Kepemimpinan memainkan peranan yang amat penting, bahkan dapat
dikatakan amat menentukan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pimpinan membutuhkan orang lain, yaitu bawahan
untuk melaksanakan secara langsung tugas-tugas, di samping memerlukan
sarana dan prasarana lainnya. Kepemimpinan yang efektif adalah
kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan usaha
dan iklim yang kondusif di dalam kehidupan organisasional.
Bennis (dalam Kartono, 1982) memberi batasan kepemimpinan sebagai “… the
process by which an agent induces a subordinate to behave in a desired
manner” (proses yang digunakan seorang pejabat menggerakkan bawahannya
untuk berlaku sesuai dengan cara yang diharapkan).
Dari defenisi di atas dapat dinyatakan bahwa kepemimplnan adalah merupakan proses mempengaruhi atau menggerakkan bawahan (followers) agar mau melaksanakan apa yang diinginkan atau diharapkan oleh pimpinan tersebut. Oleh karena pentingnya peranan kepemimpinan di dalam kehidupan organisasional, ada pakar yang menyebut bahwa “Leadership is getting things done by the others”
Dari defenisi di atas dapat dinyatakan bahwa kepemimplnan adalah merupakan proses mempengaruhi atau menggerakkan bawahan (followers) agar mau melaksanakan apa yang diinginkan atau diharapkan oleh pimpinan tersebut. Oleh karena pentingnya peranan kepemimpinan di dalam kehidupan organisasional, ada pakar yang menyebut bahwa “Leadership is getting things done by the others”
Seorang pemimpin di dalam melaksanakan kepemimpinan haruslah memiliki
kriteria-kriteria yang diharapkan, dalam arti seorang pemimpin harus
memiliki kriteria yang lebih dari pada bawahannya misalnya jujur, adil,
bertanggung jawab, loyal, energik, dan beberapa kriteria-kriteria
lainnya. Kepemimpinan merupakan sebuah hubungan yang kompleks, oleh
karena berhadapan dengan kondisi-kondisi ekonomi, nilai-nilai sosial dan
pertimbangan politis.
Gaya Kepemimpinan Situasional dan Produktivitas Kerja
Gaya kepemimpinan, secara langsung maupun tidak langsung mempunyai
pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas kerja
karyawan/pegawai. Hal ini didukung oleh Sinungan (1987) yang menyatakan
bahwa gaya kepemimpinan yang termasuk di dalam lingkungan organisasi
merupakan faktor potensial dalam meningkatkan produktivitas kerja. Dewasa
ini, banyak para ahli yang menawarkan gaya Kepemimpinan yang dapat
meningkatkan produktivitas kerja karyawan, dimulai dari yang paling
klasik yaitu teori sifat sampai kepada teori situasional.
Dari beberapa gaya yang di tawarkan para ahli di atas, maka gaya
kepemimpinan situasionallah yang paling baru dan sering di gunakan
pemimpin saat ini. Gaya kepemimpinan situasional dianggap para ahli
manajemen sebagai gaya yang sangat cocok untuk diterapkan saat ini.
Sedangkan untuk bawahan yang tergolong pada tingkat kematangan yaitu
bawahan yang tidak mampu tetapi berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang
seperti ini masih pengarahan, karena kurang mampu, juga memberikan
perilaku yang mendukung. Dalam hal ini pimpinan/pemimpin perlu membuka
komunikasi dua arah (two way communications), yaitu untuk membantu
bawahan dalam meningkatkan motivasi kerjanya.
Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak mau melaksanakan tugas/tangung
jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya memiliki kemampuan untuk
melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki kemauan dalam
melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal
ini pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan
apa yang diinginkan oleh bawahan. Sedangkan gaya delegasi adalah gaya
yang cocok diterapkan pada bawahan yang memiliki kemauan juga kemampuan
dalam bekerja.
Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan
dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui
bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugas/tangung
jawabnya. Dengan penerapan gaya kepemimpinan situasional ini, maka
bawahan/pegawai merasa diperhatikan oleh pemimpin, sehingga diharapkan
produktivitas kerjanya akan meningkat.
Selain itu ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yang di tawarkan oleh para pakar leardership, mulai dari yang klasik sampai kepada yang modern yaitu gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan Blancard. (dalam Erika revida)
Selain itu ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yang di tawarkan oleh para pakar leardership, mulai dari yang klasik sampai kepada yang modern yaitu gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan Blancard. (dalam Erika revida)
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum
Gaya ini pertama sekali dikembangkan oleh Robert Tannenbaum dan warren
Schmidt. Menurut kedua ahli ini ada dua bidang pengaruh yang ekstrim,
yaitu:
1). Bidang pengaruh pimpinan (pemimpin lebih menggunakan otoritas)
2). Bidang pengaruh kebebasan bawahan. (Pemimpin lebih menekankan gaya demokratis
1). Bidang pengaruh pimpinan (pemimpin lebih menggunakan otoritas)
2). Bidang pengaruh kebebasan bawahan. (Pemimpin lebih menekankan gaya demokratis
2. Gaya Managerial Grid
Sesungguhnya, gaya managerial grid lebih menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu aspek produksi di satu pihak, dan orang-orang di pihak lain. Blake dan Mouton menghendaki bagaimana perhatian pemimpin terhadap produksi dan bawahannya (followers).
Dalam managerial grid, ada empat gaya yang ekstrim dan ada satu gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut,
Sesungguhnya, gaya managerial grid lebih menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu aspek produksi di satu pihak, dan orang-orang di pihak lain. Blake dan Mouton menghendaki bagaimana perhatian pemimpin terhadap produksi dan bawahannya (followers).
