Wednesday, 8 December 2010

Prabu Salya


Salya  adalah nama raja Kerajaan Madra dalam wiracarita Mahabharata. Dalam pewayangan Jawa, Salya sering disebut dengan nama Prabu Salyapati, sedangkan negeri yang ia pimpin disebut dengan nama Kerajaan Mandaraka. 

Asal-Usul

Menurut versi Mahabharata, raja Kerajaan Madra semula bernama Artayana, yang memiliki dua orang anak bernama Salya dan Madri. Setelah Artayana meninggal, Salya menggantikannya sebagai raja, sedangkan Madri menjadi istri kedua Pandu, raja Hastinapura, dan kemudian melahirkan Nakula dan Sahadewa. Merujuk pada nama ayahnya, Salya dalam Mahabharata sering pula disebut Artayani.

Menurut versi pewayangan Jawa, raja Kerajaan Mandaraka semula bernama Mandrapati yang memiliki dua orang anak bernama Narasoma dan Madrim. Narasoma kemudian menjadi raja bergelar Salya, sedangkan Madrim menjadi istri kedua Pandu.

Silsilah Keluarga

Versi Mahabharata menyebut Salya memiliki dua orang putra bernama Rukmarata dan Rukmanggada. Namun siapa nama istrinya atau ibu dari kedua anak tersebut tidak diketahui dengan jelas.
Versi Bharatayuddha, yaitu sebuah naskah berbahasa Jawa Kuno menyebut nama istri Salya adalah Setyawati. Dari perkawinan itu kemudian lahir Rukmarata.

Versi pewayangan Jawa menyebut anak-anak Salya dan Setyawati berjumlah lima orang. Yang pertama adalah Erawati istri Baladewa. Yang kedua adalah Surtikanti istri Karna. Yang ketiga adalah Banowati istri Duryudana. Yang keempat adalah Burisrawa, sedangkan yang terakhir adalah Rukmarata.

Burisrawa dalam Mahabharata dan Bharatayuddha adalah putra Somadatta. Dalam pewayangan Somadatta dieja dengan sebutan Somadenta, dan dianggap sama dengan Salya. Maka, Burisrawa versi Jawa pun dianggap sebagai putra Salya.

Kisah Perkawinan

Kisah perkawinan Salya dan Setyawati terdapat dalam versi pewayangan Jawa. Salya yang sewaktu muda bernama Narasoma pergi berkelana karena menolak dijodohkan oleh ayahnya. Di tengah jalan ia bertemu seorang brahmana raksasa bernama Resi Bagaspati yang ingin menjadikannya menantu.

Bagaspati mengaku memiliki putri cantik bernama Pujawati yang mimpi bertemu Narasoma dan jatuh hati kepadanya. Narasoma menolak lamaran Bagaspati karena yakin Pujawati pasti juga berparas raksasa. Keduanya pun bertarung. Narasoma kalah dan dibawa Bagaspati ke tempat tinggalnya di Argabelah.

Ternyata yang bernama Pujawati benar-benar cantik. Narasoma berubah pikiran dan bersedia menikahi putri Bagaspati tersebut.

Ilmu Candabirawa

Narasoma yang sombong merasa jijik memiliki mertua seorang raksasa. Pujawati menyampaikan hal itu kepada Bagaspati. Bagaspati menyuruh putrinya itu memilih ayah atau suami. Ternyata Pujawati memilih suami. Bagaspati bangga mendengarnya dan mengganti nama Pujawati menjadi Setyawati.

Setyawati menyampaikan kepada Narasoma bahwa ayahnya siap mati daripada mengganggu keharmonisan mereka. Bagaspati rela dibunuh asalkan Setyawati jangan sampai dimadu. Narasoma bersedia. Ia kemudian menusuk Bagaspati namun tidak mempan. Bagaspati sadar kalau memiliki ilmu kesaktian bernama Candabirawa. Ia pun mewariskan ilmu tersebut kepada Narasoma terlebih dulu.

Narasoma kemudian menusuk siku Bagaspati, yaitu tempat titik kelemahannya. Bagaspati tewas seketika. Narasoma kemudian membawa Setyawati pulang ke Mandaraka.

