Drama, berasal dari bahasa Yunani, yang berarti suatu aksi atau perbuatan (bahasa yunani). Drama pada umumnya didesain untuk dipertunjukkan di atas panggung.
Pengertian drama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :
- Komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan.
- Cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater.
Dari pengertian di atas dapat
diketahui bahwa kejadian pada sebuah drama adalah gambaran atau tiruan kisah
kehidupan manusia yang dipentaskan atau dilakonkan. Karena drama adalah penggambaran
kehidupan manusia, tentu ada pelibatan konflik yang akan melahirkan
reaksi emosi di dalamnya. Itulah sebabnya mengapa saat kamu menyaksikan
adegan demi adegan dalam drama (film, sinetron), secara tidak sadar
perasaanmu juga terlibat. Jika aktor/aktris yang menjadi tokoh idolamu
bersedih, kamu pun ikut bersedih, bahkan menitikkan air mata. Jika tokoh
idolamu senang/gembira, kamu pun akan gembira. Nah, itulah drama.
Jadi, drama adalah salah satu ragam
sastra (prosa) yang berbentuk cerita atau kisah yang melibatkan konflik
atau emosi dalam bentuk dialog dan gerak yang disusun untuk dipentaskan.
Dalam sebuah pementasan drama terdapat istilah-istilah berikut :
- Adegan merupakan bagian dari babak yang ditandai dengan pergantian formasi atau posisi pemain di atas pentas.
- Aktor adalah pria yang berperan sebagai pelaku dalam pementasan cerita, drama, dsb. di panggung, radio, televisi, atau film.
- Aktris adalah wanita yang berperan sebagai pelaku dalam pementasan cerita, drama, dsb. di panggung, radio, televisi, atau film.
Bagian perencanaan masih dibagi atas tiga bagian (Kernodle, 1967:
338-339). Pertama, klasifikasi drama dalam hubungan drama dengan
keseluruhan alat-alat kontrol, seperti jenis drama, keterangan
pertunjukan dengan penikmat, konvensi, dan gaya. Kedua, analisis drama
terhadap nilai-nilai struktur (alur, karakter, dan tema) dan tekstur
(dialog, spectacle, dan suasana). Ketiga, penentuan pilihan dan
penggunaan material dasar dari teknik-teknik yang akan digunakan
sutradara, aktor, dan perancang. Penelitian ini hanya memfokuskan pada
tahap analisis, terutama analisis struktur dan tekstur. Alasannya,
analisis terhadap teks drama merupakan bagian penting dalam sebuah
pertunjukan drama.
Sebuah pertunjukan drama merupakan kerja tim. Sebelum dipentaskan,
teks drama harus dianalisis sehingga gambaran kasar tentang teks drama
tersebut di atas pentas dapat dibayangkan. Sutradara dan perancang tidak
akan menjalankan tugas mereka masing-masing sebelum analisis terhadap
teks drama mencapai persetujuan pokok tentang ide dan perincian rencana
produksi (Kernodle, 1967: 338).
1.1 Struktur
Struktur adalah bentuk drama pada waktu pementasan. Struktur terdiri atas alur, karakter, dan tema (premise)
(Kernodle, 1967: 345 dan Harymawan, 1984:26—29). Drama mendapat
intensitas konsentrasi dan kekuatan dari alur. William Archer (via
Kernodle, 1967: 345) mengatakan bahwa drama adalah seni dari kegentingan
sebagai karya fiksi yang dibangun secara bertahap. Bagian ini merupakan
dasar dari pola irama drama secara keseluruhan. Alur tersusun dari
peristiwa-peristiwa yang tersaji di atas pentas. Penikmat drama pada
umumnya mengejar cerita dari bagian awal, tengah, dan akhir (Kernodle,
1967: 345). Di dalam cerita, kegentingan satu ke kegentingan selanjutnya
dalam sebuah pola yang berirama, dari tegangan dan istirahat,
dipengaruhi oleh pergerakan alur. Alur mengarahkan cerita drama pada
klimaks dengan dorongan menarik, kemudian membiarkan berganti dan
berdebar di bagian akhir melalui pengalaman pertunjukan yang luar biasa.
