Motivasi, dapat
didefinisikan sebagai proses yang terjadi di dalam diri, yang menciptakan
tujuan dan memberikan energi bagi perilaku seseorang (Kimble, et al, 1984).
Motif merupakan dorongan bertindak untuk memenuhi suatu
kebu-tuhan, dirasakan sebagai kemauan,
keinginan, yang kemudian terwu-jud dalam bentuk perilaku nyata.
Secara garis besar, teori motivasi dapat dikelompokkan menjadi dua
kategori,yaitu:
- Teori Kepuasan (Maslow, Herzberg dan MC Celland );
- Teori Proses (Vroom) (Gibson,et al, 1982).
Teori Kepuasan
1. Maslow
Teori Maslow (teori hierarki kebutuhan) sering digunakan untuk meramalkan perilaku
orang dalam kelompok atau organisasi, dan ba-gaimana memanipulasi atau
membentuk perilaku tersebut dengan cara memenuhi kebutuhannya, meskipun Maslow
sendiri tidak pernah ber-maksud untuk meramalkan perilaku.
Ia hanya bertolak dari dua asumsi dasar, yaitu:
a. Manusia selalu mempunyai kebutuhan
untuk berkembang dan maju;
b. Manusia selalu berusaha memenuhi
kebutuhan yang lebih pokok terlebih dahulu sebelum berusaha memenuhi kebutuhan
lainnya, artinya kebutuhan yang lebih mendasar harus dipenuhi terlebih dahulu
sebelum kebutuhan tambahan yang lebih tinggi mulai mengendalikan perilaku
seseorang.
Yang penting dari
pemikiran Maslow ini adalah: kebutuhan yang telah dipenuhi (sebagian atau
keseluruhan) akan berhenti daya motivasinya, kemudian motivasinya berpindah ke
upaya untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang lebih tinggi.
Pemahaman tentang adanya hubungan yang erat antara perilaku dan kebutuhan, seperti telah diuraikan dalam teori perilaku sebelumnya, adalah penting, paling tidak untuk dapat menciptakan kepuasan atau mengurangi ketidakpuasan individu anggota kelompok. Melalui pengamatan terhadap perilaku anggota kelompok dan dikaitkan dengan tingkat kebutuhannya, maka dapat dilakukan tindakan tertentu oleh anggota lainnya atau oleh pimpinan kelompok dalam rangka membentuk sebuah kelompok yang solid.
Hierarki
Kebutuhan Maslow
|
2. Herzberg
Teori Hezberg (teori dua faktor tentang motivasi), yaitu:
Faktor yang membuat orang merasa tidak puas (dissatisfiers-factor);
Serangkaian kondisi ekstrinsik,
terkondisi oleh faktor eksternal, yaitu kondisi pekerjaan yang diharapkan, yang apabila kondisi ini
tidak tersedia membuat orang merasa tidak puas, tapi bila kondisi ini tersedia
tidak akan memotivasi orang untuk bekerja lebih baik. Kondisi yang dianggap
“seharusnya tersedia” seperti ini disebut juga faktor‑kesehatan (hygiene‑factors), karena faktor tersebut
merupakan persyaratan minimum untuk
terbebas dari rasa tidak puas, seperti: upah
minimum, rasa aman dalam bekerja, suasana kerja yang menyenangkan, status yang
jelas, prosedur yang jelas, mutu pengawasan tehnis yang kontinyu, suasana
hubungan antar manusia yang menyenangkan.
Faktor yang membuat orang merasa puas (satisfiers‑ factor).
Serangkaian kondisi
intrinsik, terkondisi oleh faktor
internal seseorang, yaitu suatu kondisi pekerjaan, yang apabila tersedia akan
mendorong motivasi kerja, dan selanjutnya akan lebih meningkatkan produktivitas
kerja, tapi apabila tidak tersedia, tidak akan menimbulkan rasa ketidak-puasan
yang berlebihan atau sampai merusak
situasi kerja, seperti: kesempatan untuk mencapai prestasi kerja yang terbaik (achievement), pengakuan atas prestasi
yang dicapai (recognition), pemberian
tanggung‑jawab penuh atas tugas yang diberikan (responsibility), kesempatan untuk terus mencapai kemajuan dalam
pekerjaan (advancement), kesempatan
untuk terus berkembang dalam karier (growth), kesesuaian jenis pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki (work).
