Zaman
Kenozoikum berlangusng
sejak 60 juta tahun yang lalu sampai sekarang. Seperti halnya masa Mesozoikum,
masa Kenozoikum salah satu di antaranya dicirikan oleh adanya perkembangan
kehidupan baik jenis flora maupun jenis fauna. Salah satu hal yang menarik
adalah anggota filum Protozoa yang termasuk kedalam ordo Foraminifera.
Masa Kenozoikum merupakan masa pada Geological Time Scale yang
terjadi setelah masa Mesozoikum. Masa Kenozoikum itu sendiri terbagi menjadi
dua zaman, yaitu tersier serta kwarter.
Zaman kwarter pada masa kenozoikum berlangsung antara 1,8 juta juta tahun
yang lalu hingga berlangsung sampai sekarang. Pada zaman ini semua bentuk
kehidupan di bumi (darat, laut, udara) berkembang, bahkan manusia juga telah
hadir. Zaman kwarter itu sendiri juga dibagi menjadi dua kala, yaitu kala
pleistosen dan holosen.
Kala Pleistosen
Pleistosen adalah suatu kala dalam skala waktu geologi
yang berlangsung antara 1.808.000 hingga 11.500 tahun yang lalu. Pleistosen berasal dari kata pleistos = terlebih –lebih, dan Koinos = baru, mengandung 90-100%
bentuk-bentuk sekarang. Pleistosen dibagi menjadi Pleistosen Awal, Pleistosen
Tengah, dan Pleistosen Akhir, dan beberapa tahap fauna. Pleistosen awalnya
dikenal dengan diluvium, yakni formasi sekarang (holosen atau aluvium);
bermula dari 1.750.000 tahun lalu dan berakhir sampai 10000 tahun lalu. kala pertama
dalam zaman kuarter, dibawah satuan waktu geologi ini terdapat kala pliosen,
dan diatasnya kala holosen. Pada kala pleistosen bumi mengalami beberapa zaman es.
Pada kala Pleistosen banyak bagian dunia dilanda oleh
lapisan es yang cukup tebal. Hal itulah yang menyebabkan migrasi
besar-besaran fauna menuju ke tempat yang tidak dapat dicapai oleh lapisan es.
Zaman es tersebut dibagi menjadi 4, yaitu : Zaman es Gunz, Mindel, Riss, dan
Wurm. Akibat dari zaman es di dunia, ternyata pengaruhnya di Indonesia sangat
jelas. Hal ini mengakibatkan terjadinya pulau-pulau atau daratan yang
relatif lebih luas bila dibandingkan dengan zaman sebelumnya.
Pada zaman Pleistosen wilayah Indonesia dapat dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu di barat yang merupakan paparan Sunda dan di timur yang
merupakan paparan Sahul dengan kedalaman dasarnya hampir merata, sedangkan di
tengahnya Sulawesi dan
Kalimantan terdiri dari laut dalam dengan kedalaman yang
berbeda-beda. Batas barat laut antara dari tempat Filipina dan Kepulauan
Talaud, serta antara Sulawesi dan Kalimantan terus
memanjang ke selatan ke tempat sebelah timur Kepulauan Tangean dan langsung ke
selatan pulau Lombok. Garis pantai timur paparan Sunda, kira-kira jatuh
bersamaan dengan garis Wallace, yaitu suatu garis batas Zoogeografi yang
penting di Indonesia. Sebelah barat garis Wallace ini antara lain termasuk
pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan yang faunannya bersifat Asia, sedangkan
sebelah timur garis Wallace antara lain Sulewesi, Nusa Tenggara, dan Irian
mempunyai sifat Australia.
Dengan ditemukannya data-data baru letak garis ini
berubah-ubah, yaitu yang kemudian berubah menjadi garis Wallace (Huxley), garis
Webber (Pelseneer) ataupun garis Webber (keseimbangan fauna), maupun garis
batas fauna Australia-Papua. Bagaimanapun perubahannya garis-garis tersebut
tetap merupakan batas Provinsi Zoogeografi pada waktu sekarang sebagai akibat
dari penyebaran fauna di zaman Pleistosen melalui daratan-daratan dan
jembattan-jembatan daratan pada waktu itu.
Dari penyelidikan yang dilakukan pada tahun-tahun yang
terakhir terbukti bahwa garis Wallace tidaklah menjadi batas provinsi fauna
Pleistosen, akan tetapi hanya berlaku bagi zaman Holosen. Hal ini terbukti
dengan ditemukannya Stegodon rigonocephalus flurensia Hooujer di Flores
pada tahun 1957, Stegodon timerensis Sartono di pulau Timor pada tahun
1964.