Reaske (1966: 35 dan Asmara, 1983:51) mendefinisikan alur sebagai
aspek pokok dari semua drama. Alur bagi drama terutama memperhatikan
tentang kejadian yang terjadi. Segala sesuatu yang terjadi di dalam
drama dibahas di dalam alur. Sebuah drama terdiri dari sebuah rangkaian
peristiwa atau episode yang mengikuti satu sama lain menurut rencana
dari penulis; setiap kejadian dihubungkan—selalu dalam sebuah jalur yang
tidak terlihat—kepada kejadiankejadian yang mengikuti. Reaske
menjelaskannya sebagai struktur alur yang menunjuk pada seluruh
organisasi dari drama. Analisis alur lebih menyeluruh daripada struktur
alur. Analisis alur lebih tertuju pada segala sesuatu yang terjadi di
drama. Dengan kata lain, analisis alur menganalisis tentang segala jenis
insiden yang melibatkan konflik di dalam drama (Reaske, 1966: 36 dan
Asmara, 1983: 52).
Kernodle (1966: 346) menjelaskan bahwa sebuah drama bukan narasi,
tidak hanya dialog atau percakapan, tetapi sebuah interaksi. Tiap
pembicaraan dari masing-masing karakter menuntut reaksi dari karakter
lain. Dengan demikian penikmat drama menjadi tertarik untuk mengikuti
cerita. Mereka ingin sekali melihat sesuatu yang akan terjadi
selanjutnya. Eric Bentley menganalogikannya seperti sorang penari
striptis yang melepas lapisan persembunyiannya satu persatu (Kernodle,
1967: 347).
Bagian pembukanya adalah eksposisi (Kernodle, 1967: 348). Tahapan ini
menjelaskan kepada penikmat drama tentang kejadian yang telah terjadi
dan yang sedang terjadi. Dengan demikian, penikmat drama tidak merasa
ahistoris tentang cerita yang sedang disajikan. Bagian selanjutnya
adalah komplikasi (Kernodle, 1967: 348). Pada bagian ini, awal mula
ketegangan dihadirkan. Setelah itu, ketegangan akan menaik, lambat laun
menjadi keras menuju klimaks minor. Setelah itu, ada dua pilihan, yaitu
memperlambat ketegangan atau melanjutkan ketegangan menuju ke ketegangan
yang lebih besar. Konfrontasi di dalamnya semakin menguat sehingga
timbul kemelut (Kernodle, 1967: 348). Umumnya, sesudah mencapai tahapan
ini, ketegangan sudah tidak dapat lagi kembali mereda, tetapi terus
memuncak. Pertarungan tiba di krisis mayor yang mungkin menjadi titik
puncak ketegangan, klimaks mayor. Setelah itu, muncul kesimpulan atau denaounment,
istilah bahasa Prancis untuk menyebut sebagai pelepasan alur (Kernodle,
1967: 345). Aristoteles menyebut istilah itu sebagai disecovery. Pada
bagian ini, semuanya menjadi jelas
(peripeteia).
(peripeteia).
Di lain pihak, Reaske (1966: 27 dan Asmara, 1983: 40) menyebut
struktur alur drama tragedi tersusun atas empat kategori besar, yaitu
rising action, climax, falling action, dan catastrophe. Rising action
merupakan penciptaan kekuatankekuatan konflik yang digambarkan,
diperluas, dan dipersiapkan untuk suatu bencana. Klimaks merupakan
bagian terbesar pertama yang memutuskan atau membuat suatu penemuan yang
penting tentang dirinya atau orang lain dalam drama, tindakan yang
memecahkan segala sesuatu yang lain yang terjadi dalam drama, diserahkan
kepada klimaks. Falling action merupakan bagian ketika pahlawan berangsung-angsur melemah dan dikalahkan oleh kekuatan yang lebih besar. Catastrophe merupakan bagian yang menceritakan bencana.
Karakter merupakan bahan paling aktif yang menggerakkan jalan cerita.
Karekter memiliki kepribadian dan watak. Karakter dapat dibagi menjadi
tiga dimensi, yaitu fisiologis, sosiologis, dan psikologis (Harymawan,
1984: 25). Dimensi fisiologis adalah ciri-ciri badani yang dimiliki oleh
seorang tokoh. Contoh yang bisa diambil, antara lain usia, jenis
kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri muka, dan sebagainya. Dimensi
sosiologis adalah latar belakang kemasyarakatan dari cerita tersebut.
