Badai adalah cuaca yang ekstrim, mulai dari
hujan es dan badai salju sampai badai pasir dan debu. Badai disebut
juga siklon tropis oleh meteorolog, berasal dari samudera yang hangat.
Badai bergerak di atas laut mengikuti arah angin dengan kecepatan
sekitar 20 km/jam. Badai bukan angin ribut biasa. Kekuatan anginnya
dapat mencabut pohon besar dari akarnya, meruntuhkan jembatan, dan
menerbangkan atap bangunan dengan mudah.
Tiga hal yang paling berbahaya dari badai
adalah sambaran petir, banjir bandang, dan angin kencang. Terdapat
berbagai macam badai, seperti badai hujan, badai guntur, dan badai
salju. Badai paling merusak adalah badai topan (hurricane), yang dikenal
sebagai angin siklon (cyclone) di Samudera Hindia atau topan (typhoon)
di Samudera Pasifik.
Penyebab Terjadinya Badai
Penyebab badai adalah tingginya suhu
permukaan laut. Perubahan di dalam energi atmosfer mengakibatkan petir
dan badai. Badai tropis ini berpusar dan bergerak dengan cepat
mengelilingi suatu pusat, yang sumbernya berada di daerah tropis. Pada
saat terjadi angin ribut ini, tekanan udara sangat rendah disertai angin
kencang dengan kecepatan bisa mencapai 250 km/jam. Hal ini bisa terjadi
di Indonesia maupun negara-negara lain. Di dunia, ada tiga tempat pusat
badai, yaitu di Samudera Atlantik, Samudera Hindia, dan Samudera
Pasifik. Perubahan iklim membawa badai tropis yang semakin hebat
Serangan angin topan yang belakangan ini semakin dahsyat, menimbulkan
tanda tanya baru bagi para pakar iklim. Apakah meningkatnya kekuatan,
frekuensi dan durasi angin topan itu berkaitan langung dengan fenomena
pemanasan global?
Dunia dikejutkan dengan serangan angin
topan dahsyat, sekelas Katrina dan Wilma yang melanda kawasan cukup luas
di Atlantik Utara. Badai sangat ganas atau topan (hurricane) yang
menerjang kawasan Amerika Serikat itu berasal dari badai tropis
(tropical storm). Badai yang awalnya berkekuatan rendah, dalam
perjalanannya menjadi semakin kuat dengan daya hancur tinggi. Badai
Katrina telah memporakporandakan sebagian wilayah Amerika Serikat (AS)
bulan Agustus lalu.
Belum habis trauma warga terhadap keganasan
Katrina, sebulan kemudian topan Rita menyusul. Bukan hanya kawasan AS
yang sering dihantam badai. Negara-negara di Asia Timur yaitu Filipina,
Taiwan, Cina, Jepang, dan Korea juga sering dilanda badai dengan
berbagai intensitas (kekuatan angin dan curah hujan). Indonesia termasuk
negara yang mujur karena tidak pernah kedatangan badai dahsyat. Letak
geografis Indonesia di garis khatulistiwa dan akibat pengaruh rotasi
Bumi tidak memungkinkan badai-badai yang lahir di kawasan Filipina
menuju Indonesia, apalagi menyeberangi garis khatulistiwa.
Sebetulnya
angin topan atau badai tropis merupakan fenomena alam yang wajar saja,
akan tetapi, sekarang para pakar meteorologi mulai melihat pertanda yang
tidak wajar, dengan semakin banyaknya angin topan yang kekuatannya luar
biasa dan cakupan wilayah yang dilandanya amat luas. Tentu saja para
pengamat cuaca bertanya-tanya, apa pemicu gejala yang tidak lazim ini.
Apakah gara-gara pemanasan global? Ataukah ada pemicu lain yang
mempengaruhi perubahan kekuatan dan intensitas badai tersebut?
Mula-mula para pakar mengamati dengan
seksama gejala pemanasan global. Berdasarkan data cuaca yang
dikumpulkan, ternyata dalam 35 tahun terakhir ini, suhu rata-rata
permukaan laut mengalami kenaikan antara setengah hingga satu derajat
Fahrenheit. Berdasarkan hukum fisika, panas adalah sumber energi.
