Badai sitokine adalah suatu reaksi imun, yang potensial
berakibat fatal, yang terdiri dari suatu "positive feedback loop" antara sitokin
dan sel-sel imun dan ditandai dengan peningkatan yang sangat tinggi pada
berbagai jenis sitokin. Istilah badai sitokine (Cytokine Storm) pertama kali di
lontarkan oleh Ferrara dan kawan-kawan, pada suatu jurnal ilmiah kesehatan
GVHD, edisi Februari 1993.
Gejala
Gejala utama terjadinya badai sitokin adalah panas tinggi,
bengkak dan kemerahan, mual-muntal, dan rasa lelah yang hebat. Pada beberapa
kasus, serangan ini dapat berakibat fatal.
Saat sistem imun berperang melawan kuman-kuman patogen,
sitokin akan memberi sinyal kepada T-cell dan Macrofag untuk menuju ke tempat
infeksi. Selain itu sitokine juga mengaktivasi dan merangsang sel-sel tersebut
untuk lebih banyak lagi memproduksi sitokin. Normalnya aliran balik (feedback
loop) dihambat oleh mekanisme dalam tubuh. Tetapi pada keadaan-keadaan
tertentu, mekanisme ini tidak berkerja dengan baik dan reaksi ini menjadi tidak
terkontrol dan sel-sel imun yang teraktivasi menjadi begitu banyak di satu
tempat. Mengapa hal ini bisa terjadi, belum bisa dijelaskan, tetapi mungkin
disebabkan oleh respon yang berlebihan ketika sistem imun menyerang sel-sel
patogen baru atau sel-sel dengan kemampuan patogenik yang tinggi.
Badai sitokine sangat berpotensial menyebabkan kerusakan
jaringan dan organ tubuh. Jika badai sitokin ini terjadi di paru, sebagai
contoh, maka paru akan dipenuhi oleh cairan dan sel-sel imun seperti makrofag
yang pada akhirnya dapat menyebabkan sumbatan jalan napas yang pada gilirannya
akan menyebabkan kematian.
Pada saat terjadi badai sitokin, sistem imun akan melepaskan
lebih dari 150 mediator inflamasi antara lain sitokin, oksigen radikal
bebas dan faktor-faktor koagulasi. Baik
pro inflamatory cytokine, seperti tumor necrosis factor alpha, interleukin-1 dan
interleukin- 6, maupun anti inflamatory cytokines, seperti interleukin-10 dan
interleukine-1 resceptor antagonist, akan meningkat pada serum penderita badai
sitokin.
Badai sitokine dapat terjadi baik oleh karena adanya
penyakit-penyakit infeksi maupun penyakit-penyakit non infeksi seperti graft
versus host disease (GVHD), Acute Respiratory Disease Syndrome (ARDS), sepsis,
flu burung (Avian Influenza), smallpox dan Systemic Inflamatory Response
Syndrome (SIRS). Badai sitokine juga dapat dipicu oelh pemberian obat-obatan.
Badai sitokine diduga
sebagai yang bertanggung jawab terhadap banyaknya kematian akibat pandemi
influenza tahun 1918. Demikian juga terhadap epidemi SARS di Hongkong tahun
2003. Kematian yang disebabkan oleh Avian Influenza pada manusia, seringkali
juga dijumpai adanya badai sitokin.
Terapi
Journal of Experimental Medicine pada tahun 2003 mempublikasikan hasil penelitian yang dilakukan oleh Imperial College London, yang
menunjukkan bahwa badai sitokine mungkin dapat dicegah dengan menghambat atau
melumpuhkan respon T-cell. Beberapa hari setelah T-cell diaktivasi, mereka akan
memproduksi suatu molekul biologis yang disebut OX40, suatu "survival
signal", yang menjaga aktifitas T-cell yang telah teraktivasi pada daerah
yang mengalami inflamasi saat terjadi infeksi influenza atau kuman-kuman
patogen lainnya.
OX40 akan terikat pada T-cell dan mencegahnya dari kematian, sehingga produksi sitokin akan meningkat. OX40-immunoglobulin (OX40-Ig), suatu protein kombinasi, akan mencegah OX40 untuk mencapai reseptor-reseptor T-cell, sehingga mengurangi respons T-cell. Percobaan pada tikus telah menunjukkan bahwa OX40-Ig sukses mengurangi gejala-gejala akibat terjadinya reaksi berlebihan saat sistem imun memerangi virus. Dengan menghalangi OX40 untuk berikatan dengan T-cell, para peneliti mampu mencegah perkembangan gejala-gejala influenza yang paling serius pada percobaan dengan menggunakan tikus ini.
OX40 akan terikat pada T-cell dan mencegahnya dari kematian, sehingga produksi sitokin akan meningkat. OX40-immunoglobulin (OX40-Ig), suatu protein kombinasi, akan mencegah OX40 untuk mencapai reseptor-reseptor T-cell, sehingga mengurangi respons T-cell. Percobaan pada tikus telah menunjukkan bahwa OX40-Ig sukses mengurangi gejala-gejala akibat terjadinya reaksi berlebihan saat sistem imun memerangi virus. Dengan menghalangi OX40 untuk berikatan dengan T-cell, para peneliti mampu mencegah perkembangan gejala-gejala influenza yang paling serius pada percobaan dengan menggunakan tikus ini.
No comments:
Post a Comment