Saturday, 20 November 2010

Tsunami

Kata Tsunami (dibaca tsoo-Nah-mee) sebenarnya berasal dari bahasa Jepang: 津波; yang secara harafiah berarti "gelombang besar di pelabuhan". Tsunami adalah sebuah ombak atau gelombang transien yang sangat besar, yang timbul setelah terjadinya sebuah gempa tektonik, baik di daratan atau di laut, gempa vulkanik akaibat gunung berapi meletus, atau hantaman meteor di laut. Periode gelombang Tsunami berkisar dari 10 sampai 60 menit.

Tenaga pada setiap kejadian tsunami adalah tetap, terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Sehingga, apabila gelombang Tsunami mencapai pantai, maka ketinggian gelombangnya akan meningkat sementara kelajuannya akan menurun.

Gelombang tersebut bergerak pada kelajuan tinggi, tetapi hampir tidak terasa efeknya oleh kapal laut (misalnya) saat melintasi di laut dalam, tetapi ketinggiannya akan meningkat hingga mencapai 30 meter atau lebih di daerah pantai. Saat di lautan lepas, sangat sulit membedakan antara gelombang Tsunami atau gelombang biasa, karena gelombangnya sangat panjang bisa mencapai 100 km, dengan ketinggian hanya 1 meter. Itulah sebabnya kapal yang melintas di atas gelombang Tsunami tidak mengetahuinya. Sebagai contoh Tsunami yang dihasilkan oleh letusan Krakatau, tidak terdeteksi walaupun terjadi melewati jalur perdagangan laut yang paling ramai di beberapa tempat. Hanya saat bertemu laut dangkal ataupun pulau dan tepi benua, daya rusak Tsunami yang sangat besar akan dilepaskan.

Hal ini disebabkan saat mendekati daratan atau laut dangkal, permukaan dangkal dasar laut mulai mendorong ke atas, dan panjang gelombang menjadi lebih pendek.
Karena pendek, maka gelombang balik akan bercampur dengan gelombang datang, dan akan menjadi semacam dinding gelombang raksasa yang menghantam pantai
dengan efek yang merusak.


Tsunami bisa menyebabkan erosi pantai yang parah dan kerusakan yang hebat pada bangunan dan tumbuh-tumbuhan serta korban jiwa yang besar di kawasan pesisir pantai dan kepulauan, juga genangan, pencemaran air asin pada lahan pertanian, tanah, maupun sumber air bersih.

Kebanyakan kota di sekitar Samudra Pasifik, terutama di Jepang dan Hawaii, sudah mempunyai sistem peringatan dini dan prosedur pengungsian pada saat terjadi gempa yang berpotensi meninmbulkan Tsunami. Tsunami akan diamati oleh pelbagai institusi seismologi di seluruh dunia dan perkembangannya senantiasa dipantau melalui satelit. Bukti menunjukkan tidak mustahil akan terjadi megatsunami, yang menyebabkan beberapa pulau tenggelam.

Penyebab Tsunami

Tsunami dapat terjadi jika terjadi karena adanya disturbansi di dasar laut atau gangguan di laut yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti akibat letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor besar yang jatuh ke laut.

Tsunami akibat gunung meletus sebagaimana yang terjadi akibat meletusnya gunung Krakatau, maka gangguannya terjadi di permukaan laut, sedangkan tsunami akibat gempa tektonik 8,5 skala Richter (8,9 moment magnitude) yang meluluh lantakkan Aceh dan Nias, (Sumatera Utara), Indonesia, gangguannya terjadi di dasar laut.

Gempa yang terjadi Minggu pagi 26 Desember 2004, pukul 06:58:50 AM, di propinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara ini sungguh dahsyat. Betapa tidak, negara-negara di kawasan Asia Tenggara sampai Asia Selatan , bahkan Somalia di Afrika Timur yang berjarak 6.000 km dari Epicenter gempa, ikut merasakan getaran akibat gempa yang sangat dahsyat ini. Gelombang Tsunami yang terjadi juga meluluh lantakkan Thailand dan mencapai Srilangka.

Meskipun ada beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya Tsunami, 90% tsunami terjadi akibat gempa bumi di bawah laut. Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami.

Bagaimana Tsunami bisa Terjadi?

Gempa yang menyebabkan terjadinya gerakan tegak lurus atau gerakan vertikal pada lapisan kerak bumi, dapat menyebabkan terjadinya patahan pada bumi atau sesar, sehingga dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut yang sangat besar, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar  dan terjadilah tsunami Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.

Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya bisa mencapai ratusan meter.