Aksioma sementara yang ditarik adalah, pemanasan global berpengaruh pada
meningkatnya kekuatan angin topan. Tetapi yang juga menarik, walaupun
kekuatan angin topan meningkat dan wilayah yang dilandanya juga semakin
luas, tetapi frekuensi keseluruhan badai relatif tidak bertambah.
Sejauh
ini para peneliti masih kekurangan data untuk dapat menyimpulkan bahwa
pemanasan global merupakan faktor pemicunya. Penelitian Peter Webster
dari Institut Teknologi Georgia di Atlanta menunjukkan, secara umum
terdapat logika, naiknya suhu rata-rata akan meningkatkan kekuatan angin
topan dan badai.
Para peneliti mengatakan, panas adalah
energi dan energi menggerakan angin topan. Namun sejauh ini, kaitan
antara kedua fenomena itu baru berupa data statistik, dimana ketika suhu
rata-rata naik maka kekuatan angin topan bertambah hebat. Apakah
fenomena pertama menyebabkan fenomena berikutnya, masih harus terus
dibuktikan secara ilmiah.
Data yang dikumpulkan tim peneliti yang
dipimpin Webster juga amat mencengangkan. Disebutkannya, pada tahun
1970-an di seluruh dunia rata-rata terjadi per tahunnya 10 angin topan
dengan kategori 4 atau 5. Angin Topan kategori 4 atau 5 dapat mencapai
kecepatan lebih dari 200 km per jam. Sejak tahun 1990-an, jumlah angin
Topan berkekuatan kategori 4 dan 5 naik hampir dua kali lipatnya,
menjadi rata-rata 18 kasus per tahunnya. Semua fenomena ini terjadi
ketika suhu permukaan air laut global juga naik, antara setengah hingga
satu derajat Fahrenheit, tergantung kawasannya.
Penelitian yang dilakukan para pakar
meteorologi tetap konsisten pada konsep adanya relasi antara pemanasan
global dengan peningkatan kekuatan angin topan. Webster mengatakan,
kaitannya amat rumit. Faktanya, amat sulit menjelaskan mengapa frekuensi
dan durasi keseluruhan angin topan justru menurun, jika kenaikan suhu
permukaan laut melebihi rata-rata.
Karena itulah, para pakar angin topan
kini memusatkan perhatian ke kawasan Atlantik Utara. Karena sejak tahun
1995, kekuatan dan durasi angin topan di kawasan tersebut meningkat
drastis.
Hasil penelitian menunjukkan, jumlah angin topan kategori 4
dan 5 di Atlantik Utara meningkat drastis dalam rentang waktu yang
relatif pendek. Dalam periode antara tahun 1975 hingga 1989, tercatat 16
kasus angin topan dahsyat. Sementara dalam periode antara tahun 1990
hingga 2004 tercatat 25 kasus angin topan dahsyat, atau terjadinya
kenaikan kasus sebesar 56 persen dalam 15 tahun terakhir ini.
Demikian juga penelitian yang dilakukan
secara terpisah, dengan metode yang berbeda oleh Prof. Kerry Emmanuel,
pakar ilmu atmosfir dari Institut Teknologi Massaschussets, menunjukan
data yang nyaris identik. Yang kini dipertanyakan, apakah aktivitas
manusia yang memicu pemanasan global merupakan satu-satunya penyebab
meningkatnya kekuatan angin topan? Dengan hati-hati Webster mengatakan,
diperlukan pencatatan data lebih lama untuk mengetahui sifat dari angin
topan hebat tersebut
Para ahli hendak meneliti lebih jauh, menyangkut
peranan angin topan dalam pengaturan keseimbangan dan sirkulasi panas di
atmosfir maupun di lautan. Webster juga melakukan penelitian peranan
angin topan terhadap iklim. Pokok pikirannya adalah, angin topan
melakukan mekanisme mendinginkan suhu permukaan laut. Caranya dengan
memicu penguapan air laut serta mentransportasikan panas dari permukaan
laut ke kawasan yang lebih tinggi. Dengan begitu, terjadi siklus
pendinginan permukaan laut. Akan tetapi, para peneliti juga mengakui,
sejauh ini belum banyak mengetahui, bagaimana proses penguapan dan
transportasi panas dalam kecepatan angin topan sekitar 150 km per jam.
