Friday 29 March 2013

Solusio Plasenta



Solusio Placenta adalah lepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, setelah usia kehamilan lebih dari 22 minggu atau berat janin lebih dari 500 gram.

Terdapat beberapa definisi lain tentang solusio plasenta:
  • Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri), setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.  
  • Solusio plasenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir. (Cunningham)

Insidens (Angka Kejadian)

Insidens (Angka kejadian) solusio plasenta adalah 1 : 80 persalinan ; Solusio plasenta berat angka kejadian = 1 : 500 – 750 persalinan. Dari angka kejadian perdarahan antepartum,
30% diantaranya disebabkan oleh solusio plasenta.

Klasifikasi

Berdasarkan derajat lepasnya plasenta, solusio plasenta dapat dibagi menjadi:
  • Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya. 
  • Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.  
  • Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

Berdasarkan perdarahannya, solusio plasenta dapat dibedakan menjadi:
  • Solusio plasenta dengan perdarahan keluar (revealed = 80%). Pada kasus ini, darah keluar dari ostium uteri, umumnya hanya sebagian dari plasenta yang terlepas dan komplikasi yang diakibatkan umumnya tidak berat.
  • Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage). Pada kasus ini, perdarahan terperangkap dalam cavum uteri [hematoma retroplasenta] dan seluruh bagian plasenta dapat terlepas, komplikasi yang diakibatkan biasanya sangat berat dan 10% disertai dengan Disseminated Intravascular Coagulation.  Kepala janin umumnya sangat menekan SBR sehingga darah sulit keluar. Bekuan darah dapat masuk ke dalam miometrium, sehingga menyebabkan uterus couvellair.
  • Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
Berdasarkan beratnya gejala, solusio dibedakan menjadi:
  • Ringan : bila perdarahan yang terjadi sekitar100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta <1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma >150 mg% 
  • Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%. 
  • Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
Penyebab dan Faktor Predisposisi

Penyebab maupun beberapa faktor predisposisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah sebagai berikut: 

1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial (kronis), hipertensi gravidarum, sindroma preeklamsia dan eklamsia.  

2. Trauma
  • Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. 
  • Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin, lilitan tali pusat, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan  
  • Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain. 
3. Paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Hal ini diduga karena keadaan endometrium sudah kurang baik.

4. Usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.

5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan terjadinya solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.

6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif.

7. Merokok
Ibu yang perokok memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami solusio plasenta, bahkan bisa mencapai 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Hal ini disebabkan, pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan terjadi beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Ibu dengan riwayat solusio plasenta memiliki resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta.

9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi / defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior saat uterus makin membesar.

10. Diabetes pada kehamilan

11. Konsumsi alkohol, lebih dari 14 kali dalam 1 minggu, selama kehamilan.

12. Peningkatan distensi uterus (dapat terjadi pada kehamilan kembar atau volume cairan amnion yang sangat banyak)
 
13. Ketuban pecah dini (selaput ketuban pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu).

14. Fibroid Uteri

15. Trombofilia

Patofisiologi

Solusio plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis. Selanjutnya desidua akan terkelupas dan tersisa sebuah lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Hematoma yang terjadi pada desidua akan menyebabkan terjadnya separasi plasenta dan plasenta akan tertekan oleh hematoma desidua yang terjadi.

Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun beberapa saat kemudian, arteri spiralis desidua akan pecah, sehingga menyebabkan terjadinya hematoma retroplasenta yang menjadi semakin bertambah luas. Daerah plasenta yang terkelupas menjadi semakin luas sampai mendekati tepi plasenta.

Oleh karena di dalam uterus masih terdapat produk konsepsi, maka uterus tak mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut. Darah dapat merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus, maka terjadilah perdarahan yang keluar ( revealed hemorrhage)
 
Gambaran Klinis
  • Solusio plasenta ringan
    Sering disebabkan oleh ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta dan tidak menyebabkan perdarahan yang terlalu banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, biasanya akan berwarna kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih dapat dengan mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang, karena perdarahan yang terus berlangsung. 
  • Solusio plasenta sedang
    Biasanya plasenta yang terlepas lebih dari 1/4  bagian, tetapi belum mencapai 2/3 luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup, mungkin telah berada dalam keadaan gawat janin. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan, sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
  • Solusio plasenta berat
    Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas, besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal

Tanda dan Gejala serta Komplikasi

Gejala klinik tergantung pada luas plasenta yang terlepas dan jenis pelepasan plasenta (concealed atau revealed). Pada 30% kasus, daerah yang terlepas tidak terlalu besar dan tidak memberikan gejala dan diagnosa biasa ditegakkan secara retrospektif setelah anak lahir dengan terlihatnya hematoma retroplasenta.   

Bila separasi plasenta terjadi dibagian tepi, iritabilitas uterus minimal, dan tidak terdapat tanda-tanda uterus tegang atau gawat janin. Perdarahan yang terjadi biasanya tidak terlampau banyak ( 50 – 150 cc) dan berwarna kehitaman.

Berikut beberapa tanda, gejala dan komplikasi yang terjadi pada solusio plasenta
  • Perdarahan yang disertai nyeri, juga di luar his. Warna darah kehitaman dan cair, tetapi mungkin disertai bekuan darah, jika solusio relatif baru. Jika ostium terbuka, terjadi perdarahan berwarna merah segar.
  • Anemis dan syok. Beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
  • Rahim keras seperti papan dan nyeri saat dipegang, karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois).
  •  Palpasi sukar, karena rahim keras
  • Fundus uteri makin lama makin naik
  • Bunyi jantung janin biasanya tidak ada (janin mati = IUFD)
  • Palpasi toucher teraba ketuban teregang terus menerus (karena isi rahim bertambah).
  • Sering ada proteinuria karena disertai toxemia.
  • Gawat janin (50% penderita)
  • Tetania uteri
  • DIC- Disseminated Intravascular Coagulation
  • Renjatan (syok) hipovolemik

Laboratorium

Penurunan hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) umumnya terjadi setelah terjadi hemodilusi.
Hapusan darah tepi menunjukkan penurunan trombosit, adanya schistosit menunjukkan sudah terjadinya proses koagulasi intravaskular.