Penyelidikan yang dilakukan oleh Dr. R. P. Soejono
bekerja sama dengan Prof. Dr. S. Sartono di pulau Sumba pada tahun 1978 telah
ditemukan fosil rahang bawah dari Stegodon. Penyelidikan yang dilakukan
pada tahun itu juga di desa Berru, Cabenge, Sulawesi Selatan oleh Rokhus Dua
Awe telah ditemukan gigi Stegodon, sedangkan pada tahun sebelumnya
ditemukan fosil babi, rusa, kijang, kura-kura dengan diameter 2 meter. Hal-hal
tersebut menunjukkan bahwa terutama binatang stegodon yang asalnya dari dari
India Utara di daerah Siwalik melaului Birma dan Malaya tidak hanya berhenti di
Jawa sekitar seperti diperkirakan sebelumnya tetapi melalui jembatan daratan di
Nusa Tenggara sampai pula di Flores dan Timor bahkan dari utara yang semula
diperkirakan berhenti di Kalimantan menerus hingga sampai di Sulawesi Selatan,
yang diduga melalui jembatan Birma-Tiongkok melalui Korea, Jepang, Taiwan dan
Filipina sampai di Sulawesi.
Apakah spesies-spesies Stegodon dan jenis binatang yang
lain, yang melalui jalanan Malaya dan melalui jalan Jepang-Filipina akhirnya
saling bertemu lagi di paparan Sunda, sampai sekarang belum dapat diketahui
dengan pasti.
Dengan lewatnya jaman Wurm, berakhirlah zaman Diluvium,
yang kemudian menyusul zaman Holosen, zaman selama manusia hidup sekarang ini
merupakan sebagian dari zaman holosen, Zaman ini disebut pula post-glasial.
Tanda-tanda yang ditinggalkan oleh zaman es yang terakhir
yaitu zaman Wurm, paling jelas dapat dilihat dengan terbentuknya undak-undak
sepanjang sungai Bengawan Solo pada tempat penerobosannya melalui Pegunungan
Kendeng. Dalam undak-undak tersebut ditemukan fauna Verteberata Ngadong serta
manusia purba Homo soloensis yang hidup pada zaman itu di daerah
tersebut. Undak-undak sungai itu terjadi suatu penurunan permukaan air laut,
bersamaan dengan pengunduran pantal lautan. Kejadian tersebut mengakibatkan
juga pengikisan lebih lanjut terhadap paparan sunda dan paparan Sahul yang
sebelumnya telah terkena proses-proses serupa dalam zaman Gunz, Mindel, dan
Riss.
Pada zaman
post-glasial, es mencair
kembali dan akibat dari itu, permukaan air laut menjadi naik termasuk lautan di
kepulauan Indonesia.
Hal tersebut mengakibatkan pula tergenangnya kembali
paparan Sunda oleh Laut Jawa serta laut Cina selatan dan juga terbenamnya
paparan Sahul oleh Laut Arafuru dan pula makin dalamnya laut di daerah Maluku.
Dengan demikian maka daratan-daratan Indonesia yang ada pada waktu zaman es
Wurm tepecah-pecah serta terbagi-bagi oleh lautan yang terjadi pada zaman
post-glasial sehingga mengakibatkan penyebaran dan membentuk kepulauan
Indonesia seperti sekarang ini.
Pada masa
Paleozoikum atas jenis tanah ini mulai muncul sebagai pembentuk batu gamping,
dan jenis ini berkembang baik pada masa Kaenozoikum, sehingga mengakibatkan
beberapa di antaranya dapat dipergunakan sebagai fosil penunjuk. Beberapa jenis
yang termasuk Foraminifera besar antara lain adalah Camerina (Nummulites) yang
terdapat pada kala Eosen dan Oligosen. Jenis ini hanya dijumpai pada Paleogen,
sedangkan pada Neogen jenis ini sudah tidak ada lagi.
Selain itu
jenis invertebrata yang lain juga berkembang baik bahkan di beberapa tempat
dapat dipergunakan sebagai fosil indeks antara lain di Indonesia. Jenis
tersebut termasuklah Mollusca, Coelenterata, danlain2. Khusus untuk binatang
Vertebrata mengalami perkembangan pesat, bahkan beberapa di antaranya dapat
dilihat adanya evolusi.
Selama kala Pleistosen keluarga gajah tetap memegang peranan penting dijumpai di benua Amerika, Eropa dan Asia. Mammuthus arizonae, Mammuthus columbia, Mammuthus imperator, mammuthus americanus, banyak dijumpai sebagai fosil di Amerika, sedang beribu2 fosil gajah ditemukan pula di Siberia dan China. Keluarga kuda dijumpai dalam bentuk kuda poni (kuda kerdil - tidak kurang dari 10 species di Amerika utara. Keluarga kerbau salah satu yang terkenal adalah Bison latifrons hidup di benua Amerika dengan bentang tanduk meliputi kurang lebih 2 meter. Keluarga unta umum didapatkan, sedangkan babi hutan banyak didapatkan di daerah Texas, Mexico, Amerika tengah. Tidak ketinggalan golongan Carnivora mengambil peranan pula selama kala Pleistosen. Felis atrox sebangsa kucing raksasa yang bentuk dan ukurannya sebesar harimau pernah hidup di daerah benua Amerika, Canis dirus, serigala raksasa, diduga Amerika merupakan daerah asal yang kemudian mengadakan migrasi ke benua yang lain.