Contoh dari dimensi sosiologis, antara lain status sosial, pekerjaan,
jabatan, peranan dalam masyarakat, pendidikan, kehidupan pribadi,
pandangan hidup, kepercayaan, agama, ideologi, aktivitas sosial,
organisasi, hobi, bangsa,suku, dan keturunan. Dimensi ketiga adalah
psikologis. Dimensi ini berarti latar belakang kejiwaan yang dimiliki
oleh tokoh-tokohnya, seperti mentalitas, ukuran moral, perbedaan yang
baik dengan yang tidak baik, temperamen, keinginan dan perasaan pribadi
terhadap sikap dan kelakuan, tingkat kecerdasan, dan keahlian khusus
dalam bidang tertentu (Harymawan, 1984: 27—28).
Reaske (1966: 44) membagi karakter menjadi dua, yaitu karakter mayor
dan karakter minor. Penentuan karakter mayor atau karakter minor dapat
diketahui melalui persentase aksi dalam drama (Reaske, 1966: 44). Pada
umumnya, karakter mayor terdiri dari dua orang tokoh, yaitu seorang
laki-laki dan seorang perempuan. Jika lebih dari itu, alasannya dapat
diketahui di dalam cerita, misalnya cinta segitiga atau kebingungan
salah satu tokoh utama memilih dua tokoh yang lain.
Alur bercerita tentang peristiwa yang terjadi, sedangkan karakter
bercerita tentang alasan peristiwa terjadi (Kernodle, 1967: 349). Yang
menggerakkan peristiwa adalah karakter. Karakter melakukan tindakan
berdasarkan motivasi yang ada dalam dirinya. Dari motivasi tersebut,
dapat diketahui dimensi psikologis karakter. Reaske (1966: 41 dan 42 dan
Asmara, 1983: 59—61) memberi contoh tujuh motivasi yang sering ditemui
dalam kehidupan nyata.
Pertama, motivasi perhitungan adalah jenis motivasi yang memandang
semua hal yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan imbalan. Kedua,
motivasi penuh cinta adalah jenis motivasi yang memandang segala hal
yang dilakukannya demi cinta, baik cinta yang dimilikinya, cinta yang
diidamkannya, ataupun cinta yang dimiliki seseorang untuknya. Ketiga,
motivasi takut gagal adalah jenis motivasi yang memandang segala sesuatu
yang dikerjakan berdasarkan perhitungan untuk menghindari kegagalan.
Keempat, motivasi beragama adalah jenis motivasi yang memandang sesuatu
yang dikerjakannya berdasar atas nama Tuhan. Kelima, motivasi pendendam
adalah jenis motivasi yang memandang sesuatu yang dikerjakannya berdasar
atas balas dendam. Keenam, motivasi bangga adalah jenis motivasi yang
memandang sesuatu yang dikerjakannya sebagai sesuatu yang luar biasa
yang membuatnya merasa bangga. Ketujuh, motivasi cemburu adalah jenis
motivasi yang memandang sesuatu yang dikerjakannya berdasarkan
kecemburuan terhadap orang lain.
Bagian struktur yang lain adalah tema, Harymawan (1984: 26 dan
Soemanto, 2001: 22) menyebutnya premis. Premis adalah rumusan intisari
cerita sebagai landasan idiil dalam menentukan arah tujuan cerita
(Harymawan, 1984:26). Dalam bahasa Indonesia, premis dapat diartikan
sebagai ide pemikiran cerita. Untuk menemukan makna lengkap dalam drama,
tema sangat erat hubungannya dengan nilai-nilai drama yang lain
(Kernodle, 1967: 354). Dengan kata lain, peneliti dapat
menginterpretasikannya dari implikasi-implikasi daya tariknya dan
nuansa-nuansa yang terbangun dalam drama (Reaske, 1966: 81 dan Asmara,
1983: 114).
Tema dapat ditemukan melalui banyak cara. Tema dapat ditemukan dalam
dialog dan diperjelas dalam pertunjukan (Kernodle, 1967: 354). Tiap
adegan memiliki kesatuan yang erat yang saling berhubungan untuk
melengkapi dan menyempurnakan tema.
Dalam drama abad pertengahan, tema dapat diketahui melalui epilog.
Akan tetapi, seorang karakter eksternal dalam drama modern berbicara
langsung kepada pembaca. Ia memberikan komentar tentang makna lakon.