Skema dua faktor motivasi yang dikemukakan Herzberg, serta diagram persentase pengaruh faktor hygiene dan motivator terhadap derajat kepuasan dan motivasi individu, dapat dilihat dalam bagan dibawah ini:
Hygiene
|
Motivators
|
Kebijakan
Organisasi dan administrasi
|
Prestasi
kerja
|
Pengawasan/Supervisi
|
Penghargaaan/Pengakuan
|
Hubungan dengan lingkungan kerja, atasan, selevel dan
bawahan
|
Kesesuaian
jenis Pekerjaan
|
Kondisi
Kerja
|
Tanggung-jawab
|
Penghasilan
(gaji)
|
Kemajuan
(promosi)
|
Kehidupan
pribadi, status, keamanan
|
Pertumbuhan
|
Semua faktor-2 diatas memberikan kontribusi kepada Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja |
Faktor hygiene menyumbang 69%
terhadap ketidakpuasan kerja dan
faktor motivator menyumbang 31%
terhadap kepuasan kerja,
Faktor motivator menyumbang 81%, faktor hygiene menyumbang 19%.
Implikasi dari hasil penelitian Herzberg ini menunjukkan bahwa upaya pemenuhan terhadap faktor hygiene, seperti kebijakan dan sistem organisasi yang baik, supervisi terus menerus, hubungan personal yang baik, gaji yang memadai, status dan keamanan kerja, belum sepenuhnya menjamin tercapainya kepuasan, kalau tidak di-barengi dengan pemenuhan faktor motivator, seperti kesempatan berprestasi dan bertumbuh kembang, penghargaan atas prestasi kerja yang dicapai, pemberian tugas yang cocok, pelimpahan tanggung-jawab yang penuh.
3. Teori
McClelland
Teori McClelland (teori motivasi
yang berhubungan erat dengan proses belajar).
Ia mengemukakan
bahwa kebutuhan individu merupakan sesuatu yang dipelajari dari lingkungan
kebudayaannya.
Orang yang tidak pernah melihat dan mendengar tentang televisi, tidak akan pernah membutuhkan televisi, dan tak akan pernah termotivasi untuk memiliki televisi.
Oleh karena itu motivasi, yang bersumber dari adanya
upaya untuk memenuhi kebutuhan, merupakan sesuatu yang dapat dipelajari dan
diajarkan.
Diantara begitu
banyak kebutuhan manusia McClelland membahas tiga jenis kebutuhan saja, yaitu:
n‑Ach (need for achievement), yaitu kebutuhan individu akan prestasi;
n‑Aff
(need for affiliation), yaitu
kebutuhan individu akan afiliasi
(pertemanan);
n‑Pow
(need for power), yaitu kebutuhan
individu akan kekuasaan.
Tinggi atau rendahnya tingkat kebutuhan seseorang
akan menentukan kuat atau lemahnya motivasinya untuk mencapai tujuan tersebut.
Mereka yang mempunyai n‑Ach tinggi lebih senang menetapkan sendiri tujuan hasil kerja yang akan dicapai, dengan mengukur batas kemampuannya sendiri, membutuhkan umpan balik yang cepat terlihat, kerja yang efisien serta bertanggung‑jawab terhadap pemecahan masalah yang ada.
C. Teori
Proses
Teori
Proses mengenai motivasi berusaha menjawab pertanyaan
tentang bagaimana menguatkan (energize),
mengarahkan (direct), memelihara (maintain) dan menghentikan (stop) perilaku individu (Gibson et al, 1982).
Vroom (1964) mengemukakan adanya dua tingkatan hasil dalam se-tiap pekerjaan, dimana:
hasil tingkat pertama berupa produk dari
perilaku, sedangkan hasil tingkat
kedua berupa peristiwa yang ditimbulkan oleh atau sebagai dampak
dari hasil tingkat pertama,
misalnya bila seseorang dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik (hasil tingkat pertama / produk perilaku),
ia akan menerima promosi kenaikan pangkat atau tambahan bonus (hasil tingkat ke dua/dampak dari hasil
tingkat pertama)
Menurut Vroom, ada tiga konsep penting mengenai hubungan antara hasil tingkat pertama dan kedua, yaitu:
Pertautan (instrumentality), dimana individu mempersepsikan bahwa hasil tingkat kedua sangat terkait dengan hasil tingkat pertama, artinya tanpa hasil tingkat pertama tidak mungkin terjadinya hasil tingkat kedua;
Valensi (valence), dimana individu dalam memutuskan pilihan mempertimbangkan sekaligus hubungan antara hasil tingkat pertama dan hasil tingkat kedua, misalnya kalau saya memilih bekerja dengan prestasi kerja tinggi, saya akan mendapat promosi kenaikan jabatan atau bonus;
Harapan (expectancy), dimana individu dalam memutuskan pilihannya disertai dengan harapan bahwa hasil tingkat pertama akan memberikan dampak yang lebih baik bagi hasil tingkat kedua.
Dengan memahami
proses timbulnya motivasi yang terjadi dalam diri individu, kita dapat memanipulasi perilaku orang untuk mencapai
tujuan yang kita inginkan.
No comments:
Post a Comment