Pada zaman dahulu kala, tanah Sunda kuno terdapat kerajaan yang sangat makmur, dipimpin oleh seorang Raja dan Ratu yang yang sangat bijaksana. Mereka mempunyai seorang putri yang cantik dan pintar, bernama Dayang Sumbi. Dayang Sumbi adalah putri yang manja tetapi pemarah. Menjelang dewasa, sebagai putri raja, ia pun diajar berbagai ketrampilan yang sangat berguna bagi kaum perempuan sebagaimana layaknya perempuan-perempuan waktu itu. Salah satu ketrampilan yang diajarkan kepada dayang Sumbi sebagai putrid raja adalah menenun.
Pada suatu pagi yang cerah, pada saat Dayang Sumbi sedang asyik menenun, tiba-tiba tanpa sengaja pintalan benangnya jatuh, Dayang Sumbi yang kesal akan ketelodaranya sendiri, kemudian berucap bahwa siapa saja yang dapat mengambilkan pintalan benang itu, apabila dia wanita maka dia akan dijadikan adiknya, sedangkan apabila dia laki - laki maka dia akan dijadikan suaminya.
Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat seekor anjing jantan berwarna hitam, bernama Tumang, menghampirinya dirinya dengan membawa pintalan benang di mulutnya. Dengan hati yang kecamuk, karena telah terlanjur berjanji, Dayang Sumbi mengambil pintalan benang yang berada di mulut sang anjing ini.
Pada awalnya Dayang Sumbi ingin membatalkan sumpah yang telah diucapkan, karena tidaklah mungkin bagi dirinya untuk menikah dengan seekor anjing. Si Tumang mengetahui apa yang berkecamuk dalam hati Dayang Sumbi. Si Tumang pun kemudian memberikan penjelasan kepada Dayang Sumbi bahwa ia sebenarnya adalah seorang dewa yang sedang menjalani hukuman dan dikutuk menjadi seekor anjing serta dibuang ke dunia.
Pengakuan ini masih belum cukup bagi Dayang Sumbi. Masak sebagai putri raja ia harus menikah dengan orang yang berwujud seekor anjing, meski ia seorang dewa. Tetapi karena sudah terlanjur bersumpah ia terpaksa harus memenuhi janjinya, dan karena anjing tersebut berjenis kelamin jantan, ia akhirnya menikahi anjing yang bernama si Tumang.
Karena tidak ingin mempermalukan keluarganya, mereka pun pergi menjauhi istana, ke suatu tempat di kampung yang tenang dan tentram, dimana masyarakat tidak mengenal asal –usul mereka. Mereka hidup layaknya masyarakat pada umumnya. Meskipun demikian mereka hidup bahagia dan dikarunai seorang putra bernama Sangkuriang.
Karena putra seorang dewa maka Sangkuriang pun mewarisi kesaktian seperti Dewa. Sangkuriang tumbuh ditemani oleh anjing kesayangannya yaitu si Tumang, yang tidak lain adalah ayahnya sendiri. Sangkuriang tidak mengetahui akan hal ini dan ibunya memang sengaja merahasiakannya.
Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh Sangkuriang untuk berburu mencarikan baginya hati sekor rusa yang akan dimasak untuk sebuah perayaan kecil. Sangkuriang pun berangkat mencari hewan buruan ditemani si Tumang, anjing kesayangannya.
Setelah berburu seharian penuh, Sangkuriang belum juga menemukan dan mendapatkan hewan buruannya, dia mulai bingung, gelisah dan takut untuk pulang, karena belum membawa hasil buruan sebagaimana yang diharapkan ibunya.
Dalam keputus-asaannya, Sangkuriang mengambil panah dan tega membunuh si Tumang, anjing kesayangannya dengan anak panahnya. Si Tumang, yang tidak lain adalah ayahnya sendiri dan yang selama ini dengan setia menemani dan menjaganya, akhirnya tewas ditangan Snagkuriang. Dalam keadaan menyesal, Sangkuriang kemudian mengambil hati si Tumang dan segera membawanya pulang kerumah.
Dayang Sumbi merasa heran karena Sangkuriang pulang tanpa ditemani oleh si Tumang dan ia pun bertanya kepada Sangkuriang, kemana si Tumang. Untuk menutupi kesalahannya, Sangkuriang terpaksa berkata bohong kalau si Tumang telah mati diterkam oleh macan.
Namun ibunya tidak percaya, setelah didesak akhirnya Sangkuriang pun menceritakan hal yang sebenarnya. Begitu marahnya Dayang Sumbi mendengar cerita dari Sangkuriang, hingga tanpa sadar gayung yang sedang dipegangnya, dipukulkannya kepada Sangkuriang dan mengenai kepalanya, hingga terluka.
