Monday, 16 May 2011

Badak Jawa

 
Badak adalah binatang berkuku ganjil (perrisodactyla), pada tahun 1758, Linnaeus telah memberi nama marga (genus) Rhinoceros sondaicus kepada badak Jawa.
Rhinoceros: berasal dari bahasa Yunani yaitu rhino, berarti “hidung” dan ceros, berarti “cula” , sondaicus merujuk pada kepulauan Sunda di Indonesia. (Bahasa Latin -icus mengindikasikan lokasi); “Sunda” berarti “Jawa”.


Morfologi

Tinggi dari telapak kaki hingga bahu berkisar antara 168-175 cm. Panjang tubuh dari ujung moncong hingga ekor 392 cm dan panjang bagian kepala 70 cm. Berat tubuhnya dapat mencapai 900 - 2300 kg. Tubuhnya tidak berambut kecuali dibagian telinga dan ekornya. Tubuhnya dibungkus kulit berwarna abu-abu – kehitam-hitaman, yang tebalnya antara 25-30 mm. Kulit luarnya mempunyai corak yang mozaik. Lipatan kulit di bawah leher hingga bagian atas berbatasan dengan bahu.

Di atas punggungnya juga terdapat lipatan kulit yang berbentuk sadel (pelana) dan ada lipatan lain di dekat ekor serta bagian atas kaki belakang. Ukuran cula dapat mencapai 25 - 27 cm, namun ada kemungkinan tidak tumbuh atau sangat kecil sekali pada betina.

Memiliki rupa mirip dengan badak India namun tubuh dan kepalanya lebih kecil dengan jumlah lipatan lebih sedikit.Warna cula abu-abu gelap atau hitam, warnanya semakin tua semakin gelap, pada pangkalnya lebih gelap dari pada ujungnya.

Bibir atas lebih menonjol sehingga bisa digunakan untuk meraih makanan dan memasukannya ke dalam mulut. Badak termasuk jenis pemalu dan soliter (penyendiri).

Habitat

Badak Jawa terdapat di daerah barat pulau Jawa tepatnya di Taman Nasional Ujung Kulon, bahkan pernah hidup di hampir semua gunung-gunung di Jawa Barat. tempat-tempat yang rimbun dengan semak dan perdu yang rapat serta menghindari tempat-tempat yang terbuka, terutama pada siang hari. Hutan teduh dan rapat, seperti halnya formasi langkap disukai badak untuk bernaung dan berlindung dari kejaran manusia. Daerah jelajah untuk badak betina diperkirakan sekitar 10-20 km2 dan untuk badak jantan diperkirakan sekitar 30 km persegi.

Hidup pada daerah tergenang diatas permukaan laut sampai daerah pegunungan yang tinggi (dapat juga mencapai ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan laut). Tempat hidup yang penting bagi dirinya adalah cukup makanan, air, tempat berteduh dan lebih menyukai hutan lebat. Pada cuaca yang cerah sering turun ke daerah dataran rendah, untuk mencari tempat yang kering. Pada cuaca panas ditemukan berada di hutan-hutan di atas bukit dekat air terjun. Senang makan di daerah hutan sekunder.

Populasi

Di Ujung Kulon populasi badak pada tahun 1937 ditaksir ada 25 ekor (10 jantan dan 15 betina), dan pada tahun 1955 ada sekitar 30-35 ekor. Pada tahun 1960-an, diperkirakan sekitar 20 sd 30 ekor badak saja tersisa di TN Ujung Kulon. Pada tahun 1967 di Ujung Kulon pertama kalinya diadakan sensus badak Jawa yang menyebutkan populasinya ada 21-28 ekor. Turun naiknya populasi badak selain adanya kelahiran anak, juga dipengaruhi oleh adanya perburuan.

Populasinya meningkat hingga dua kali lipat pada tahun 1967 hingga 1978 setelah upaya perlindungan dilakukan dengan ketat, sebagian dilakukan dengan dukungan dari WWF-Indonesia. Sejak akhir tahun 1970-an, jumlah populasi Badak Jawa tampaknya stabil. Pada tahun 1975, populasi badak Jawa terus meningkat hingga kira-kira 45 ekor WWF-Indonesia memperkirakan populasi Badak Jawa di Ujung Kulon berada dalam kisaran 26 - 58 individu dengan nilai rata-rata 42 ekor (data tahun 2000).


Populasi badak Jawa menurut hasil sensus sampai tahun 1989 diperkirakan tinggal 52-62 ekor. Sensus pada Nopember 1999 yang dilaksanakan oleh TNUK (Taman Nasional Ujung Kulon) dan WWF diperkirakan 47 – 53 ekor. Sensus populasi badak Jawa yang dilaksanakan oleh Balai TNUK, WWF – IP dan YMR pada tahun 2001 memperkirakan jumlah populasi badak berkisar antara 50 – 60 ekor. Sensus terakhir yang dilaksanakan Balai TNUK tahun 2006 diperkirakan kisaran jumlah populasi badak Jawa adalah 20 – 27 ekor.

No comments:

Post a Comment