Maleo Senkawor atau Maleo, yang dalam nama ilmiahnya Macrocephalon maleo
adalah sejenis burung gosong berukuran sedang, dengan panjang sekitar
55cm, dan merupakan satu-satunya burung di dalam genus tunggal
Macrocephalon. Burung Maleo adalah burung endemik (hanya hidup secara alami di suatu
kawasan) di Pulau Sulawesi, tepatnya di Kabupaten Donggala (Desa Pakuli
dan sekitarnya) dan Kabupatren Luwuk Banggai, Sulawesi Sulawesi
Tengah.
Yang unik dari maleo adalah, saat baru menetas anak
burung maleo sudah bisa terbang. Ukuran telur burung maleo beratnya 240
gram hingga 270 gram per butirnya, ukuran rata-rata 11 cm, dan
perbandingannya sekitar 5 hingga 8 kali lipat dari ukuran telur ayam.
Namun saat ini mulai terancam punah karena habitat yang semakin sempit
dan telur-telurnya yang diambil oleh manusia. Diperkirakan jumlahnya
kurang dari 10.000 ekor saat ini.
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: | Hewan |
Filum: | Chordata |
Kelas: | Burung |
Ordo: | Galliformes |
Famili: | Megapodiidae |
Genus: | Macrocephalon Müller, 1846 |
Spesies: | M. maleo |
Nama Binomial
Macrocephalon maleo (S. Müller, 1846)
Ciri-ciri
Burung ini memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna
kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu
sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Burung Maleo memiliki tonjolan besar di atas kepala, seperti tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Dan karena
tonjolannya itu Maleo bisa mendeteksi panas bumi untuk menetaskan
telurnya.Jantan dan betina serupa.
Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding
burung jantan.
Populasi
Tidak semua tempat di Sulawesi bisa ditemukan maleo. Sejauh ini, ladang peneluran hanya ditemukan di daerah yang memliki sejarah geologi yang berhubungan dengan lempeng pasifik atau Australasia. Populasi hewan endemik Indonesia ini hanya ditemukan di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi khususnya daerah Sulawesi Tengah, yakni di daearah Kabupaten Donggala (Desa Pakuli dan sekitarnya) dan Kabupaten Luwuk Banggai. Populasi maleo di Sulawesi mengalami penurunan sebesar 90% semenjak tahun 1950-an. Berdasarkan pantauan di Tanjung Matop,Tolitoli,Sulawesi Tengah, jumlah populasi dari maleo terus berkurang dari tahun ke tahun karena dikonsumsi dan juga telur-telur yang terus diburu oleh warga.
Tidak semua tempat di Sulawesi bisa ditemukan maleo. Sejauh ini, ladang peneluran hanya ditemukan di daerah yang memliki sejarah geologi yang berhubungan dengan lempeng pasifik atau Australasia. Populasi hewan endemik Indonesia ini hanya ditemukan di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi khususnya daerah Sulawesi Tengah, yakni di daearah Kabupaten Donggala (Desa Pakuli dan sekitarnya) dan Kabupaten Luwuk Banggai. Populasi maleo di Sulawesi mengalami penurunan sebesar 90% semenjak tahun 1950-an. Berdasarkan pantauan di Tanjung Matop,Tolitoli,Sulawesi Tengah, jumlah populasi dari maleo terus berkurang dari tahun ke tahun karena dikonsumsi dan juga telur-telur yang terus diburu oleh warga.
Habitat
Maleo bersarang di daerah pasir yang terbuka, daerah sekitar pantai gunung berapi dan daerah-daerah yang hangat dari panas bumi untuk menetaskan telurnya yang berukuran besar, mencapai lima kali lebih besar dari telur ayam. Lucu dan imut, itulah kesan pertama kali saat melihat anak maleo yang baru menetas. Setelah menetas, anak Maleo menggali jalan keluar dari dalam tanah dan bersembunyi ke dalam hutan.
Namun hal yang lebih mengesankan dan membuat
terkagum-kagum adalah saat melihat proses si anak maleo keluar dari
dalam tanah setelah melewati masa “pengeraman”. Rasa kagum itu semakin bertambah begitu melihat si anak maleo yang
baru saja mencapai permukaan tanah tersebut ternyata sudah bisa
terbang.
Berbeda dengan anak unggas
pada umumnya yang pada sayapnya masih berupa bulu-bulu halus, kemampuan
sayap pada anak maleo sudah seperti unggas dewasa, sehingga ia bisa
terbang, hal ini dikarenakan nutrisi yang terkandung didalam telur maleo
lima kali lipat dari telur biasa, anak maleo harus mencari makan
sendiri dan menghindari hewan pemangsa, seperti ular, kadal, kucing,
babi hutan dan burung elang.
Makanan
Maleo Senkawor adalah monogami spesies. Pakan burung ini terdiri dari aneka biji-bijian, buah, semut, kumbang serta berbagai jenis hewan kecil.