Dikalahkan Pandu

Mandrapati menyambut kedatangan Narasoma dan Setyawati dengan gembira. Namun ia tiba-tiba sedih mendengar kematian Bagaspati yang ternyata sahabat baiknya. Mandrapati pun marah dan mengusir Narasoma pergi dari istana. Madrim yang masih rindu segera menyusul kepergian kakaknya itu.

Narasoma dan Madrim tiba di Kerajaan Mandura di mana sedang diadakan sayembara untuk mendapatkan putri negeri tersebut yang bernama Kunti. Dengan mengerahkan Candabirawa, Salya berhasil mengalahkan semua pelamar dan memenangkan Kunti.

Pandu pangeran dari Hastina datang terlambat dan memutuskan untuk pulang. Narasoma mencegah dan menantangnya. Namun Pandu tidak mau melayani tantangan itu karena Narasoma sudah ditetapkan sebagai pemenang. Narasoma yang sombong terus memaksa, bahkan menyerahkan Kunti dan Madrim sekaligus jika Pandu sampai menang.

Pandu terpaksa melayani tantangan Narasoma. Narasoma pun mengerahkan ilmu Candabirawa. Dari jarinya muncul raksasa kerdil tapi ganas, yang jika dilukai jumlahnya justru bertambah banyak. Pandu sempat terdesak. Atas nasihat pembantunya yang bernama Semar, ia pun mengheningkan cipta menyerahkan diri kepada Tuhan. Anehnya, dengan cara tersebut Candabirawa justru lumpuh dengan sendirinya.

Narasoma menyerah kalah. Tujuannya ikut sayembara bukan karena ia menginginkan Kunti, namun hanya sekadar untuk mencoba keampuhan Candabirawa saja. Sesuai perjanjian, Kunti dan Madrim pun diserahkan kepada Pandu.

Sebagai Raja Mandaraka

Narasoma kemudian kembali ke Mandaraka dan dikejutkan oleh kematian ayahnya yang serba mendadak. Konon, Mandrapati sangat sedih atas kematian Bagaspati yang tewas dibunuh Narasoma. Ia merasa telah gagal menjadi ayah yang baik dan memutuskan untuk bunuh diri menyusul sahabatnya itu.Narasoma kemudian menggantikan Mandrapati sebagai raja bergelar Salya. Pemerintahannya didampingi Tuhayata sebagai patih.

Meskipun sudah menjadi raja, namun Salya tetap bersifat sombong. Ia langsung menerima lamaran Duryudana raja Hastina yang merupakan raja terkaya di dunia saat itu untuk menikah dengan Erawati putri sulungnya. Namun, Erawati kemudian hilang diculik orang. Erawati berhasil diselamatkan oleh Baladewa yang saat itu menyamar sebagai pendeta muda.

Menurut perjanjian, seharusnya Erawati diserahkan kepada Baladewa. Namun hal itu ditunda-tunda karena Salya lebih suka memiliki menantu seorang raja. Baru ketika ia tahu kalau Baladewa ternyata raja Kerajaan Mandura, Erawati pun diserahkan kepadanya.

Salya kembali menerima lamaran Duryudana untuk Surtikanti. Namun putri kedua ini diculik dan dinikahi Karna. Duryudana merelakannya karena Karna banyak berjasa kepadanya. Ia kemudian menikahi putri Salya yang lain yaitu Banowati.

Tipu Muslihat Korawa

Mahabharata bagian kelima atau Udyogaparwa mengisahkan Salya membawa pasukan besar menuju Upaplawya untuk menyatakan dukungan terhadap Pandawa menjelang meletusnya perang Bharatayudha. Di tengah jalan rombongannya beristirahat dalam sebuah perkemahan lengkap dengan segala jenis hidangan.

Salya menikmati semua jamuan itu karena mengira berasal dari pihak Pandawa. Tiba-tiba para Korawa yang dipimpin Duryodana muncul dan mengaku sebagai pemilik perkemahan beserta isinya. Duryodana meminta Salya bergabung dengan pihak Korawa untuk membalas jasa. Sebagai seorang raja yang harus berlaku adil, Salya pun bersedia memenuhi permintaan itu.

