Thursday, 5 September 2013

"Membeli" Kebahagiaan

Anton adalah seorang pimpinan sebuah perusahaan besar di Indonesia. Seperti hari-hari sebelumnya, saat dentang jam menunjuk angka 9 malam, masuklah ia ke dalam rumah. Tetapi hari itu tidak seperti biasanya, anaknya, Dinda, yang masih berusia 9 tahun membukakan pintu untuknya. Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama. 

"Koq belum tidur, sayang?" sapa Anton

"Aku menunggu Papa pulang. Papa, boleh nggak aku tanya Papa. Berapa sih gaji Papa?" tanya Dinda, manja.

"Dinda hitung ya...! Tiap hari Papa berkerja sekitar 10 jam, dan dibayar 400.000 per hari. Tiap bulan Papa rata-rata bekerja sebanyak 22 hari kerja, kadang Sabtu masih harus lembur.
Berapa gaji Papa, hayo...?"


"Kalau 1 hari Papa dibayar 400.000 untuk 10 jam, berarti 1 jam Papa digaji 40.000, dong...!"

"Wah pinter anak Papa. Sekarang cuci kaki, terus tidur yaa..."

"Papa, aku boleh pinjam 5.000, nggak?"

"Sudah... nggak usah macam-macam. Buat apa minta uang malam-malam begini? Sudah, sana tidur...!"

"Tapi, Papa..."

"Papa bilang, tidur...!"

Dinda pun lari ke kamarnya dengan perasaan sedih.

Usai mandi, Anton menyesali kekesalannya, ia pun menengok Dinda di kamar tidurnya. Anton melihat Dinda sedang terisak sambil memegang uang 15.000.

Sambil mengelus kepala Dinda, Anton berkata, "Maafin Papa yaa... Papa sayang koq sama Dinda. Tapi, sebenarnya buat apa sih Dinda minta uang sekarang?"

"Papa, aku nggak minta uang, aku hanya pinjam, nanti aku kembalikan kalau aku sudah menabung lagi dari uang jajan seminggu ini."

"Iya.., iya... tapi buat apa?"

"Aku nunggu Papa sejak dari jam 8, mau ajak Papa main ular tangga, 30 menit aja. Mama sering bilang, waktu Papa itu amat berharga. Jadi,  aku mau ganti waktu Papa. Tapi waktu aku buka tabunganku, ternyata, cuma ada 15.000. 

Karena Papa 1 jam dibayar 40.000 berarti kalau setengah jam, aku khan harus mengganti 20.000. Uang aku kurang 5.000, makanya aku mau pinjam Papa," kata Dinda polos.

Anton pun terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan terharu.

Ia baru sadar, ternyata limpahan harta yang ia berikan selama ini, tak cukup untuk "membeli" kebahagiaan anaknya.

Bagi Dunia, mungkin Anda hanyalah Seseorang. Tapi bagi Seseorang, mungkin Anda adalah Dunianya.

No comments:

Post a Comment