Pada abad ke-19 aktor minorlah yang menjelaskan tema. Penjelasan itu
semakin kuat apabila karakter utama menyatakan kesimpulannya dari
penjelasan sebalumnya. Pembaca harus berhati-hati untuk tidak menganggap
pernyataan dari seorang karakter sebagai tema (Kernodle, 1967: 354).
Pernyataan tersebut bisa saja hanya kesimpulan sementara. Selain itu,
kadang-kadang sesuatu yang diucapkan oleh seorang tokoh dalam dialog
menunjukkan suatu perbedaan yang ironis dengan peristiwa yang terjadi.
Pada intinya, cerita terbaik menawarkan lebih dari sekadar pemahaman filosofis. Cerita menawarkan pembaruan penting ketika karakter-karakternya bergerak dalam ritme-ritme tindakan dan takdir menuju kepada kedamaian spiritual yang besar (Kernodle, 1967: 355).
Pada intinya, cerita terbaik menawarkan lebih dari sekadar pemahaman filosofis. Cerita menawarkan pembaruan penting ketika karakter-karakternya bergerak dalam ritme-ritme tindakan dan takdir menuju kepada kedamaian spiritual yang besar (Kernodle, 1967: 355).
1.2 Tekstur
Tekstur berasal dari bahasa latin yang berarti tenunan
(Kernodle, 1967:355). Ia mencontohkan pada tekstur pakaian. Untuk
mengetahui tekstur pakaian, kita harus menyentuhnya, merasakan
perbedaan. Dalam drama, indra yang dipakai adalah indra penglihatan dan
indra pendengaran. Indra pendengaran digunakan untuk mendengarkan suara
dan citra bahasa, sedangkan indra penglihatan digunakan untuk melihat
latar peristiwa dan gerakan-gerakan aktornya. Pengertian tekstur dalam
penelitian drama adalah sesuatu yang dialami langsung oleh pengamat.
Pengalaman tersebut hadir melalui indra, sesuatu yang didengar (dialog),
sesuatu yang dilihat (spectacle), dan sesuatu yang dirasa
lewat pengalaman visual dan aural (suasana) (Kernodle, 1967: 345).
Tekstur terdiri dari dialog, suasana, dan spectacle.
Untuk merasakan pengalaman tersebut, penikmat drama dapat
memperolehnya melalui haupttext dan nebentext. Wujud permasalahan teraba
oleh kegiatan aktif menikmati pentas (Soemanto, 2002: 42). Dialog
menjadikan teks tertulis menjadi terdengar dan perwatakan tokoh
menampakkan diri. Johan Hauken (via Soemanto, 2002: 43) berpendapat
bahwa pembacaan dan penikmatan teks drama secara aktif merupakan
kegiatan “gestalten”, membangun menjadi sesuatu, karena teks tertulis
dan pentas lakon adalah “gestaltungsfahig”, sesuatu yang masih harus dibentuk. Untuk itu, dialog, spectacle, dan suasana disajikan
secara bersama-sama (Soemanto, 2002: 43).
secara bersama-sama (Soemanto, 2002: 43).
Penggunaan bahasa berhubungan dengan keefektifan penyampaian tujuan
yang ingin disampaikan dalam drama (Reaske, 1966: 54 dan Asmara, 1983:
77). Keberadaannya biasanya dihadirkan lewat pembicaraan-pembicaraan
para tokohnya. Oleh karena itu, dialog merupakan bagian tekstur
terpenting dalam drama. Tekstur drama dibangun oleh dialog. Tekstur
drama tercipta karena adanya suara dan imaji bahasa dalam dialog
(Kernodle, 1967: 355). Dialog dalam lakon merupakan sumber utama untuk
menggali segala informasi tekstual (Dewojati, 2003: 54).
Jalannya eksekusi (pelaksanaan pentas) juga akan memosisikan dialog
menjadi sarana penting dalam menjadikan teks tertulis menjadi
“terdengar” dan “teraba” (Dewojati, 2003: 54). Hanya pada lakon yang
tertulis secara lengkap dan rinci tentang petunjuk penyutradaraan
didapatkan pembacaan terhadap teks yang dapat membantu untuk
membayangkan kemungkinan pementasannya (Soemanto, 2001: 125).
