Down Syndrome atau Sindroma Down (juga dikenal dengan Trisomi 21) adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental anak akibat adanya kelainan genetik atau abnormalitas yang terjadi pada perkembangan kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, sehingga individu tersebut memiliki 47 kromosom (normalnya, manusia memiliki 46 kromosom). Down Syndrome memiliki manifestasi klinis yang cukup khas.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom
untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Meski terdapat keterbelakangan perkembangan fisik dan mental, banyak diantara mereka yang masih dapat belajar membaca dan merawat diri mereka sendiri.
Kelainan ini, pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid, maka sering juga dikenal dengan mongolisme.
Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa
merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan
merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan
hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.
Beberapa hal yang kemungkinan menyebabkan kelainan kromosom autosomal pada penderita down syndrome, antara lain :
- Nondisjunction pada saat osteogenesis (Trisomi)
- Translokasi kromosom 21 dan 15
- Postzygotic Nondisjunction (Mosaicism)
Gejala atau tanda-tanda
Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari
yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang
khas.
Penderita dengan tanda khas, sangat mudah dikenali dengan adanya
penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil
dari normal (microchephaly), dengan bagian anteroposterior kepala
mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar,
mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds).
Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek
termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua
baik pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain.
Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease.
kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal
dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa
sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut
biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil
terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang
pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas
usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya
karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih
tinggi.
Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal
kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan
sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun, harus dengan
hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko
melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Diperkirakan lebih dari 20% individu dengan Down Syndrome dilahirkan oleh ibu dengan usia lebih dari 35 tahun.
Sindrom down tidak
bisa dicegah, karena keadaan ini merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan
jumlah kromosom. Jumlah kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3.
Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai
saat ini adalah makin tua usia ibu, makin tinggi resiko untuk terjadinya keadaan ini.
Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan
analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
Pemeriksaan diagnostik
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa
pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
- Pemeriksaan fisik penderita
- Pemeriksaan kromosom
- Ultrasonografi (USG)
- Ekokardiogram (ECG)
- Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif
untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down
syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan,
pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang
lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun
informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau
fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik
fisik maupun mentalnya.
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita
untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar
penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia
akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga
penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah
infeksi yang adekuat.
Perkembangan Motorik Kasar (Gross Motor Development)
Perkembangan
motorik kasar adalah tahap awal dalam perkembangan setiap anak. Dalam
Down Syndrome, fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik ini
untuk mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap
perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah
membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang
anak, yang berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit down syndromenya.
Dan ini harus dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis dengan
pengasuhnya supaya tujuan terapi tercapai.
Tujuan Fisioterapi
Fisioterapi
pada Down Syndrom adalah membantu anak belajar untuk menggerakkan
tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways). Misalkan
saja hypotonia pada anak dengan Down Syndrome dapat menyebabkan pasien
berjalan dengan cara yang salah yang dapat mengganggu posturnya, hal ini
disebut sebagai kompensasi. Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak
dengan Down Syndrome menyesuaikan gerakannya untuk mengkompensasi otot
lemah yang dimilikinya, sehingga selanjutnya akan timbul nyeri atau
salah postur. Jadi tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak
gerakan fisik yang tepat. Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis
yang ahli dan berpengetahuan dalam masalah yang sering terjadi pada anak
Down syndrome seperti low muscle tone, loose joint dan perbedaan yang
terjadi pada otot-tulangnya.
Intensitas Terapi
Biasanya
fisioterapi akan menjadwalkan anak dengan Down Syndrome seminggu sekali
untuk terapi, tetapi terlebih dahulu fisioterapi melakukan pemeriksaan
dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang dibutuhkan anak dlm seminggu.
Disini peran orangtua sangat diperlukan karena merekalah nanti yang
paling berperan dalam melakukan latihan dirumah selepas diberikannya
terapi. Untuk itu sangat dianjurkan untuk orangtua atau pengasuh
mendampingi anak selama sesi terapi agar mereka mengetahui apa-apa yg
harus dilakukan dirumah.
No comments:
Post a Comment