Selama kala Pleistosen keluarga gajah tetap memegang peranan penting dijumpai di benua Amerika, Eropa dan Asia. Mammuthus arizonae, Mammuthus columbia, Mammuthus imperator, mammuthus americanus, banyak dijumpai sebagai fosil di Amerika, sedang beribu2 fosil gajah ditemukan pula di Siberia dan China. Keluarga kuda dijumpai dalam bentuk kuda poni (kuda kerdil - tidak kurang dari 10 species di Amerika utara. Keluarga kerbau salah satu yang terkenal adalah Bison latifrons hidup di benua Amerika dengan bentang tanduk meliputi kurang lebih 2 meter. Keluarga unta umum didapatkan, sedangkan babi hutan banyak didapatkan di daerah Texas, Mexico, Amerika tengah. Tidak ketinggalan golongan Carnivora mengambil peranan pula selama kala Pleistosen. Felis atrox sebangsa kucing raksasa yang bentuk dan ukurannya sebesar harimau pernah hidup di daerah benua Amerika, Canis dirus, serigala raksasa, diduga Amerika merupakan daerah asal yang kemudian mengadakan migrasi ke benua yang lain.
Yang sangat
menarik perhatian adalah waktu kelahiran manusia di dunia. Genus
Australophitecus (humanoid-manlike) yang telah punah dijumpai sebagai fosil
pada gua2 batu gamping di Amerika selatan, ditemukan oleh Prof. Dart &
Prof. Le Gros Clark bersama2 dengan tulang binatang yang diduga dipergunakan
sebagai senjata pada saat itu. (Nama Australophitecus berasal dari kata latin
australo = selatan, pithecus = kera).
Jenis lain
adalah Pithecanthropus (dari bahasa latin pithecos = kera, anthropos =manusia )
untuk pertama kalinya ditemukan pada tahun 1891 oleh Eugene Dubois di daerah
Sangiran sebelah utara Solo, yang kemudian lebih dikenal sebagai
Pithecanthropus Erectus. Pada masa ini terjadi kepunahan berbagai
jenis manusia purba yang mendahuluinya, seperti pithecanthropus erectus. Berita penemuan ini sangat menarik sehingga antara
tahun 1935 sampai tahun 1940 Prof DR GHR von Koeningswald melakukan
penyelidikan yang teliti. Salah satu penemuannya ialah didapatkannya tengkorak
dan bagian tubuh yang lain. Untuk mengetahui sejarah kehidupan manusia pada
saat itu, hingga saat ini penelitian terus dilanjutkan.
Penelitian yang
dilakukan pada tahun 1928 dan 1929 di dekat Beijing China, telah didapatkan di
dalam gua batu gamping Chou Kou Tien 48 km sebelah selatan Beijing, yang
kemudian dikenal sebagai Pithecanthropus peninensis. Penemuan yang tidak
ternilai pentingnya ialah didapatkannya Homo Neanderthalensis yang sekarang
telah punah yaitu di bagian timur Eropa yang hidup pada zaman es. Tempat
penemuan pertama di daerah lembah Neander dekat Dusseldorf, Jerman.
Di pulau
Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara, dan Sulawesi, kala ini dicirikan dengan kegiatan
gunung berapi yang berlangsung hingga sekarang. Dari masa ini juga dikenal
sebagai megaloceros (rusa besar), coelodonta antiquitatis (badak
berbulu wol), mammuthus primigenius (mamut), ursus spelaeus
(beruang yang hidup dalam gua), smilodon (semacam kucing besar), rusa
kutub, bison.
Kala Holosen
Kala Holosen
dimulai dari 10.000 tahun yang lalu hingga sekarang. Nama holosen berasal dari
bahasa Yunani ("holos") yang berarti keseluruhan dan ("kai-ne") yang
berarti baru atau terakhir. Kala ini kadang disebut juga sebagai "Kala
Alluvium". Dari kala ini diperagakan sejarah budaya manusia Zaman
Paleolitikum (Zaman Batu purba) sampai Zaman Neolitikum (Zaman Batu baru) yang
ditemukan di Punung (Pacitan, Jawa Timur) dan Dago (Bandung, Jawa Barat).
Wajib Diketahui Kelebihan Dan Kekurangan Teknik Tarung Solah
ReplyDeleteDepo S128
Panduan Mudah Dalam Mengatasi Nafas Ayam Aduan Pendek
ReplyDelete