Monday, 21 February 2011

Ilusi



Ilusi berasal dari bahasa latin yaitu illusio yang berarti cemooh, illudere yang berarti mencemoohkan, menggaburkan, dan menyesatkan. Berikut adalah beberapa pengertian tentang ilusi, yang kurang lebih memeiliki arti yang sama. Ilusi merupakan keadaan salah tafsir dari indra terhadap rangsangan suatu objek atau pengamatan yang tidak sesuai dengan pengindraan.  

Ilusi juga didefinisikan sebagai suatu persepsi panca indera yang disebabkan adanya rangsangan panca indera yang ditafsirkan secara salah. Dengan kata lain, ilusi adalah interpretasi yang salah dari suatu rangsangan pada panca indera. Misalnya ilusi optic, tidak lain merupakan tipuan mata pada saat melihat benda. Jadi seolah-olah mata tersesat dalam mengamati suatu objek, karena mata bukanlah alat pengukur yang baik. Ilusi juga bisa berarti tidak dapat dipercaya atau palsu. Ilusi juga dapat berarti sesuatu yang hanya dalam angan-angan atau dengan kata lain adalah khayalan. 

Bagian-bagian dari ilusi adalah halusinasi, khayalan, fantasi, delusi dan asosiasi. Bahasa Inggris untuk kata ilusi adalah Illusion.

Sebagai contoh, seorang penderita dengan perasaan yang bersalah, dapat meng-interpretasikan suara gemerisik daun-daun sebagai suara yang mendekatinya. Ilusi sering terjadi pada saat terjadinya ketakutan yang luar biasa pada penderita atau karena intoksikasi, baik yang disebabkan oleh racun, infeksi, pemakaian narkotika atau zat adiktif.

Ilusi terjadi dalam bermacam-macam bentuk, yaitu ilusi visual (penglihatan), akustik (pendengaran), olfaktorik (pembauan), gustatorik (pengecapan), dan ilusi taktil (perabaan).

Ilusi adalah sesuatu yang menyesatkan, sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan menurut persepsi seseorang yang melihat atau yang menilai obyek ilusif tersebut. Ilusi ini sering terjadi terutama pada saat ‘pandangan atau kesan pertama’ di mana kita menilai sebuah obyek hanya dari pengelihatan mata kita sesaat.

Ilusi tentu juga sering terjadi di kehidupan kita sehari-hari. Ini terutama terjadi kalau kita baru mengenal obyek tersebut hanya lewat mata kita saja. 

Sebagai contoh dalam mengenal sebuah benda, kita sering menjumpai arloji Rolex dan arloji-arloji merk terkenal lainnya yang palsu di pasaran. Pada saat pandangan pertama tentu kita sulit menentukan apakah arloji itu asli atau bukan, kalau hanya kita mengandalkan pengelihatan kita saja. Untuk mengetahui apakah ia palsu atau tidak tentu harus mendapatkan informasi yang lain yang mengandalkan indra yang lain, instink, perasaan dan tentu saja intelegensia di dalam otak kita.

Begitu pula dalam mengenal seseorang, masalah ilusi ini menjadi lebih kompleks lagi. Kita sering ‘tertipu’ dengan penampilan fisik dan atribut yang dikenakan orang tersebut. Jikalau kita menemui seseorang yang berbadan tinggi besar maka kesan pertama yang kita peroleh adalah orang itu ‘sangar’. Atau jika ada orang berseragam entah itu tentara, polisi, satpam hingga tukang parkir dan cleaning service maka pikiran kita telah terpola dalam menilai orang tersebut hanya berdasarkan pada ‘pandangan pertama’ tanpa menyadari bahwa mungkin di dalam orang berseragam tersebut mempunyai sesuatu yang lain atau yang unik.

Tentu saja hal ini tidak hanya terjadi pada orang-orang berseragam, tetapi juga berlaku bagi orang-orang yang mempunyai atribut yang lain seperti misalnya: orang-orang berdasi belum tentu orang-orang kantoran atau mempunyai intelegensia ‘orang kantoran’, banyak sekali contoh ilusif lain dari kehidupan sehari-hari.
 
Sekarang apakah kita harus tidak mempercayai ‘pandangan pertama’ kita? Ya….. tentu saja tidak! Indra mata kita termasuk juga ‘pandangan pertama’ kita bisa menjadi sinyal dalam mengenali sebuah obyek, tentu sinyal itu bisa menjadi hal yang sangat berguna namun juga bisa menyesatkan kalau kita tidak berhati-hati. Di sini yang ditekankan adalah kehati-hatian dan kebijaksanaan (dalam arti luas) jikalau kita ingin mengenali sebuah obyek, apalagi kalau obyek itu adalah manusia.


No comments:

Post a Comment