Ada dua hal yang akan diteliti dalam dialog teks drama 9 Oktober
1740, yaitu penggunaan gaya bahasa kiasan dan gaya bahasa tinggi dan
rendah. Penelitian terhadap penggunaan gaya bahasa kiasan atau
ketidaklangsungan makna membantu untuk memahami lebih dalam tentang isi
dialog dalam teks. Semua penulis drama menggunakan bahasa kiasan
(Reaske, 1966: 59 dan Asmara, 1983: 84). Mereka mengemukakan ide-idenya
dengan menggunakan analogi yang dihadirkan dengan cara berbeda, bukan
secara tersurat.
Ketidaklangsungan bahasa ada beberapa jenis. Reaske (1966: 59—61 dan
Asmara, 1983: 84—87) menyebutkan 13 jenis ketidaklangsungan bahasa,
yaitu simile, metafora, allegori, alliterasi, antithesis, cocophoni,
epithet, eufemisme, euphoni, imaji, paradok, periphasis, dan
personifikasi. Akan tetapi, dari 13 jenis ketidaklangsungan bahasa,
disebutkan Reaske bahwa simile dan metafora merupakan bagian paling
penting. Kedua gaya bahasa tersebut membuat dialog menjadi lebih hidup
dan lebih dramatis (Reaske, 1966: 59 dan Asmara, 1983: 85). Simile
adalah semacam analogi yang membandingkan kesamaan antara satu dengan
yang lain sehingga menarik untuk diteliti (Reaske, 1966: 59 Asmara,
1983: 84). Contoh simile, matahari seperti lampu panas di langit.
Metafora adalah menyamakan suatu benda dengan benda yang lain (Reaske,
1966: 59 dan Asmara, 1983: 85). Contoh metafora, matahari adalah lampu
panas di langit.
Yang dimaksud dengan gaya bahasa tinggi adalah yang menunjukkan keagungan, keformalan, kehalusan, dan keandalan yang kuat dalam ekspresi fantastis (Reaske, 1966: 65 dan Asmara, 1983: 92). Yang dimaksud dengan gaya bahasa rendah adalah yang menunjukkan kesederhanaan, kejelasan, dan ketidakindahan bahasa (Reaske, 1966: 65 dan Asmara, 1983: 92).
Spectacle merupakan aspek-aspek visual sebuah lakon,
terutama action fisik karakter-karakter. Spectacle mengacu kepada
pembabakan, kostum, tata rias, perlampuan, dan perlengkapan (Soemanto,
2001: 23—24). Sutradara diharapkan mampu memvisualisasikan teks ke dalam
bentuk visual di pertunjukan. Dengan demikian, penikmat drama pun dapat
menikmati pertujukan dengan lebih lengkap.
Aristoteles menyebut bagian selanjutnya sebagai musik. Akan tetapi,
musik, oleh Kernodle (1967: 357), kemudian digantikan dengan istilah
suasana karena pada drama modern sedikit menggunakan instrumen atau
melodi. Bahkan, dalam teks drama 9 Oktober 1740, tidak dituliskan
keterangan saat musik dimainkan. Akan tetapi, sifat-sifat yang ada dalam
musik, misalnya ritme, tidak dapat dipisahkan di dalam suasana.
Suasana tergantung pada banyak unsur yang dikomunikasikan secara langsung kepada penikmat drama. Suasana dapat dirasakan melalui dialog dan spectacle. Suasana terutama dikomunikasikan secara langsung kepada penikmat drama melalui ritme, gerak aktor, dialog aktor, dan perubahan-perubahan intensitas pencahayaan (Kernodle, 1967: 357).
Suasana tergantung pada banyak unsur yang dikomunikasikan secara langsung kepada penikmat drama. Suasana dapat dirasakan melalui dialog dan spectacle. Suasana terutama dikomunikasikan secara langsung kepada penikmat drama melalui ritme, gerak aktor, dialog aktor, dan perubahan-perubahan intensitas pencahayaan (Kernodle, 1967: 357).
John Dewey (dalam Kernodle, 1967: 357) menyebut ritme sebagai urutan
perubahan yang bervariasi. Ia menyatakan bahwa ketika aliran seragam,
tanpa intensitas variasi atau kecepatan, tidak ada ritme. Perubahan
ritme merupakan terjadinya teror yang berbeda dengan harapan pada
pemulihan. Setiap peristiwa yang sedang terjadi melengkapi hubungan
peristiwa sebelumnya dan mengantar ke hubungan peristiwa selanjutnya di
dalam teks.