Jika para peneliti berhasil memahami
mekanisme tersebut dengan lebih baik maka pembentukan angin topan,
frekuensi serta durasinya akan lebih dimengerti, sehingga dengan
demikian dapat dibuat ramalan atau skenario hubungan timbal balik,
antara pemanasan global dengan semakin kuat dan seringnya fenomena angin
topan. Namun, karena pemahaman menyangkut mekanisme itu belum lengkap,
sejauh ini peramalan frekuensi maupun durasi angin Topan lebih banyak
berupa pemindahan danpengolahan data statistik saja.
Teori baru yang
dilontarkan Webster maupun Emmanuel, tidak begitu saja diterima oleh
para peneliti iklim lainnya. Misalnya saja Chris Landsea, pakar
meteorologi dari pusat penelitian angin topan di Miami AS, meragukan
metode pengukuran yang dilakukan Webster. Landsea menduga, berbagai data
statistik yang dijadikan dasar penarikan kesimpulan, lebih banyak
merupakan dampak dari semakin baiknya kualitas pengamatan satelit
beberapa dekade terakhir ini. Jadi kesimpulan itu bukan merupakan
indikasi perubahan, melainkan indikasi dari pemutakhiran data yang lebih
akurat. Webster dan tim penelitinya juga mengajukan argumen bantahan.
Disebutkan, memang teknik yang digunakan mengukur intensitas angin
topan, terus berubah setiap tahunnya. Akan tetapi, metode pengukuran
yang digunakan, untuk menentukan kecepatan maksimal angin topan, tidak
berubah. Tambahan lagi, angin topan di kawasan Atlantik Utara dan
Pasifik Timur dikalibrasi menggunakan sistem pemantulan dari pesawat
terbang. Jadi data satelit harus sesuai dengan data pengukuran
menggunakan pesawat terbang, agar datanya akurat.
Berbagai teori baru memang diperlukan untuk
menjelaskan fenomena angin topan di permukaan bumi. Seperti diungkapkan
oleh Webster, selain pengaruh pemanasan global suhu permukaan laut,
aliran panas di samudra di dunia, juga dipengaruhi oleh arus
thermo-haline, yakni arus panas yang dipicu perbedaan kadar garam di
samudra. Faktor ini juga harus diperhitungkan dalam penelitian frekuensi
maupun durasi angin topan. Sebab, arus thermo-haline merupakan
konveksi panas yang juga mempengaruhi munculnya gejala El Nino. Padahal
gejala El Nino merupakan mekanisme untuk redistribusi panas di kawasan
Samudra Pasifik. Sehingga logikanya, jika muncul El Nino maka intensitas
angin topan juga turun secara signifikan. Jadi memang tetap diperlukan
penelitian jangka panjang, untuk mengerti kaitan berbagai fenomena alam,
yang memicu semakin tingginya frekuensi dan kuatnya angin topan.
Sebuah penelitian oleh Badan Meteorologi
Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WMO) selama empat tahun menganalisa
penelitian kajian kembali tentang badai lautan yang dikenal sebagai
angin puyuh di Atlantik dan angin topan di Asia. Menggunakan peramalan
batas menengah dari peningkatan suhu pemanasan global sebesar 2,8
Celcius, penelitian WMO meramalkan badai masa depan dengan angin yang
lebih kuat dan curah hujan yang lebih tinggi. Terlebih lagi beberapa
tempat sepertinya akan mengalami peningkatan besar dari pola cuaca
berat. WMO juga melaporkan bahwa penemuan ini konsisten dengan yang
telah diterbitkan pada tahun 2007 oleh Panel Antar Pemerintah untuk
Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mencatat kemungkinan
lebih banyak topan hebat, dengan tambahan hujan dan kecepatan angin
lebih tinggi.
