Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu
besar, karena pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan
yang terbuat dan batu-batu besar. Megalitikum sendiri berasal dari kata bahasa Yunani, Megalitik, dimana kata mega berarti besar, dan lithos berarti batu. Pada saat itu kehidupan masih bersifat primitif, sehingga mereka hanya
bisa menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu yang masih kasar.
Hasil kebudayaan pada zaman Megalitikum dapat dijumpai dalam berbagai bentuk bangunan dan peralatan yang terbuat dari batu-batu yang besar. Adapun hasil kebudayaan zaman ini, antara lain
- Kapak persegi maupun kapak lonjong
- Menhir (batu tempat pemujaan arwah leluhur)
- Dolmen
- Kubur batu
- Waruga
- Sarkofagus
- Punden Berundak.
Punden berundak merupakan contoh struktur buatan manusia, pada zaman Megalitikum, yang tersisa di Indonesia. Beberapa dari struktur tersebut bertanggal lebih dari 2000 tahun yang lalu. Punden berundak bukan merupakan “bangunan”, tetapi lebih merupakan pengubahan bentang-lahan atau undak-undakan yang memotong lereng bukit, seperti tangga raksasa. Bahan utamanya tanah, bahan pembantunya batu; menghadap ke anak tangga tegak, lorong melapisi jalan setapak, tangga, dan monolit tegak.
Kebudayaan ini berkembang dari zaman Neolitikum
sampai zaman Perunggu. Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan.
Walaupun kepercayaan mereka masih dalam tingkat awal, yaitu kepercayaan terhadap
roh nenek moyang, Kepercayaan ini muncul karena pengetahuan manusia sudah mulai
meningkat.
Di Indonesia
sendiri kebudayaan megalitikum masih menjadi bagian dan dipertahankan
hingga sekarang. Setiap bangunan yang berkembang tentunya memiliki
fungsi dan menyesuaikan dengan keadaan yang ada di sekitarnya. Tidak
jarang bangunan megalitikum menjadi bagian dari unsur-unsur mistis di
dalamnya. Kuburan batu dari para Raja-Raja Sumba merupakan salah satu
bentuk unsur megalitikum yang dapat ditemukan di Sumba. Selain itu ada
meja batu yang besar untuk pertemuan adat. Budaya Marapu menjadi salah
satu penghias sendiri di tanah Sumba, namun budaya Marapu sudah mulai
tergeser dengan modernitas.
No comments:
Post a Comment