Unsur Intrinsik Drama
Saat menyaksikan sebuah
drama yang dilakonkan, sering emosi kita terlibat dalam cerita yang diperankan
tersebut. Itu artinya, penulis naskah drama tersebut mampu membangun
sebuah cerita menjadi konflik pada masing-masing tokoh sehingga cerita
mengalir sebagaimana kejadian sesungguhya. Hal itu tidak terlepas dari
kemahiran penulis naskah untuk menghidupkan drama tersebut. Nah,
tertarikkah kamu untuk menulis sebuah naskah drama? Untuk dapat menulis
naskah drama yang baik dan menarik, diperlukan latihan dan pemahaman
tentang unsur-unsur yang dapat membangun sebuah naskah drama.
Unsur-unsur tersebut disebut juga dengan unsur intrinsik drama.
Unsur-unsur intrinsik drama, yaitu :
Agar dapat lebih memahami setiap unsur-unsur tersebut, perhatikan penjelasan berikut.
1. Alur/Plot
Alur
disebut juga plot. Alur adalah jalinan atau rangkaian peristiwa
berdasarkan hubungan waktu dan hubungan sebab- akibat. Sebuah alur
cerita juga harus menggambarkan jalannya cerita dari awal (pengenalan)
sampai akhir (penyelesaian). Alur cerita terjalin dari rangkaian ketiga
unsur, yaitu dialog, petunjuk laku, dan latar/setting. Sebuah alur dapat
dikelompokkan dalam beberapa tahapan, sebagai berikut.
1.Pengenalan
Pengenalan merupakan bagian permulaan pementasan drama, pengenalan para tokoh (terutama tokoh utama), latar pentas, dan pengungkapan masalah yang akan dihadapi penonton.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini! .
2.Pertikaian
Setelah tahap pengenalan, drama bergerak menuju pertikaian yaitu pelukisan pelaku yang mulai terlibat ke dalam masalah pokok.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!
Pada
kutipan di atas terlihat bahwa drama sudah mulai masuk ke dalam tahap
pertikaian atau konflik. Penggambaran masalah sudah semakin jelas bahwa
Trisno sudah membuat karikatur yang mengejek. Kejadian itu berbahaya
seperti terlihat pada perkataan Rini pada dialog di atas, yaitu
"Bahaya?".
3.Puncak,
Pada tahap ini pelaku mulai terlibat dalam masalah-masalah pokok dan keadaan dibina untuk menjadi lebih rumit lagi. Keadaan yang mulai rumit ini, berkembang hingga menjadi krisis. Pada tahap ini penonton dibuat berdebar, penasaran ingin mengetahui penyelesaiannya.
Pada tahap ini pelaku mulai terlibat dalam masalah-masalah pokok dan keadaan dibina untuk menjadi lebih rumit lagi. Keadaan yang mulai rumit ini, berkembang hingga menjadi krisis. Pada tahap ini penonton dibuat berdebar, penasaran ingin mengetahui penyelesaiannya.
Perhatikan petikan drama berikut ini!
Pada
kutipan di atas dapat dilihat bahwa puncak masalah itu adalah Anton
tidak menyetujui tindakan Trisno yang mencoba membelanya. Anton
menganggap Trisno telah menghinanya, seperti terlihat pada kutipan
dialog yang dicetak tebal di atas.
4.Penyelesaian
Pada tahap ini dilukiskan bagaimana sebuah drama berakhir dengan penyelesaian yang menggembirakan atau menyedihkan. Bahkan dapat pula diakhiri dengan hal yang bersifat samar sehingga mendorong penonton untuk mengira-ngira dan memikirkan sendiri akhir sebuah cerita.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!
Pada tahap ini dilukiskan bagaimana sebuah drama berakhir dengan penyelesaian yang menggembirakan atau menyedihkan. Bahkan dapat pula diakhiri dengan hal yang bersifat samar sehingga mendorong penonton untuk mengira-ngira dan memikirkan sendiri akhir sebuah cerita.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!
Pada tahap penyelesaian drama ini dapat dilihat bahwa drama ini berakhir dengan bahagia karena permasalahan karikatur Trisno yang mengejek Pak Kusno akan diselesaikan oleh salah satu guru, seperti kalimat yang dicetak tebal pada kutipan di atas.