Saat Bertelur dan Menetas
Makanan
Maleo Senkawor adalah monogami spesies. Pakan burung ini terdiri dari aneka biji-bijian, buah, semut, kumbang serta berbagai jenis hewan kecil.
Saat Bertelur dan Menetas
Setelah maleo betina meletakkan telurnya di dalam lubang, maka secara
bergantian atau bersamaan kedua induk maleo (jantan dan betina)
menimbun telur tersebut dan kemudian membuat timbunan tipuan (untuk
mengelabui pemangsa).
Berbeda dengan jenis-jenis unggas lainnya, Maleo tidak mengerami
telurnya. Pengeraman telur dibantu oleh panas bumi atau panas dari sinar
matahari.
Keberhasilan penetasan akan sangat bergantung pada temperatur/suhu
tanah. Hasil-hasil penelitian menginformasikan bahwa suhu atau
temperatur tanah yang diperlukan untuk menetaskan telur maleo berkisar
antara 32-35 derajat celsius.
Lama pengeraman pun membutuhkan waktu sekitar 62-85 hari. Namun
pernah juga tercatat ada telur yang menetas kurang atau malah lebih
dari kisaran waktu tersebut.
Saat waktu yang tepat tiba, telur pun pecah dan anak maleo akan
keluar. Anak maleo yang baru menetas harus keluar sendiri ke permukaan
tanah tanpa bantuan sang induk.
Tak seperti layaknya anak unggas pada umumnya yang butuh
waktu berminggu-minggu untuk bisa terbang, anak Maleo begitu menetas sudah bisa terbang. Begitulah keistimewaan
anak maleo.
Namun siapa sangka, di balik kelucuan dan istimewaannya, si anak
maleo ternyata memikul beban yang begitu berat nyaris setelah
ditetaskan.
Tanpa kehadiran sang induk saat matanya pertama kali melihat dunia
ini, tanpa bimbingan sang induk untuk mencari makan dan terbang, tanpa
perlindungan sang induk di saat bahaya menghampiri, bahkan, untuk
keluar dari cangkang dan muncul ke permukaan bumi ini pun mereka harus
berjuang sendiri.
Perjuangan untuk mencapai permukaan tanah akan membutuhkan waktu
selama kurang lebih 48 jam. Inipun akan tergantung pada jenis tanahnya.
Terkadang pula mereka dijumpai berhasil mencapai permukaan tanah
namun sudah tanpa kepala di badan. Paling tidak, begitulah sedikit
gambaran penderitaan dan perjuangan yang harus dilalui oleh anak maleo.
Lolos dari perjuangan panjang di dalam tanah, begitu kepala si anak
maleo muncul ke permukaan, bahaya lain pun sudah menanti. Semut.
Barangkali karena bulu-bulunya yang masih basah (dan bau amis telur)
sehingga menarik perhatian semut mendatanginya. Dan tak ada ampun lagi
bagi si anak maleo yang kondisi sebagian badannya masih terhimpit
tanah, akhirnya pasrah digerogoti semut.
Kematian pun tak bisa terelakkan lagi. Terkadang tubuh lemahnya
(setelah melalui perjalanan panjang di dalam tanah) harus dia pasrahkan
untuk seekor tikus yang juga sedang menanti buruan. Sudahkah berakhir
sampai disitu?
Ternyata belum. Di luar sana masih banyak bahaya menanti.
Soa-soa, adalah sebutan orang Sulawesi Bagian Utara bagi hewan
bernama Biawak. Tentunya kita sudah tahu kalau hewan yang satu ini
adalah pemangsa utama bagi hewan peliharaan seperti ayam, begitu pula
dengan maleo.
Soa-soa adalah musuh utama bagi maleo. Selain mereka memangsa anak
maleo, mereka pun adalah predator utama bagi telur maleo (selain
manusia).
Karena kemampuan penciuman mereka yang sangat tajam sehingga dengan
mudah mereka menemukan telur maleo yang sudah tertimbun tanah
sekalipun.
Bahaya lainnya datang dari burung pemangsa (seperti Elang). Lokasi
peneluran maleo yang sebagian besar merupakan daerah terbuka, sangat
memudahkan bagi burung elang untuk mengintai mangsanya. Anak maleo yang
masih lemah pun menjadi sasaran empuk mereka.
Belum lagi bahaya dari ular, atau bahkan manusia. Hmm, sepertinya
perjalanan si anak maleo menuju kedewasaan menghadapi perjuangan yang
sangat berat. Tapi bukankah Tuhan telah menciptakan mahluknya dengan
keistimewaannya masing-masing?
Predator
Predator yang sering ditemukan pada malam hari adalah ular, soa-soa atau biasa disebut biawak, kucing, anjing, babi, dan tikus. Pada siang hari predatornya adalah elang dan manusia yang sering mengambil telurnya dan menggunakan jerat untuk menangkap satwa maleo.
No comments:
Post a Comment