Manusia Tumai diyakini sebagai leluhur pertama manusia primitif tertentu, yang kemudian secara langsung berevolusi menjadi manusia modern. Tim arkeolog yang dipimpin oleh Beaulognier dari Universitas Bordeaux, Perancis, telah menemukan fosil tulang tengkorak manusia Tumai yang usianya berkisar 6-7 juta tahun silam di padang pasir sebelah utara Chad, Afrika tengah. Berdasarkan penemuan itu maka didapat kesimpulan bahwa titik awal evolusi kera antropoid dengan manusia paling tidak dapat ditarik surut pada satu juta tahun lebih awal.
Penemuan fosil tengkorak manusia tersebut, dianggap sebagai prestasi antropologi purbakala terpenting selama hampir satu abad ini. Tulang tengkorak itu terdiri dari sebuah batok kepala yang nyaris sempurna, beberapa potong tulang rahang yang hancur dan 3 buah gigi, mempunyai ciri khas manusia primitif maupun manusia modern. Batok kepalanya mirip kera, rongga kepala yang diperkirakan berisi otak dengan volume antara 320-380 cm3 dan bentuk badan hampir seperti simpanse masa kini, namun hidung, muka, dan gigi emailnya serta ukuran panjangnya lebih mirip manusia, hal ini menunjukkan bahwa asal-usul manusia mungkin sangat pelik dan rumit, bukanlah seperti silsilah evolusi keluarga manusia yang selama ini diajarkan di sekolah.
Dibanding dengan tulang tengkorak apa pun yang ditemukan hingga sekarang, fosil tulang tengkorak Tumai lebih awal 3 juta tahun. Setelah tulang tengkorak itu di periksa oleh ahli dari Inggris, Jepang dan Amerika, dinyatakan bahwa temuan tersebut menandakan asal-usul manusia jauh lebih awal dari waktu yang telah dipastikan selama ini. Lagi pula lokasi ditemukannya tulang tengkorak Tumai, berjarak sekitar 1.000 mil dari lembah cekung Afrika timur yang sejak dahulu diyakini sebagai tempat awal adanya manusia, sehingga dengan demikian, hasil kesimpulan ilmuwan menyatakan bahwa ruang lingkup asal-usul manusia primitif lebih luas daripada yang telah diyakini dulu.
Tulang tengkorak manusia tumai tergali di padang pasir utara Chad, Afrika tengah, ditemukan oleh kelompok 40 arkeolog yang berasal dari 10 negara, dipimpin oleh Beaulognier yang sudah 30 tahun menyelidiki dilokasi tersebut. Lokasi itu terletak di selatan padang pasir Sahara, atau wilayah Sahelan (bahasa Arab yang artinya adalah ujung padang pasir). Ditambah lagi dengan perbedaan yang sangat besar antara ciri khas tulang tengkorak dengan nenek moyang manusia masing-masing yang sudah diketahui, ahli Perancis memastikan bahwa fosil tulang tengkorak tersebut semestinya digolongkan pada spesies manusia yang baru, karena itu istilah ilmiahnya dinamakan Sahelanthropus tchadensis. Beaulognier cs menggunakan kata bahasa yang digunakan penduduk setempat, menyebut manusia purbakala yang baru ditemukan dengan sebutan Tumai, artinya adalah harapan hidup.
Karena di daerah setempat tidak terdapat lapisan debu gunung berapi, dan batuannya kekurangan isotop yang cocok, sehingga tidak bisa dilakukan radiasi pelapukan guna mengukur masa yang pasti dari bangsa Tumai ini. Weinoir, ahli dari Universitas Bordeaux dan koleganya memastikan bahwa masa eksistensi bangsa ini adalah pada 6-7 juta tahun silam berdasarkan fosil binatang yang ditemukan secara bersamaan dengan mereka, akan tetapi mereka juga mengakui bahwa cara seperti itu tidak mutlak dapat dipercaya.
Sarjana paleontologi Universitas Harvard, AS yakni Doktor Lybermann mengatakan, bahwa fokus perhatian sarjana arkeologi di masa lalu dipusatkan di Afrika timur dan selatan, dan berdasarkan hasil temuan individual dijadikan evolusi silsilah manusia. Hasil temuan ini mengingatkan kalangan arkeologi agar tidak mengabaikan bentuk evolusi asal-usul manusia di Afrika tengah dan barat, kondisi alam yang sangat buruk di Afrika mengakibatkan semakin sulit mengadakan riset arkeologi.
