Saturday 10 March 2012

Beta Blocker


Obat-obat Beta blocker, juga dikenal sebagai beta-adrenergic blocking agents, adalah obat-obat yang menghambat norepinephrine dan epinephrine (adrenaline) agar tidak berikatan dengan reseptor-reseptor beta. Ada tiga tipe reseptor beta dan masing-masing mengontrol beberapa fungsi berdasarkan pada lokasi mereka dalam tubuh.
  • Beta-1 receptors ditemukan di jantung, otak, mata, neuron adrenergik perifer, dan ginjal; Reseptor β1 merupakan reseptor yang bertanggung jawab untuk menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi produksi renin. Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac output akan berkurang yang disertai dengan turunnya tekanan darah.
  • Beta-2 receptors ditemukan dalam paru, saluran pencernaan, hati, rahim (uterus), pembuluh darah, dan otot rangka; 
  • Beta-3 receptors dapat ditemukan pada sel-sel lemak.
Beta blockers terutama menghambat reseptor-reseptor Beta-1 dan Beta-2. Dengan menghambat efek dari norepinephrine dan epinephrine, beta blockers mengurangi denyut jantung; mengurangi tekanan darah dengan memperlebar pembuluh-pembuluh darah; dan mungkin menyempitkan jalan-jalan udara dengan menstimulasi otot-otot yang mengelilingi jalan-jalan udara untuk berkontraksi. 

Indikasi

Beta blockers diindikasikan untuk merawat:
  • irama jantung yang abnormal,
  • tekanan darah tinggi,
  • gagal jantung,
  • angina (nyeri dada),
  • tremor,
  • pheochromocytoma, dan
  • pencegahan migrain-migrain.

Beta blockers juga mampu mencegah lebih jauh serangan jantung dan kematian setelah serangan jantung. Obat ini juga diindikasikan untuk pengobatan-pengobatan lain termasuk perawatan hyperthyroidism, akathisia (kegelisahan atau ketidakmampuan untuk duduk dengan tenang), dan ketakutan. Beberapa beta blockers mengurangi produksi dari aqueous humor dalam mata dan oleh karenanya digunakan untuk mengurangi tekanan dalam mata yang disebabkan oleh glaukoma. 

Perbedaan Masing-masing Beta Blockers

Tiap Beta blockers memiliki kemampuan atau tipe yang berbeda dalam menghambat beta receptors, sehingga efeknya pun berbeda-beda.
  • Non-selective beta blockers, contohnya, propranolol (Inderal), menghambat Beta-1 dan Beta-2 receptors dan, oleh karenanya, mempengaruhi jantung, pembuluh darah, dan jalan-jalan udara.
  • Selective beta blockers, contohnya, metoprolol (Lopressor, Toprol XL) terutama menghambat Beta-1 receptors dan, oleh karenanya, kebanyakan mempengaruhi jantung dan tidak mempengaruhi jalan-jala udara.
  • Beberapa beta blockers, contohnya, pindolol (Visken) mempunyai intrinsic sympathomimetic activity (ISA), yang berarti mereka meniru efek-efek dari epinephrine dan norepinephrine dan dapat menyebabkan peningkatan dalam tekanan darah dan denyut jantung. Beta blockers dengan ISA mempunyai efek-efek yang lebih kecil pada denyut jantung daripada agen-agen yang tidak mempunyai ISA.
  • Labetalol (Normodyne, Trandate) dan carvedilol (Coreg) menghambat beta dan alpha-1 receptors. Hambatan pada alpha receptors akan menambah efek pelebaran (vasodilatasi) pembuluh darah akibat pemberian labetalol (Normodyne, Trandate) dan carvedilol (Coreg). 
Efek Samping

Beta blockers mungkin menyebabkan:
  • diare
  • kejang-kejang perut,
  • mual, dan muntah
  • Ruam, penglihatan yang kabur, kejang-kejang otot, dan kelelahan mungkin juga terjadi.
Sebagai perluasan dari efek-efek mereka yang bermanfaat, mereka memperlambat denyut jantung, mengurangi tekanan darah, dan mungkin menyebabkan gagal jantung atau penghalangan jantung pada pasien-pasien dengan persoalan-persoalan jantung.

Beta blockers tidak boleh dihentikan dengan tiba-tiba karena penghentian secara tiba-tiba mungkin akan memperburuk angina (nyeri dada) dan menyebabkan serangan-serangan jantung atau kematian mendadak. 

Efek-efek pada sistim syaraf pusat
  • sakit kepala,
  • depresi,
  • kebingungan,
  • pusing,
  • mimpi-mimpi buruk, dan halusinasi-halusinasi.
Beta blockers yang menghambat Beta-2 receptors mungkin menyebabkan sesak napas pada penderita-penderita asma (asthmatics) atau PPOK, karena terjadinya bronkhokonstriksi.

Seperti dengan obat-obat lain yang digunakan untuk merawat tekanan darah tinggi, disfungsi seksual mungkin terjadi.