Kecepatan Gelombang Tsunami

Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi. Kecepatannya bisa mencapai 400 m perdetik sampai ratusan kilometer per jam (Tsunami yang terjadi di Samudra Pasifik tahun 2004, pernah mencapai kecepatan 700 km per jam, pada kedalaman 4000 meter).

Pada saat mencapai pantai, kecepatannya akan berkurang menjadi sekitar 50 km per jam dengan membawa energi yang sangat besar dan sangat merusak daerah pantai dan sekitarnya yang dilaluinya.

Besar Gelombang Tsunami

Energi yang terjadi akibat gempa akan mengalami perpindahan ke fluida (cairan bergerak). Di dalam fluida ini, energi diubah menjadi gerakan fluida yang berbentuk suatu gelombang. Tinggi gelombang Tsunami yang terbentuk sangat tergantung dari besarnya energi gempa. Dan melalui turunan beberapa pendekatan numeris dapat diketahui besarnya energi Tsunami yang terjadi.

Pendekatan yang sering dipakai adalah dengan pendekatan skala Imamura (m), dimana dengan mengetahui besar m (Imamura Scale), maka tinggi gelombang akan dapat diketahui serta luasan daya hancur yang diakibatkannya.

Di tengah laut tinggi gelombang tsunami biasanya hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai, tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan massa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan yang jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.

Jarak epicenter gempa ke pantai juga menentukan tinggi gelombang Tsunami. Besarnya energi Tsunami diperkirakan 10% energi gempa. Analisa numerik mengacu pada contoh sebagai berikut; bila diketahui M = 7.0 m (magnitude), maka m (imamura) = 1.83 dan T (period) = 13,8 menit, maka dari tabel imamura diperkirakan tinggi gelombang yang terjadi adalah 3 meter di pusat gempa dan akan menjalar menuju perairan yang lebih dangkal.

Tinggi gelombang Tsunami juga akan meningkat, bila gelombang Tsunami melintasi alur yang sempit seperti selat, sungai atau teluk yang panjang. Hal ini terjadi karena adanya ransformasi akibat perubahan lebar dan kedalaman suatu perairan (bathimetri lahan) dan gelombang pecah, sehingga menyebabkan energi gelombang membesar dan amplitudo gelombang juga meningkat.

Akumulasi energi gelombang juga terjadi pada saat gelombang Tsunami melintasi dinding miring menuju pantai (Run Up). Pertambahan tinggi gelombang pada keadaan Run Up, sangat dipengaruhi oleh topografi (kemiringan lahan), tinggi gelombang sebelumnya dan panjang gelombang.

Itulah sebabnya, pada saat gelombang Tsunami mendekati pesisir pantai, amplitudonya menjadi lebih besar, sedangkan panjang gelombangnya menjadi lebih pendek.

Asumsi awal ini tentulah belum valid benar, karena masih harus memperhitungkan juga energi gempa yang dikonversikan dengan energi Tsunami yang terbentuk dan yang menuju ke pantai. Meski demikian jika terdapat gempa yang besar dan air  menyusut secara tiba-tiba dan tidak normal, maka perlu senantiasa diwaspadai akan kemungkinan terjadinya Tsunami.

Syarat terjadinya tsunami akibat gempa

-          Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 km)
-          Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter. Kalau toh terjadi tsunami, biasanya gelombang dan kerusakaan yang ditimbulkannya tidak terlalu besar.
-          Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun

Sistem Peringatan Dini

Upaya untuk menghindari jatuhnya korban yang besar,  banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawaii, telah mempunyai sistem peringatan dini, bila sewaktu-waktu terjadi tsunami dan prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atau permukaan laut yang terknoneksi dengan satelit.

Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama dengan perangkat yang mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamatan manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawai pada tahun 1920-an. Kemudian, sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960.

Amerika Serikat membentuk Pasific Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun 1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas.

Pacific Marine Enviromental Laboratory (PMEL) yang berpusat di Hawaii juga telah mengembangkan teknologi pendeteksi dini terjadinya Tsunami yang disebut DART (Deep – ocean Assesment and Reporting Tsunamis). Alat ini bekerja secara terus-menerus dan melaporkan segala anomali yang terjadi pada air laut, seperti gempa dan penjalaran gelombang yang terjadi.

Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan terjadinya tsunami dapat dengan cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik, telah berhasil memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin terjadi di daratan.

Meski demikian, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa dimodelkan secara akurat.

Bagaimana Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia?

