ahli meyakini bahwa gempa tersebut bukan disebabkan oleh aktifitas magma di dalam perut gunung Vesuvius tetapi merupakan gempa tektonik yang besar.

Sebuah gempa lainnya, yang lebih ringan, terjadi pada tahun 64; peristiwa ini dicatat oleh Suetonius dalam biografinya tentang Nero, dalam De Vita Caesarum, dan oleh Tacitus dalam Buku XV dari Annales, karena hal ini terjadi ketika Nero berada di Napoli dan tampil dalam sebuah pertunjukan untuk pertama kalinya di sebuah panggung umum. Suetonius mencatat bahwa kaisar tidak memedulikan gempa itu dan terus bernyanyi hingga selesai lagunya, sementara Tacitus mencatat bahwa teater itu runtuh setelah orang-orang di dalamnya dievakuasi. Penulis Plinius Muda menyatakan dalam tulisannya bahwa getaran bumi itu "tidaklah begitu menakutkan, karena sering terjadi di Campania".

Pada awal Agustus tahun 79, mata air dan sumur-sumur mengering. Getaran-getaran gempa ringan mulai terjadi pada 20 Agustus 79, dan menjadi semakin sering pada empat hari berikutnya, namun peringatan-peringatan itu tidak disadari orang, dan pada sore hari tanggal 24 Agustus, sebuah letusan gunung berapi yang mematikan terjadi. Ledakan itu merusakkan wilayah tersebut, mengubur Pompeii dan daerah-daerah pemukiman lainnya. Kebetulan tanggal itu bertepatan dengan Vulcanalia, perayaan dewa api Romawi.

Laporan saksi mata satu-satunya yang bertahan dan dapat diandalkan tentang peristiwa ini dicatat oleh Plinius Muda dalam dua pucuk surat kepada sejarahwan Tacitus. Dari rumah pamannya di Misenum, sekitar 35 km dari gunung berapi itu, Plinius melihat sebuah gejala luar biasa yang terjadi di atas gunung. Vesuvius: sebuah awan gelap yang besar berbentuk seperti pohon pinus muncul dari mulut gunung itu. Setelah beberapa lama, awan itu dengan segera menuruni lereng-lereng gunung dan menutupi segala sesuatu di sekitarnya, termasuk laut yang di dekatnya.

"Awan" yang digambarkan oleh Plinius Muda itu kini dikenal sebagai aliran piroklastik, yaitu awan gas yang sangat panas, debu, dan batu-batu yang meletus dari sebuah vulkano. Plinius mengatakan bahwa beberapa gempa bumi terasa pada saat letusan itu dan diikuti oleh getaran bumi yang dahsyat. Ia juga mencatat bahwa debu juga jatuh dalam bentuk lapisan-lapisan yang sangat tebal dan desa tempat ia berada harus dievakuasi. Laut pun tersedot dan didorong mundur oleh suatu "gempa bumi", sebuah gejala yang disebut oleh para geologiwan modern sebagai tsunami.

Saat itu matahari tertutup oleh letusan itu dan siang hari menjadi gelap gulita. Pamannya, Plinius Tua mengambil beberapa kapal untuk meneliti gejala ini dan menyelamatkan orang-orang yang terperangkap di kaki gunung itu. Tetapi karena tidak dapat mendarat dekat vulkano itu akibat angin yang tidak menguntungkan dan debu yang dihasilkan letusan itu, Plinius Tua melanjutkan perjalanan ke Stabiae sekitar 4,5 km dari Pompei. Ia meninggal di sana keesokan harinya. Dalam suratnya yang pertama kepada Tacitus, kemenakannya menduga bahwa ini disebabkan karena pamannya menghirup gas beracun. Namun Stabiae 16 km jauhnya dari tempat kejadian dan rekan-rekannya tampaknya tidak terpengaruh oleh hirupan udara itu, dan karena itu kemungkinan sekali kematiannya disebabkan karena Plinius yang gemuk itu meninggal karena stroke atau serangan jantung.

Kota Yang Hilang Ditemukan Kembali

Lapisan debu tebal menutupi dua buah kota yang lokasinya dekat dengan kaki gunung Vesuvius, sehingga kedua kota ini menjadi hilang dan terlupakan. Setelah 16 abad berlalu, kota Herculaneum ditemukan kembali pada 1738, dan Pompeii pada 1748. Kedua kota ini digali kembali dari lapisan debu tebal dengan membebaskan semua bangunan-bangunan dan lukisan dinding yang masih utuh. Sebenarnya, kota ini telah ditemukan kembali pada 1599 oleh seorang arsitek bernama Fontana yang menggali sebuah jalan baru untuk sungai Sarno, namun membutuhkan lebih dari 150 tahun kemudian barulah sebuah upaya/kampanye serius dilakukan untuk membebaskan kota ini dari timbunan tanah.

Ada teori tanpa bukti yang menyatakan bahwa Fontana menemukan beberapa fresko erotis selama penggalian yang dilakukannya, namun karena norma-norma kesopanan yang amat kuat saat itu ia mengubur fresko-fresko itu kembali. Hal ini diperkuat oleh laporan-laporan penggalian oleh tim lain sesudahnya yang menyatakan bahwa daerah galian tersebut menunjukkan suasana telah pernah digali dan dikuburkan kembali.