Para peneliti Badan Meteorologi Dunia Perserikatan
Bangsa-Bangsa, kami dengan tulus berterima kasih atas kerja teliti Anda
yang memperingatkan masyarakat pada kemungkinan cuaca ekstrem yang
merusak. Mari kita bergabung dalam upaya sepenuh hati pada gaya hidup
yang melindungi bumi untuk memastikan rumah yang stabil bagi generasi
masa depan. Menunjukkan kepedulian-Nya bagi keadaan umat manusia, Maha
Guru Ching Hai berbicara tentang cuaca ekstrem yang makin hebat selama
konverensi video pada bulan Agustus 2009 di Thailand.
Beberapa Angin Topan Dan Badai Terbesar Yang Mengancam Kehidupan Dunia
- Tri-State Tornado – 18 Maret 1925 Selama lebih dari tiga setengah
jam, Tri-State Tornado menjadi tornado paling mematikan yang
merobek-robek daratan utama AS. Tornado ini membunuh 700 orang dan
menghancurkan lebih dari 15.000 ribu rumah di wilayah Illinois, Indiana,
dan Missouri. Setelah bencana ini, pemerintah setempat mulai
mengembangkan sistem peringatan tornado yang diharapkan dapat menekan
angka kematian jika bencana kembali datang.
- Angin Topan Okeechobee – 16 September 1928 Saat para penghuni Lake
Okeechobbee yang tengah mengungsi mengetahui angin topan yang diprediksi
tidak datang sesuai jadwal, mereka pun kembali pulang. Namun sial
melanda pada sore hari menjelang malam pada tanggal 16 September. Badai
tersebut ternyata datang. Angin topan berkecepatan 140 mph (225 kph) itu
menghancurkan kota kecil di pinggir danau dan menyebabkan banjir hebat
selama berminggu-minggu. Sekitar 2500 nyawa melayang akibat musibah ini.
- Badai Katrina – 29 Agustus 2005 Badai Atlantik yang semua
dikategorikan sebagai badai kategori 1 ini ternyata menjadi musibah
pantai terburuk dalam sejarah AS. Badai Katrina menyapu bersih kawasan
pantai Louisiana dengan kecepatan 125 mph (201,1 kph), merusak tanggul
pelindung New Orleans, dan menenggalamkan 80 persen kota sekitar.
Katrina membunuh sekitar 1836 orang dan menyebabkan kerusakan senilai
US$ 125 miliar.
- Badai Galveston – 8 September 1900 Galveston dikenal pada akhir abad
ke-19 sebagai “Mutiara Texas” hingga akhirnya dilanda bencana alam
terdahsyat sepanjang sejarah AS. Badai kategori 4 dengan kecepatan 135
mph (217,26 kph) menghantam kota terbesar Texas penghasil kapas ini pada
pagi hari, menghancurkan hampir semua bangunan dengan gelombang air
setinggi 15 kaki. Pada petang hari setelah musibah tragis itu, seluruh
pulau tenggelam, bak Atlantis. Sekitar 8000 orang dinyatakan hilang.
Walaupun kota ini berhasil dibangun kembali, kesejahteraan kota yang
memiliki reputasi sebagai “New York kawasan Selatan” ini tidak pernah
datang lagi Badai Terkuat Dalam waktu beberapa jam badai topan ‘Wilma’
menjadi angin topan terbesar yang pernah tercatat di Atlantik. Dengan
kekuatan angin 340 km per jam ‘Wilma’ bergerak menuju Amerika tengah.
Akibat derasnya hujan dan tanah longsor sejumlah orang tewas di Haiti.