Indonesia saat ini sedang melakukan pekerjaan pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami. Salah satu proyek yang dikerjakan, adalah merupakan kerjasama dengan negara Jerman. Proyek ini bernama GITEWS (German Indonesia Tsunami Early Warning System). Ada 3 pilot area yang dipilih untuk pelaksanaan proyek ini yaitu Kota Padang, Jawa Tengah (Cilacap, Kebumen dan Bantul) serta Bali (Kab. Badung).

Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak dan instansi-instansi pemerintah. Sebagai koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian RISTEK (Riset dan Teknologi). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI adalah BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika)

Tujuan utama pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini adalah untuk terciptanya sebuah sistem yang dapat menginformasikan serta memperingatkan masyarakat luas apabila terjadi suatu gempa yang berpotensi menimbulkan Tsunami dalam waktu sesingkat-singkatnya, agar kerugian Nyawa dan Materi dapat dihindarkan semaksimal mungkin.

Perlu disadari, bahwa upaya untuk mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami, membutuhkan biaya yang amat sangat besar. Tentu hal ini merupakan beban berat yang harus dipikul oleh pemerintah. Meskipun demikian, Sistem Peringatan Dini Tsunami tetap perlu mendapatkan perhatian, mengingat kerugian besar yang akan terjadi akibat terjadinya Tsunami ini.

Bukan berarti dengan tersedianya alat Sistem Peringatan dini Tsunami ini, akan membebaskan kita dari kerugian yang besar, akibat Tsunami. Thailand yang telah memiliki peralatan Sistem Peringatan Dini Tsunami, masih luluh lantak akibat Tsunami tahun 2004 yang melanda Samudera Hindia. Tetapi paling tidak alat ini bisa meminimalkan terjadinya kerugian yang terjadi.

Sebenarnya ada beberapa cara lain untuk meminimalkan korban jiwa maupun harta benda akibat Tsunami, antara lain:
-          merelokasi pemukiman penduduk di daerah pesisir yang rawan Tsunami, meski hal ini juga tidak mudah
-          membuat jalan atau lintasan untuk melarikan diri dari Tsunami
-          melakukan latihan pengungsian
-          menanami daerah pantai dengan tanaman bakau (mangrove), yang efektif untuk meredam energi gelombang
-          membiarkan adanya tempat terbuka untuk mengurangi energi gelombang
-          membuat ”break water” di tempat-tempat yang memungkinkan
-          dan tentunya membuat sistem peringatan dini (early warning system)

Cara Kerja

Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat.
Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut akan dicatat oleh alat Seismograf (pencatat gempa). Dilautan, peralatan-peralatan elektronis juga mencatat serta merekam data-data dasar serta permukaan laut. Data-data tersebut kemudian dikirim melalui Satelit ke kantor-kantor yang berwenang (untuk Indonesia bernama BMG). Selanjutnya BMG akan mengeluarkan informasi adanya gempa, yang disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan.

Informasi adanya gempa kemudian disampaikan melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id). Apabila gempa tersebut telah memenuhi syarat untuk terjadinya suatu Tsunami, maka BMG akan mengeluarkan peringatan Awas Tsunami. Artinya, gempa tersebut berpotensi untuk menimbulkan Tsunami. Dengan adanya Peringatan ini maka, pemerintah akan mengeluarkan isu evakuasi. Untuk kategori Awas Tsunami ini, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk membunyikan SIRENE yang berarti Lakukan Evakuasi ! Peringatan Awas Tsunami ini juga akan secara otomotis ditampilkan melalui Mass Media Elektronik TV dan Radio.

Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan canggih yang digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah Radio. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah rawan Tsunami, diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk (RAPI) Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena ketika terjadi gempa, seringkali aliran listrik padam, sehingga media elektronik yang masih dapat berfungsi tanpa bantuan listrik adalah radio, karena menggunakan baterai dan karena ukurannya yang kecil sehingga dapat dibawa kemana-mana. Radius jangkauannya pun relatif cukup memadai.