Raja Charles VII dari dua Sisilia sangat tertarik dengan temuan-temuan ini, bahkan hingga ia diangkat menjadi raja Spanyol. Giuseppe Fiorelli mengambil tanggung jawab ekskavasi pada 1860. Hingga saat itu Pompeii dan Herculaneum dianggap telah hilang selamanya. Di kemudian hari, Giuseppe Fiorelli adalah orang yang menyarankan penggunaan teknik injeksi plester terhadap ruangan kosong dalam tubuh korban Vesuvius yang sudah hancur untuk membentuk kembali permukaan tubuh mereka secara sempurna.

Forum (bangunan untuk keperluan sosial), pemandian, beberapa rumah/gedung dan sejumlah villa telah dapat diselamatkan dengan baik. Sebuah hotel (dengan luas 1000 meter persegi) ditemukan dekat dengan lokasi kota. Hotel ini lalu dinamakan "Grand Hotel Murecine".

Fakta menyatakan bahwa Pompeii merupakan satu-satunya situs kota kuno di mana keseluruhan struktur topografinya dapat diketahui dengan pasti tanpa memerlukan modifikasi atau penambahan. Kota ini tidak dibagi sesuai dengan pola-pola kota Romawi pada umumnya, dikarenakan permukaan tanah yang tidak datar (kota ini berada di kaki gunung). Namun jalan-jalan di kota ini dibuat lurus dan berpola pada tradisi murni Romawi kuno, permukaan jalan terdiri dari batu-batu poligon dan memiliki bangunan-bangunan rumah dan toko-toko di kedua sisi jalan, mengikuti decumanus dan cardusnya. Decumanus adalah jalan-jalan yang merentang dari timur ke barat, sementara cardus merentang dari utara ke selatan.

Kebanyakan penggalian arkeologis di situs itu hanya sampai tingkat jalanan pada peristiwa vulkanik tahun 79. Penggalian-penggalian yang lebih dalam di bagian Pompeii yang lebih tua dan utamanya pengeboran-pengeboran di dekatnya telah menunjukkan lapisan-lapisan dari berbagai sedimen yang menunjukkan bahwa, peristiwa-peristiwa lain telah melanda kota itu sebelum terjadinya ledakan yang dahsyat itu. Ini dapat dibuktikan dengan adanya tiga lapisan sedimen yang terletak di bawah kota itu, yang ditemukan di atas lapisan lava.

Bercampur dengan sedimen ini ditemukan pula oleh para arkeolog potongan-potongan kecil dari tulang-tulang binatang, potongan-potongan keramik dan potongan-potongan tumbuhan. Dengan menggunakan penanggalan karbon, lapisan yang tertua diperkirakan berasal dari abad ke-8 SM, sekitar masa pendirian kota itu. Dua lapisan lainnya dipisahkan dari lapisan-lapisan lainnya dengan lapisan tanah yang dikembangkan dengan baik atau merupakan jalan yang dibuat orang Romawi pada sekitar abad ke-4 SM dan abad ke-2 SM. Teori yang mendasari di balik lapisan-lapisan dari beraneka sedimen ini adalah adanya tanah longsor yang hebat, yang mungkin didorong oleh hujan yang turun berkepanjangan. (Senatore, et al., 2004).

Pada penggalian-penggalian awal situs ini, sesekali ditemukan lubang di dalam lapisan abu yang berisi sisa-sisa tulang manusia. Giuseppe Fiorelli mengusulkan untuk mengisi ruang-ruang kosong itu, dengan semen. Ternyata dengan cara ini dihasilkan bentuk-bentuk yang sangat akurat dan mengerikan dari Pompeiani (warga Pompeii) yang gagal melarikan diri, di saat-saat terakhir hidup mereka. Bagi sebagian dari mereka, ungkapan ketakutan itu cukup jelas kelihatan.

Para geologiwan telah menggunakan sifat-sifat magnetik dari batu-batu dan serpihan-serpihan yang ditemukan di Pompeii, untuk memperkirakan temperatur aliran piroklaktik yang mengubur kota itu. Ketika batu yang meleleh itu membeku kembali, mineral magnetik dalam batu itu mencatat arah bidang magnet Bumi. Bila bahan itu dipanaskan melampaui temperatur tertentu, yang dikenal sebagai temperatur Curie, bidang magnetnya mungkin akan dapat dimodifikasi atau bahkan diatur ulang sama sekali.

Analisis terhadap lebih dari 200 buah batu vulkanik dan serpihan-serpihan, seperti atap genting, menunjukkan bahwa awan debu itu panasnya hingga 850 °C ketika muncul dari mulut Vesuvius. Awan itu mendingin hingga kurang dari 350 °C pada saat tiba di kota itu. Banyak dari bahan-bahan yang dianalisis mengalami temperatur antara 240 °C hingga 340 °C. Beberapa daerah memperlihatkan temperatur yang lebih rendah, hanya 180 °C. Ada teori yang mengatakan bahwa guncangan mungkin telah menyebabkan tercampurnya udara dingin ke dalam awan debu itu.


Saat ini kota Pompeii merupakan salah satu dari Situs Warisan Dunia UNESCO.