2. Perwatakan atau karakter tokoh
Tokoh adalah orang-orang yang berperan dalam drama. Dalam cerita, umumnya terdapat tokoh baik (protagonis) dan tokoh jahat (antagonis). Tokoh-tokoh drama disertai penjelasan mengenai nama, umur, jenis kelamin, ciri-ciri fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaannya. Watak tokoh akan jelas terbaca dalam dialog dan catatan samping. Watak tokoh dapat dibaca melalui gerak-gerik, suara, jenis kalimat, dan ungkapan yang digunakan.Perhatikan penggalan teks drama berikut ini! .Dari dialog antara Pak Lurah dengan Pak Jagabaya di atas dapat dilihat bahwa perwatakan atau karakter kedua tokoh tersebut langsung diceritakan oleh pengarang, seperti gabungan kata yang tercetak tebal pada teks drama di atas.
3. Dialog
Ciri khas suatu drama adalah naskah tersebut berbentuk percakapan atau dialog. Penulis naskah drama harus memerhatikan pembicaraan yang akan diucapkan. Ragam bahasa dalam dialog antartokoh merupakan ragam lisan yang komunikatif.Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!Disebut dialog karena percakapan itu minimal dilakukan oleh dua orang. Nah, kutipan teks drama di atas dapat disebut sebagai dialog karena diucapkan secara bergantian oleh tokoh yang bernama Yanti dan Asdiarti. Selain dialog, dalam drama juga dikenal istilah monolog (adegan sandiwara dengan pelaku tunggal yang membawakan percakapan seorang diri; pembicaraan yang dilakukan dengan diri sendiri), prolog (pembukaan atau pengantar naskah yang berisi keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan), dan epilog (bagian penutup pada karya sastra yang fungsinya menyampaikan intisari atau kesimpulan pengarang mengenai cerita yang disajikan).
4. Petunjuk laku
Petunjuk laku atau catatan pinggir berisi penjelasan kepada pembaca atau para pendukung pementasan mengenai keadaan, suasana, peristiwa, atau perbuatan, tokoh, dan unsur-unsur cerita lainnya. Petunjuk laku sangat diperlukan dalam naskah drama. Petunjuk laku berisi petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana, pentas, suara, keluar masuknya aktor atau aktris, keras lemahnya dialog, dan sebagainya. Petunjuk laku ini biasanya ditulis dengan menggunakan huruf yang dicetak miring atau huruf besar semua. Di dalam dialog, petunjuk laku ditulis dengan cara diberi tanda kurung di depan dan di belakang kata atau kalimat yang menjadi petunjuk laku)Perhatikan petikan drama berikut!
5. Latar atau setting
Latar atau tempat kejadian sering disebut latar cerita. Pada umumnya, latar menyangkut tiga unsur, yaitu tempat, ruang, dan waktu.Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!
Dari
penggalan teks drama di atas dapat diketahui bahwa latar cerita
tersebut adalah di salah satu ruang yang ada di sekolah. Hal ini
ditunjukkan dengan kata-kata tercetak tebal yang menunjukkan bahwa
dialog tersebut dilakukan di sebuah kelas.
6. Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung di dalam drama. Tema dikembangkan melalui alur dramatik melalui dialog tokoh-tokohnya. Tema drama misalnya kehidupan, persahabatan, kesedihan, dan kemiskinan.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini
7. Amanat
Tema kutipan teks drama di atas adalah tentang persahabatan tiga orang, yaitu Fani, Gina, dan Hana. Tema dalam sebuah cerita, baik novel, maupun drama, tidak semua seperti contoh di atas yang langsung diungkapkan oleh pengarang. Namun, lebih banyak tema sebuah cerita dapat ditentukan setelah membaca keseluruhan ceritaDalam karyanya, pengarang pasti menyampaikan sebuah amanat. Amanat merupakan pesan atau nilai-nilai moral yang bermanfaat yang terdapat dalam drama. Amanat dalam drama bisa diungkapkan secara langsung (tersurat), bisa juga tidak langsung atau memerlukan pemahaman lebih lanjut (tersirat). Apabila penonton menyaksikan drama dengan teliti, dia dapat menangkap pesan atau nilai-nilai moral tersebut. Amanat akan lebih mudah ditangkap jika drama tersebut dipentaskan.Perhatikan penggalan teks drama berikut ini.
Pada kutipan di atas, amanat petikan drama tersebut diungkapkan secara tersurat oleh pengarang, yaitu ”Kreativitas harus dibangkitkan.”
No comments:
Post a Comment