Sementara pemerintah Honduras dan Nikaragua menyatakan keadaan darurat. Di Kuba ribuan orang berhasil diselamatkan dari rumah mereka. Akhir pecan ini, angin topan ‘Wilma’ kemungkinan akan mencapai negara bagian Florida di AS. ‘Wilma’ adalah angin topan ke12 yang melanda daerah tersebut tahun ini. - Dalam 150 tahun terakhir angin topan sebanyak itu dalam satu musim
hanya terjadi sekali Badai Topan Hantam Eropa Angin berkecepatan tinggi
dan gelombang pasang serta hujan lebat menerjang Eropa, menewaskan
sedikitnya 52 orang. Badai topan Atlantik menghantam pantai barat
Prancis dan Spanyol, menciptakan gumpalan awan yang membentang dari
Portugal di selatan sampai ke Belanda di utara dan masuk ke daratan
sampai sejauh Jerman. Jumlah korban terbesar jatuh di Prancis di mana
angin kencang dengan kecepatan 150 kilometer sejam dan gelombang
setinggi delapan meter menghantam pantai barat. Perdana Menteri Francois
Fillon mengatakan, pemerintah akan mengumumkan badai topan itu sebagai
bencana nasional sehingga akan membebaskan pengeluaran dana untuk
membantu membiayai operasi rekonstruksi.
- Bulan september bagi orang Jepang adalah bulan yang sangat berat.
Bagaimana tidak sepanjang bulan september hingga oktober mendatang
Jepang dilanda angin topan berturut-turut. Pada awal bulan ini sebagian
besar daerah di pulau Honshu sudah mulai dihantam oleh badai topan
no 9 (eye), mulai dari Aichi dan terus naik ke utara hingga mencapai
Hokkaido. Akibat badai topan ini 1 hilang dilaporkan tewas dan 1 lagi
hilang. Kurang lebih ada lima jenis topan yang menghantam Jepang pada
bulan-bulan ini.
Tercatat dalam sejarah, tanggal 21 September 1934, angin topan dahsyat menghatam Jepang, tepatnya di semenanjung Muroto di daerah Shikoku (Jepang bagian selatan), yang mana kekuatan angin topan mencapai 61 meter per detik!. Angin topan ini merenggut 2500 jiwa dan merusak hampir sebagaian besar bangunan dan lahan pertanian. Pada tanggal 26 september 1959 juga terjadi topan yang luar biasa yang dikenal dengan topan teluk ise. Oleh karena itu, untuk mengahadapi banyaknya bencana alam yang pada bulan september maka orang Jepang dituntut untuk selalu siap dan siaga. Selain membawa korban jiwa, angin topan ini juga merusak berbagai macam infrastrukur seperti listrik, jaringan telpon dan lain sebagainya. Di perfektur Aichi diperkirakan1000 rumah harus kehilangan penerangan dan sukar untuk melakukan komunikasi.
Peringatan Dini dan Mitigasi bencana
Angin topan tropis dapat terjadi secara mendadak, tetapi sebagian
besar badai tersebut terbentuk melalui suatu proses selama beberapa
jamatau hari yang dapat dipantau melalui satelit cuaca. Monitoring
dengansatelit dapat untuk mengetahui arah angin topan sehingga cukup
waktuuntuk memberikan peringatan dini. Meskipun demikian perubahan
sistemcuaca sangat kompleks sehingga sulit dibuat prediksi secara cepat
danakurat.
Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana Topan dan Badai
- Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin.
- Pembuatan bangunan umum yang cukup luas yang dapat digunakansebagai tempat penampungan sementara bagi orang maupun barang saatterjadi serangan angin topan.
- Pengamanan/perkuatan bagian-bagian yang mudah diterbangkan angin yang dapat membahayakan diri atau orang lain disekitarnya.
- Kesiapsiagaan dalam menghadapi angin topan, mengetahui bagaimana cara penyelamatan diri.
- Pengamanan barang-barang disekitar rumah agar terikat/dibangun secara kuat sehingga tidak diterbangkan angin
- Untuk para nelayan, supaya menambatkan atau mengikat kuat kapal-kapalnya.
- Membuat struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin.
- Perlunya penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya di daerah yang rawan angin topan
- Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah yang terlindung dari serangan angin topan.
No comments:
Post a Comment