Penurunan kadar fibrinogen dan pelepasan hasil degradasi fibrinogen. Bila pengukuran fibrinogen tak dapat segera dilakukan, lakukan pemeriksaan “clott observation test”. Sample darah vena ditempatkan dalam tabung dan dilihat proses pembentukan bekuan (clot) dan lisis bekuan yang terjadi. Bila pembentukan clot berlangsung > 5 – 10 menit atau bekuan darah segera mencair saat tabung dikocok, maka hal tersebut menunjukkan adanya penurunan kadar fibrinogen dan trombosit.

Pemeriksaan laboratorium khusus :
  • Prothrombine time 
  • Partial thromboplastine time 
  • Jumlah trombosit 
  • Kadar fibrinogen 
  • Kadar fibrinogen degradation product 
  • Pemeriksaan ultrasonografi tak memberikan banyak manfaat, oleh karena pada sebagian besar kasus tak mampu memperlihatkan adanya hematoma retroplasenta.

Penatalaksanaan
 
A. Tindakan gawat darurat
 
Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi plasenta bertambah luas yang ditandai dengan :
  • Perdarahan semakin bertambah banyak, 
  • Penderita syok 
  • Uterus tegang dan atau fundus uteri semakin meninggi 
  • Gawat janin
Kondisi di atas menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan yang harus segera diambil adalah memasang infus, kalau perlu dipasang dua jalur, sekaligus mengambil contoh darah sebagai persiapan untuk bahan pemeriksaan laboratorium dan permintaan darah sebagai persiapan untuk tranfusi.

B. Terapi ekspektatif

Pada umumnya bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya solusio plasenta, maka tidak pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan ekspektatif.

C. Persalinan Pervaginam
 
Indikasi persalinan pervaginam HANYA dilakukan bila derajat separasi tidak terlampau luas dan atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera berakhir.
Setelah diagnosa solusio plasenta ditegakkan, maka segera lakukan amniotomi dengan tujuan untuk : 
  • Segera menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan mencegah komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang menyebabkan DIC)
  • Merangsang persalinan ( pada janin imature, tindakan ini tak terbukti dapat merangsang persalinan oleh karena amnion yang utuh lebih efektif dalam membuka servik)
  • Induksi persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak segera diikuti dengan tanda-tanda persalinan.

D. Seksio sesar
 
Seksio sesar pada saat ini lebih banyak dipilih, jika kecurigaan terjadinya solusio plasenta telah dibuat. Hal ini dimaksudkan untuk dapat dengan segera menghindarkan kemungkinan terjadinya komplikasi atau hal-hal yang lebih buruk, baik pada sang ibu ataupun mungkin bagi bayinya. 

Meskipun demikian tindakan seksio sesar bisa saja baru dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu singkat, misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada nulipara dengan dilatasi 3 – 4 cm.

Atas indikasi ibu, meski janin telah mati, bukan kontraindikasi untuk melakukan tindakan seksio sesar pada kasus solusio plasenta.

Komplikasi
 
1. Koagulopati konsumtif (DIC)

Koagulopati konsumtif dalam bidang obstetri terutama disebabkan oleh solusio plasenta. Hipofibrinogenemia ( < 150 mg/dL plasma) yang disertai dengan peningkatan kadar FDP dan penurunan berbagai faktor pembekuan darah terjadi pada 30% penderita solusio plasenta berat yang disertai dengan kematian janin. 

Mekanisme utama dalam kejadian ini adalah terjadinya koagulasi intravaskular akibat masuknya “tromboplastin” yang berasal dari uterus ke dalam darah dan sebagian kecil merupakan akibat dari pembekuan darah retroplasenta.

Akibat penting dari terjadinya koagulasi intravaskular adalah aktivasi plasminogen menjadi plasmin yang diperlukan untuk melakukan lisis mikroemboli dalam mekanisme untuk menjaga keutuhan mikrosirkulasi.

Hipofibrinogenemia berat tidak selalu bersamaan dengan trombositopenia, trombositopenia umumnya baru terjadi setelah tranfusi darah yang berulang. Hipofibrinogenemia jarang terjadi pada keadaan dimana solusio plasenta tidak disertai dengan kematian janin intra uterin.

2. Gagal ginjal 

Gagal ginjal akut, baik nekrosis tubuler akut (bersifat tidak permanen) atau nekrosis kortikal akut, sering terlihat pada solusio plasenta berat dan sering disebabkan oleh penanganan renjatan hipovolemia yang terlambat atau kurang memadai.
 
3. Uterus couvelaire

Ekstravasasi darah kedalam miometrium menyebabkan apopleksia uterus yang disebut sebagai uterus couvelair. Ekstravasasi dapat terlihat pada pangkal tuba, ligamentum latum atau ovarium. Jarang menyebabkan gangguan kontraksi uterus, jadi bukan merupakan indikasi untuk melakukan histerektomi.

Prognosis

Mortalitas maternal 0.5 – 5% dan sebagian besar disebabkan gagal ginjal atau gagal kardiovaskular, sedangkan mortalitas pada janin mencapai 50 – 80%. Kalau toh janin bisa dilahirkan,  janin yang dilahirkan memiliki morbiditas tinggi, yang disebabkan oleh hipoksia intra uterin, trauma persalinan dan akibat prematuritas.

No comments:

Post a Comment