Beta blockers mungkin menyebabkan glukosa darah yang rendah atau tinggi dan menyembunyikan gejala-gejala dari glukosa darah rendah (hypoglycemia) pada pasien-pasien diabetik. 

Pada pasien diabetes tipe 1, harus diwaspadai gejala hipoglikemik seperti tremor dan takikardia ter­kait penggunaan beta-blocker­s non-selektif. Pada pasien yang sangat bergantung pada insulin ini sebaiknya diberikan beta-blockers selektif. 

Dosis

Pembagian dosis beta-blockers dilakukan berdasarkan tujuan terapi. Jika digunakan untuk pengobatan hipertensi maka dosis beta-blockers harus dititrasi menurut tekanan darah yang ingin dicapai. Sementara, jika beta-blockers digunakan dalam jangka panjang seperti pada gagal jantung kronik atau pasca- infark miokard, dosis ha­rus dititrasi sesuai dengan dosis yang digunakan dalam uji klinis. Penghentian terapi beta-blockers setelah pengobatan kronik dapa­t menimbulkan beberapa gejala seperti hipertensi, aritmia, dan eksaserbasi angina. 

Interaksi Obat

Mengkombinasikan propranolol (Inderal) atau pindolol (Visken) dengan thioridazine (Mellaril) atau chlorpromazine (Thorazine) mungkin berakibat pada tekanan darah rendah (hipotensi) dan irama-irama jantung abnormal karena obat-obat mengganggu eliminasi satu sama lainnya dan berakibat pada tingkat-tingkat dari obat-obat yang meninggi. 

Kenaikan-kenaikan dalam tekanan darah yang berbahaya mungkin terjadi ketika clonidine (Catapres) dikombinasikan dengan beta blocker, atau ketika clonidine (Catapres) atau beta blocker dihentikan setelah penggunaan berbarengannya. Tekanan darah harus dimonitor secara ketat setelah inisiasi (permulaan) atau penghentian dari clonidine (Catapres) atau beta blocker jika mereka telah digunakan bersama-sama.
Phenobarbital dan agen-agen serupa mungkin meningkatkan penguraian dan mengurangi tingkat-tingkat darah dari propanolol (Inderal) atau metoprolol (Lopressor, Toprol XL). Ini mungkin mengurangi keefektifan dari beta blocker. 

Aspirin dan obat-obat antiperadangan nonsteroid atau nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs) lain (contohnya, ibuprofen) mungkin menetralkan efek-efek yang mengurangi tekanan darah dari beta blockers karena mereka mengurangi efek dari prostaglandins. Prostaglandins memainkan peran dalam mengontrol tekanan darah.

Kontroversi Penggunaan Beta-blockers dalam Pengobatan Hipertensi

Terapi beta-blocker berperan penting pada pengobatan penyakit kardiovaskular. Guide­line Joint National Committee 2003, European Society of Hy­per­tension 2007, dan Canadian 2007 merekomendasikan beta-blocker sebagai salah satu terapi lini pertama hipertensi, baik monoterapi maupun terapi kombinasi. 

Tetapi belakangan, timbul ber­ba­g­ai kontroversi mengenai penggunaan beta-blockers, khususnya dalam pengobatan hiper­tensi. Hal ini terjadi karena adanya beberapa hasil meta-analisis yang memban­ding­kan penggunaan beta-blockers sebagai anti-hipertensi dibandingkan dengan plasebo dan kelas antihipertensi lain. Salah satu meta-analisis telah dilak­ukan oleh Linholm dari Swedia.

Jika diteliti lebih lanjut, ternyata obat yang digunakan dalam meta-analisis di atas ada­lah atenolol. Sedangkan untuk beta-blockers yang lain sampai saat ini belum ada data substantif yang didukung oleh studi-stud­i.
Seperti diketahui, beta blockers yang digunakan dalam meta-analisis tersebut adalah atenolol. Atenolol merupakan beta-blockers yang short-acting sehingga tidak bekerja selama 24 jam. Jadi, jika terjadi peningkatan tekanan darah pada subuh di mana pada saat itu terjadi komplikasi kardiovaskular, tidak akan terproteksi oleh atenolol. 

Jika dibandingkan bisoprolol dengan atenolol plasma, half life biso­pro­lol lebih panjang, yakni 10-12 dibandingkan dengan atenolol 6-9; dan penyerapan bisoprolol juga lebih baik, yakni > 90% dibandingkan dengan atenolol 50%. Selain itu, bioavailabilitas bisoprolol lebih tinggi diban­ding­kan dengan atenolol, yakni 88 dibandingkan 50.

Selain itu, Beta-blockers sangat beragam vascular compliance-nya, bergantung pada selektivitas beta-1, ISA, dan properti penghambat alfa. Beta-blockers yang tidak selektif akan menghambat reseptor beta-2 sehingga menimbulkan vaso­konstriksi dan mengurangi compliance pembuluh darah. Sebaliknya, agen dengan selektivitas beta-1 yang tinggi seperti bisoprolol akan meningkatkan compliance.

No comments:

Post a Comment