Saturday, 26 March 2011

Bioremediasi,



Bioremediasi, adalah memanfaatkan mikroba (jamur dan bakteri) dan tanaman untuk mengurangi polutan atau membersihkan kontaminasi lingkungan. Salah satunya adalah membersihkan kandungan nitrat dalam air dengan bantuan mikroba. Atau memakai tanaman untuk menetralisir arsenik dari tanah. Beberapa tumbuhan asli ternyata punya faedah untuk membersihkan bumi kita dari aneka polusi.  

Sistem bioremediasi yang paling sering di gunakan adalah fitoremediasi yaitu usaha untuk menurunkan bahan pencemar dengan menggunakan agen hayati atau tumbuhan, tumbuhan air yang paling sering digunakan adalah eceng gondok, duck weed dan juga kayu apu.


kayu apu
Kayu apu

Bioremediasi merupakan suatu teknologi inovatif pengolahan limbah, yang dapat menjadi teknologi alternatif dalam menangani pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan. Bioremediasi ini merupakan teknik penanganan limbah atau pemulihan lingkungan, dengan biaya operasi yang relatif murah, serta ramah dan aman bagi lingkungan.

Hal yang perlu diketahui dalam melakukan remediasi:  
  1. Jenis pencemar (organik atau anorganik) 
  2. Terdegradasi/tidak, berbahaya/tidak 
  3. Berapa banyak zat pencemar yang telah mencemari lingkungan tersebut 
  4. Perbandingan karbon (C), nitrogen (N), dan Fosfat (P),  perbandingan C : N kurang dari 30:1
  5. Jenis tanah 
  6. Kondisi tanah (basah, kering) 
  7. Telah berapa lama zat pencemar terendapkan di lokasi tersebut 
  8. Kondisi pencemaran (sangat penting untuk dibersihkan segera/bisa ditunda 
  9. Temperatur tanah 
  10. Derajat keasaman tanah 
  11. Kelembaban tanah, sifat dan struktur geologis lapisan tanah 
  12. Lokasi sumber pencemar 
  13. Ketersediaan air, nutrien (N, P, K), dan oksigen.
Bioremediasi adalah proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol,  mereduksi,memecah. mendegradasi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).  

Yang termasuk dalam polutan-polutan antara lain :
  • logam-logam berat 
  • petroleum hidrokarbon, dan 
  • senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida dll. 
Kelebihan teknologi ini adalah:
  1. Relatif lebih ramah lingkungan, 
  2. Biaya penanganan yang relatif lebih murah 
  3. Bersifat fleksibel. 
Saat bioremediasi terjadi, enzim” yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, disebut biotransformasi.

Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.

Pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi/ biodegradasi adalah dengan cara:  
  • seeding, mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi) 
  • feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing)
Bioremediasi terbagi menjadi 2 :

  • In situ (on site): dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar  Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.  
  • Ex situ (off site): tanah tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Kelemahan bioremediasi ex-situ ini jauh lebih mahal dan rumit. Sedangkan keuntungan Bioremediasi ex-situ adalah bisa berlangsung lebih cepat dan mudah dikontrol. Dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.
Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dlm bioremediasi:
  1. Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dan sebagainya 
  2. Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus
  3. Penerapan immobilized enzymes 
  4. Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar. 
Kunci sukses bioremediasi adalah :
  • Dilakukan karakterisasi lahan (site characterization) :
    • sifat dan struktur geologis lapisan tanah,
    • lokasi sumber pencemar
    • perkiraan banyaknya hidrokarbon yang terlepas dalam tanah.
    • sifat-sifat lingkungan tanah : derajat keasaman (pH), temperatur tanah,  kelembaban hingga kandungan kimia yang sudah ada, kandungan nutrisi, ketersediaan oksigen.
    • mengetahui keberadaan dan jenis mikroba yang ada dalam tanah.
  • Treatability study.
    • Sesudah data terkumpul, kita bisa melakukan modeling untuk menduga pola distribusi dan tingkat pencemarannya. Salah satu teknik modeling yang kini banyak dipakai adalah bioplume modeling dari US-EPA. Di sini, diperhitungkan pula faktor perubahan karakteristik pencemar akibat reaksi biologis, fisika dan kimia yang dialami di dalam tanah.
    • Rekayasa genetika terkadang juga perlu jika mikroba alamiah tak memuaskan hasilnya.
    • Treatability study juga akan menyimpulkan apakah reaksi dapat berlangsung secara aerobik atau anaerobik.
Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen” yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba” memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.

Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:

1. Biostimulasi

Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.  

2. Bioaugmentasi

Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat.

Hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan:

Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

3. Bioremediasi Intrinsik

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.

Contoh bioremediasi bagi lingkungan yang tercemar minyak bumi. Yang pertama dilakukan adalah mengaktifkan bakteri alami pengurai minyak bumi yang ada di dalam tanah yang mengalami pencemaran tersebut. Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah minyak bumi yang telah dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat kandungan minyak akan berkurang dan akhirnya hilang, inilah yang disebut sistem bioremediasi.

Peluang kedepan adalah pengembangan green business yang berbasis pada teknologi bioremediasi dengan : 
  1. System One Top Solution (close system) dan 
  2. Dengan pendekatan multi-proses remediation technologies, artinya pemulihan (remediasi) kondisi lingkungan yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada kondisi lingkungan seperti kondisi awal sebelum Kontaminasi ataupun pencemaran terjadi.  
Usaha mencapai total grenning program ini dapat dilanjutkan dengan rehabilitasi lahan dengan melakukan kegiatan phytoremediasi dan penghijauan (vegetation establishement) untuk lebih efektif dalam mereduksi, mengkontrol atau bahkan mengeliminasi hasil bioremediasi kepada tingkatan yang sangat aman lagi buat lingkungan.
Biaya tehnologi Bioremediasi di Indonesia berada didalam kisaran 20-200 USD per meter kubik bahan yang akan diolah (tergantung dari jumlah dan konsentrasi limbah awal serta metoda aplikasi), jauh lebih murah dari harga yang harus dikeluarkan dengan teknologi lain seperti incinerasi dan soil washing (150-600 USD).

Bagi industri, penanganan lahan tercemar dengan teknologi bioremediasi memberikan nilai strategis : 
  • Effisiensi, kesadaran bahwa banyak sumber daya alam kita adalah non-renewable resources (ex. minyak dan gas), dengan teknologi ramah lingkungan yang cost-effective (seperti bioremediasi) akan secara langsung berimplikasi kepada pengurangan biaya pengolahan.
  • Lingkungan, ketika suatu perusahaan begitu konsern dengan lingkungan, diharapkan akan  terbentuk sikap positif dari pasar yang pada akhirnya seiring dengan kesadaran lingkungan masyarakat akan mengkondisikan masyarakat untuk lebih memilih “green Industry” dibanding industri yang berlabel “red industri” atau mungkin “black industry”, evaluasi kinerja industri dalam pengelolaan lingkungan hidup (Proper) sudah mulai dilakukan oleh pemerintah (KLH), diharapkan kedepan, akan terus dikembangkan menjadi pemberian sertifikasi ISO 14001, hasilnya adalah perluasan pasar dengan "greening image".
  • Environmental Compliance, ketaatan terhadap peraturan lingkungan menunjukan bentuk integrasi total dan aktif dari industri terhadap regulasi yang dibangun oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat luas. Sikap ini juga akan memberi penilai positif dari masyarakat selaku konsumen terhadap perusahaan tertentu. 
Pemerintah Indonesia, melalui Kementrian Lingungan Hidup, membuat  Payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi untuk mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) disusun dan tertuang didalam: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.128 tahun 2003 tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah  terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis (Bioremediasi)

No comments:

Post a Comment