Kesimpulan dan saran

Jika Tsunami datang

  1. Jangan panik
  2. Jangan menjadikan gelombang tsunami sebagai tontonan. Jika gelombang tsunami dapat dilihat, berarti kita berada di kawasan yang berbahaya
  3. Jika air laut mendadak surut dari batas normal, tsunami mungkin terjadi
  4. Bergeraklah dengan cepat ke tempat yang lebih tinggi ajaklah keluarga dan orang di sekitar turut serta. Tetaplah di tempat yang aman sampai air laut benar-benar surut. Jika Anda sedang berada di pinggir laut atau dekat sungai, segera berlari sekuat-kuatnya ke tempat yang lebih tinggi. Jika memungkinkan, berlarilah menuju bukit yang terdekat
  5. Jika situasi memungkinkan, pergilah ke tempat evakuasi yang sudah ditentukan
  6. Jika situasi tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan seperti di atas, carilah bangunan bertingkat yang bertulang baja (ferroconcrete building), gunakan tangga darurat untuk sampai ke lantai yang paling atas (sedikitnya sampai ke lantai 3).
  7. Jika situasi memungkinkan, pakai jaket hujan dan pastikan tangan anda bebas dan tidak membawa apa-apa

Sesudah tsunami

  1. Ketika kembali ke rumah, jangan lupa memeriksa kerabat satu-persatu
  2. Jangan memasuki wilayah yang rusak, kecuali setelah dinyatakan aman
  3. Hindari instalasi listrik
  4. Datangi posko bencana, untuk mendapatkan informasi Jalinlah komunikasi dan kerja sama degan warga sekitar
  5. Bersiaplah untuk kembali ke kehidupan yang normal

Beberapa Kejadian Menarik Terkait Tsunami

Saat terjadi gempa bawah laut, ada beberapa saksi yang menyatakan bahwa mereka mendengar suara ledakan seperti tembakan. Suara bom sonic ini dihasilkan oleh gelombang gempa yang bertemu dengan permukaan air. Gelombang sonic ini dapat mencapai kecepatan 20,000 km / jam.

Selain suara ledakan sonic, pada beberapa kejadian tsunami di malam hari, terlihat gelombang air yang bercahaya. Hal ini disebabkan kehadiran algae yang dapat memantulkan sinar yang terangkat ke permukaan akibat gelombang gempa di dasar laut. Seperti diketahui bahwa banyak organisme bawah laut yang dapat memancarkan sinar apabila terganggu. Efek dari jutaan sinar mikroskopis ini terlihat bagai gelombang yang bersinar di malam hari.

Tsunami dalam sejarah

  • 7 Juni 1692 di Port Royal, Jamaica menelan korban lebih dari 2,000 jiwa
  • 1 November 1755 - Tsunami menghancurkan Lisabon, ibu kota Portugal, dan menelan 60.000 korban jiwa.
  • 8 Agustus 1868 di kota Arica, Peru menewaskan sekitar 15,000 jiwa
  • 26 Agustus 1883, letusan gunung Krakatau menimbulkan tsunami yang menewaskan lebih dari 36.000 jiwa.
  • 15 Juni 1896 di Yoshihimama (Jepang), dengan gelombang mencapai ketinggian 30 meter, menewaskan  27,122 jiwa
  • 28 Desember 1908 di Sisilia, kota Messina, dan pesisir pantai Italy menelan korban lebih dari 58,000 jiwa
  • 3 Maret 1933 di Sanriku district, Honsu (Jepang) menelan korban lebih dari 3,000 jiwa
  • 1 April 1946 di Alaska dan Hawaii menelan korban 159 jiwa
  • 22 May 1960 di Chile dan Hawaii menelan korban lebih dari 1,500 jiwa
  • 27 Maret 1964 di Selatan Alaska menelan 115 jiwa
  • 23 Agustus 1976 di South West Philipines, kota Alicia, Pagadian, Cotabato, Davao menelan korban 8,000 jiwa
  • 12 Desember 1992, Pulau Flores, Indonesia menelan korban sekitar 1,000jiwa
  • 26 Desember 2004, gempa besar dengan skala 8,5 – 9,0 Skala Richter (SR) terjadi akibat pergeseran lempeng benua Asia dan lempeng Indo-Australia, di Samudera Hindia, yang menimbulkan tsunami dan menelan korban jiwa lebih dari 250.000 di Propinsi Aceh (Indonesia), Asia Selatan, Asia Tenggara dan Afrika. Ketinggian tsunami 35 m,
  • 17 Juli 2006, Gempa yang menyebabkan tsunami terjadi di selatan pulau Jawa, Indonesia, dengan ketinggian mencapai 21 meter di Pulau Nusakambangan,  menelan korban jiwa lebih dari 500 orang.
  • 12 September 2007, di Bengkulu, M8.4, Memakan korban jiwa 3 orang. Ketinggian tsunami 3-4 m.
  • 25 Oktober 2010, gempa 7,2 SR yang disusul gempa 4, 6 SR di Samudera Hindia, Sumatera Barat, Indonesia, mengakibatkan terjadinya gelombang Tsunami setinggi 15 meter di Pulau Mentawai, menelan korban jiwa 450 orang.

No comments:

Post a Comment