Dayang Sumbi, kemudian mengusir Sangkuriang. Kejadian itu membuatnya sangat marah dan hanya bisa menangis dan menyesali nasib yang dialaminya, sementara Sangkuriang melarikan diri dengan kepala yang masih terluka dan tidak pernah kembali lagi.
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya, karena ia kini menjadi hidup sebatang kara. Ia kemudian selalu berdoa dan sangat tekun bertapa, mohon ampun akan kesalahannya. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah, karena ketekunannya bertapa. Ia akan tetap muda selamanya dan memiliki kecantikan abadi.
Waktu terus berlalu, Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pria gagah, tampan dan sakti, karena mewarisi kesaktian ayahnya, apalagi setelah ia berhasil menaklukan bangsa siluman yang sakti pula, yaitu Guriang Tujuh. Setelah sekian tahun berlalu, dalam pengembaraannya meninggalkan kampung halamannya, ia pun rindu untuk pulang kembali, menengok kampung halamannya.
Dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya ini, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik dan mereka pun saling jatuh cinta. Sangkuriang dan Dayang Sumbi tidak mengetahui kalau mereka berdua adalh ibu dan anak. Setelah berbincang-bincang beberapa lama, akhirnya Sangkuriang melamar Dayang Sumbi.
Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat bekas luka di kepala Sangkuriang, calon suaminya. Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau dan sedang ditunggu-tunggu kepulangannya.
Dayang Sumbi kemudian bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri. Apalagi setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu benar sangat mirip dengan wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan.
Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.
Dayang Sumbi sudah berusaha untuk menceritakan kepada Sangkuriang bahwa ia sebenarnya adalah anaknya, namun Sangkuriang tetap pada pendiriannya dan tidak mempercayai apa yang diceritakan oleh ibunya.
Maka kemudian ia mencari daya upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Ia mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum agar menjadi sebuah danau. Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah perahu besar untuk menyeberangi danau itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing, sebagai hadiah perkawinan.
Sangkuriang menyanggupi permintaan ini. Malam itu juga Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktian dan bantuan dari para siluman serta mahkluk gaib, pimpinan Guriang Tujuh, dimulailah pekerjaan besar ini. Sungai mulai dibendung dengan menggunakan kayu, batu dan lumpur. Air mulai terbendung dan membentuk sebuah danau yang besar.
Kayu kayu besar untuk perahu dan membendung sungai Citarum, ia dapatkan dari hutan di sebuah gunung yang menurut legenda kelak diberi nama Gunung Bukit Tunggul. Adapun ranting dan daun dari pohon yang dipakai kayunya, ia kumpulkan disebuah bukit yang diberi nama gunung Burangrang.
Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut, sambil memohon kepada sang Hyang Tunggal, untuk menolongnya, agar matahari diterbitkan lebih awal dari biasanya, sehingga akan menggagalkan maksud Sangkuriang untuk memperistri dirinya.
Sang Hyang Tunggal mengabulkan permohonan Dayangsumbi, sebelum pekerjaan Sangkuriang selesai, ayampun berkokok dan fajar pun menyingsing. Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya. Para siluman dan mahluk halus lainnya berlari meninggalkan pekerjaanya karena fajar telah tiba. Sangkuriang telah gagal memenuhi permintaan Dayang Sumbi, dia marah bukan kepalang lalu ditendangnya perahu setengah jadi itu kehutan hingga perahu itu jatuh terbalik.
Sangkuriang mengumbar amarahnya. Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota. Kemarahannya ini membuat dewa murka hingga menurunkan bencana, bumi menelan Sangkuriang. Pada saat itulah Sangkuriang menyadari kesalahannya, sebelum ajal menjemput, Sangkuriang menjerit memohon maaf kepada ibunda tercinta.
Waktu berlalu, konon perahu Sangkuriang lambat laun berubah menjadi sebuah gunung. Gunung yang terletak di bagian utara kota Bandung itu kini terkenal dengan nama Tangkuban Parahu ("perahu terbalik"), dan hutan yang ditebangi Sangkuriang dinamakan Bukit Tunggul.
Halo Bossku ^^
ReplyDeleteSegera Daftarkan ID di ibu21,com
Menyediakan 8 Permainan Hanya Dengan 1 ID
Serta Tersedia Promo Menarik
Bonus Turn Over Terbesar
Bonus Refferal Seumur Hidup
Minimal Deposit Hanya 25Rb
BBM : csibuqq
WA : +855 88 780 6060
Di Tunggu Kehadirannya Bossku ^^