Lybermann, peneliti tengkorak Tumai mengatakan, yang menggembirakan sekaligus mengherankan, diluar dugaan bangsa ini menunjukkan adanya ciri khas manusia primitif serta evolusi hingga mencapai ciri manusia yang agak moderen. Para ahli semula mengira bangsa Tumai semestinya sangat mirip dengan simpanse pada masa 7 juta tahun silam, pada dasarnya wajahnya agak mirip dengan manusia beradab yang muncul pada 2 juta tahun silam. Yang lebih mengherankan adalah bentuk rupa ini sangat mirip dengan kera purba dari selatan yang hidup 3,2 juta tahun silam atau muka Lusi si simpanse hitam yang terkenal itu.
Lybermann menyatakan, bahwa bentuk evolusi dan kecenderungan menjadi lebih memburuk adalah gejala yang sangat langka terjadi; seandainya bangsa Tumai secara langsung merupakan leluhur pertama Lusi atau kera purba selatan, maka dalam proses evolusi manusia hingga munculnya manusia sekarang, mestinya pernah terjadi 2 kali atavisme.
Lybermann menekankan, jika kondisinya bukan demikian, maka bangsa Tumai adalah leluhur pertama manusia primitif tertentu, yang kemudian secara langsung berevolusi menjadi manusia modern. Dengan demikian evolusi kera purba selatan menjadi manusia merupakan silsilah garis cabang yang menyimpang. Ahli paleontologi dari universitas George Washington, Dr. Whorter mengatakan dengan penemuan ini semakin dapat dipastikan asal-usul evolusi manusia, dan polanya mungkin lebih menyerupai pola perdu yang bukan berbentuk garis sederhana, adanya sejumlah besar perbedaan adalah reaksi untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru atau lingkungan yang berubah mendadak, dan proses evolusi pun bisa mengalami penyimpangan.
Sebelum ditemukannya fosil manusia bangsa Tumai, kelompok arkeologi yang dipimpin oleh White dari Universitas California, AS pada 1997 menemukan fosil kerangka manusia dari jaman 160 ribu tahun silam di Ethiopia, Afrika, di antara fosil tersebut termasuk 2 kerangka orang dewasa dan satu kerangka anak-anak yang berusia sekitar 6-7 tahun. Fosil kerangka tersebut sangat mirip dengan manusia sekarang, ciri khas bagian muka kerangka hampir sama dengan manusia sekarang, terutama kerangka anak-anak nyaris tidak ada perbedaan apa pun dengan anak-anak sekarang. Cara berjalan juga sangat mirip dengan manusia sekarang, setelah melalui pengujian, didapati sejarahnya dapat ditelusuri kembali pada 154-160 ribu tahun silam.
Peneliti Amerika sebelumnya juga percaya, bahwa tulang belulang laki-laki yang ditemukan disebuah gua gelap di sebuah pegunungan selatan Rumania, adalah fosil manusia modern yang paling kuno. Setelah tulang tersebut diuji dengan Kapur 14 oleh kelompok yang dipimpin Profesor Chouglas, arkeolog dari Universitas Washington, St. Louis City, Mississipi, Amerika, didapati bahwa waktu atau tahunnya terlacak pada 34-36 ribu tahun silam. Dalam laporan tahunan Akademi Sains dan Teknologi Nasional Amerika, Chouglas menunjukkan, bahwasannya tulang tersebut adalah fosil manusia modern tertua yang bisa dilacak secara langsung. Itu merupakan catatan awal yang dapat dipercaya sebagai rupa manusia modern yang berimigrasi ke Eropa.
Berbagai hasil temuan tersebut diatas kembali telah menunjukkan bahwa manusia dengan peradabannya sudah sejak lama eksis diatas bumi, jauh melampaui perkiraan manusia. Dan hasil temuan itu juga sekali lagi menunjukkan, bahwa ilmu dan pengetahuan manusia itu senantiasa berkembang, tidak boleh percaya membuta pada teori yang sudah ada, dan tidak boleh menggunakan teori yang sudah ada untuk menyangkal sesuatu yang tidak terdapat dalam sistem teori yang ada. Segala sesuatu mengandung suatu kemungkinan
Lucy adalah kerangka yang lengkap dari hominid perempuan. Dia diyakini sebagai missing link untuk evolusi. Dia adalah orang pertama yang berjalan tegak. Kerangka ini ditemukan oleh Donald Johanson pada tahun 1974. Jika Lucy belum pernah ditemukan, para ilmuwan tidak dapat membuat sambungan tentang evolusi dari spesies lain.
No comments:
Post a Comment