Salya kemudian menemui para keponakannya, yaitu Pandawa Lima untuk memberi tahu bahwa dalam perang kelak, dirinya akan berada di pihak musuh. Para Pandawa terkejut dan sedih mendengarnya. Namun Salya menghibur dengan memberikan restu kemenangan untuk mereka.

Bharatayudha Hari Pertama

Pada hari yang telah ditentukan, perang Baratayuda pun meletus. Mahabharata bagian keenam atau Bhismaparwa mengisahkan Salya bertempur di pihak Korawa dengan gagah berani. Pada hari pertama ia menewaskan Uttara putra Wirata sekutu utama Pandawa.

Saudara Uttara yang bernama Sweta berusaha keras menyerang Salya. Salya terdesak namun berhasil diselamatkan oleh Kretawarma. Rukmarata putra Salya mencoba melindungi ayahnya. Namun ia segera tumbang tak sadarkan diri terkena senjata Sweta. Sementara itu menurut versi Kakawin Bharatayudha, Rukmarata tewas di tangan Sweta.

Menjadi Kusir Karna

Mahabharata bagian kedelapan atau Karnaparwa mengisahkan Karna diangkat sebagai panglima seluruh pasukan Korawa. Musuh besar Karna adalah Arjuna yang mengendarai kereta dengan Kresna sebagai kusirnya. Untuk mengimbangi, Karna meminta Salya bertindak sebagai kusir keretanya.

Salya memenuhi permintaan Karna namun diam-diam ia juga membantu Arjuna. Ketika Karna membidik leher Arjuna dengan panah pusakanya, Salya memberi isyarat kepada Kresna untuk menggerakkan kereta. Akibatnya, panah Karna pun meleset dari sasaran utamanya.

Kisah Kematian

Setelah Karna tewas di tangan Arjuna, Salya pun diangkat sebagai panglima baru pihak Korawa. Kisah kematiannya terdapat dalam Mahabharata bagian kesembilan atau Salyaparwa. Ia dikisahkan mati di tangan pemimpin para Pandawa, yaitu Yudistira.

Kematian Salya diuraikan pula dalam Kakawin Bharatayuddha. Ketika ia diangkat sebagai panglima, Aswatama yang menjadi saksi kematian Karna melakukan protes karena Salya telah berkhianat, yaitu diam-diam membantu Arjuna. Namun, Duryodana justru menuduh Aswatama bersikap lancang dan segera mengusirnya.

Salya maju perang menggunakan senjata Rudrarohastra. Muncul raksasa-raksasa kerdil namun sangat ganas yang jika dilukai justru bertambah banyak. Kresna mengutus Nakula supaya meminta dibunuh Salya. Nakula pun berangkat dan akhirnya tiba di hadapan Salya. Tentu saja Salya tidak tega membunuh keponakannya itu. Ia sadar kalau itu semua hanyalah siasat Kresna. Salya pun dengan jujur mengatakan, Rudrrohastra hanya bisa ditaklukkan dengan jiwa yang suci.

Yudistira pun maju menghadapi Salya. Rudrarohastra berhasil dilumpuhkannya. Ia kemudian melepaskan pusaka Kalimahosaddha ke arah Salya. Pusaka berupa kitab itu kemudian berubah menjadi tombak yang melesat menembus dada Salya.

Dalam versi pewayangan Jawa, Rudrarohastra disebut dengan nama Candabirawa. Ilmu ini bisa dilumpuhkan oleh Yudistira dengan cara mengheningkan cipta. Bahkan, sejak itu Candabirawa justru berbalik mengabdi kepada Yudistira, yang merupakan reinkarnasi dari Resi Bagaspati, pemilik sebenarnya.
Yudistira kemudian melepaskan pusaka Jamus Kalimasada yang menewaskan Salya.

Baik versi Bharatayuddha ataupun versi pewayangan Jawa, setelah Salya tewas, istrinya yaitu Setyawati datang menyusul ke medan pertempuran untuk melakukan bela pati. Setyawati dan pembantunya yang bernama Sugandika bunuh diri menggunakan keris.

No comments:

Post a Comment