Dalam managerial grid, ada empat gaya yang ekstrim dan ada satu gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut,
a. Grid 1 manajer sedikit sekali memikirkan produksi yang harus dicapai. sedangkan juga sedikit perhatian terhadap orang-orang (followers) di dalam organisasinya. Dalam grid ini manajer hanya berfungsi sebagai perantara menyampaikan informasi dari atasan kepada bawahannya.
b.Grid 2 manajer mempunyai perhatian yang tinggi terhadap produksi yang akan dicapai juga terhadap orang-orang yang bekerja dengannya. Manajer seperti ini dapat dikatakan sebagai “manajer tim” yang riel (The real team manajer) karena ia mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan produksi dan kebutuhan orang-orang secara individu.
c. Grid 3 manajer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-orang dalam organisasi, tetapi perhatian terhadap produksi adalah rendah. Manajer seperti ini disebut sebagai “pemimpin club”. Gaya seperti ini lebih mengutamakan bagaimana menyenangkan hati bawahannya agar bawahannya dapat bekerja rileks, santai, bersahabat, tetapi tidak ada seorangpun yang berusaha untuk mencapai produktlvitas.
d.Grid 4. adalah manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan yang otokratis (autrocratic task managers), karena manejer seperti ini lebih menekankan produksi yang harus dicapai organisasinya, baik melalui efisiensi atau efektivitas pelaksanaan kerja, tetapi tidak mempunyai atau sedikit mempuyai perhatian terhadap bawahan.
Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang.
3. Tiga Dimensi dari Reddin
Menurut Reddin, ada jenis gaya yang barus diperhatikan yaitu gaya yang
efektif dan gaya yang tidak efektif. Gaya kepemimpinan dari Reddin ini
tidak terpengaruh kepada lingkungan sakitarnya.
Gaya yang efektif terdiri atas empat jenis, yaitu :
Gaya yang efektif terdiri atas empat jenis, yaitu :
a. Eksekutif. Gaya ini mempunyai perhatian yang banyak terhadap
tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. Manajer seperti ini berfungsi
sebagai motivator yang baik dan mau menetapkan produktivitas yang
tinggi.
b. Pencinta Pengembangan (Developer). Pada gaya ini lebih mempunyai perhatian yang penuh terhadap hubungan kerja, sedangkan perhatian terhadap tugas-tugas pekerjaan adalah minim.
c. Otokratis yang baik. Gaya kepemimpinan ini menekankan perhatian yang maksimum terhadap pekerjaan (tugas-tugas) dan perhatian terhadap hubungan kerja yang minimum sekali, tetapi tetap berusaha agar menjaga perasaan bawahannya.
Gaya yang tidak efektif adalah sebagai berikut :
1). Pencinta Kompromi (Compromiser).
Gaya Kompromi ini menitikberatkan perhatian kepada tugas dan hubungan kerja berdasarkan situasi yang kompromi.
Gaya Kompromi ini menitikberatkan perhatian kepada tugas dan hubungan kerja berdasarkan situasi yang kompromi.
2). Missionari
Manajer seperti ini menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan, dalam arti memberikan perhatian yang besar dan maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja tetapi sedikit perhatian terhadap tugas dan perilaku yang tidak sesuai.
3). Otokrat
Pemimpin tipe seperti ini memberikan perhatian yang banyak terhadap tugas dan sedikit perhatian terhadap hubungan kerja dengan perilaku yang tidak sesuai.
4). Lari dari tugas (Deserter)
Manajer yang memiliki gaya kepemipinan seperti ini sama sekali tidak memberikan perhatian, baik kepada tugas maupun hubung kerja.
4. Gaya Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpin situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan dengan situasi dan kondisi yang ada. Gaya ini diketengahkan oleh Hersey dan Blancard yang amat menarik untuk dipelajari.
Menurut gaya kepemimpinan situasional, ada tiga hal yang saling berhubungan yaitu:
a) Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan.
b) Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan.
c) Tingkat kematangan dan kesiapan para pengikut yang di tunjukkan dalam melaksanakan tugas kasus, fungsi atau tujuan tertentu.
a) Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan.
b) Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan.
c) Tingkat kematangan dan kesiapan para pengikut yang di tunjukkan dalam melaksanakan tugas kasus, fungsi atau tujuan tertentu.
Pada dasarnya, konsepsi gaya kepemimpinan situasional menekankan kepada
perilaku pimpinan dengan bawahan (followers) saja, yang dihubungkan
dengan tingkat kematangan dan kesiapan bawahannya. Kematangan (maturity)
dalam hal ini diartikan sebagai kemauan dan kemampuan dari bawahan
(followers) untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilaku sendiri.
Menurut Hersey dan Blancard, penemunya (1979) ada empat jenis tingkat kematangan bawahan (followers) yaitu :
a. Orang yang tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin (M1).
b. Orang yang tidak mampu tetapi mau (M2).
c. Orang yang mampu tetapi tidak mau atau kurang yakin (M3).
d. Orang yang mampu dan mau atau yakin (M4).
a. Orang yang tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin (M1).
b. Orang yang tidak mampu tetapi mau (M2).
c. Orang yang mampu tetapi tidak mau atau kurang yakin (M3).
d. Orang yang mampu dan mau atau yakin (M4).
Gaya kepemimpinan “Partisipasi” adalah gaya yang sesuai untuk tingkat
kematangan Mampu akan tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan
tanggung jawab (M3)/tugas, karena ketidakmauan atau ketidakyakinan
mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab seringkali disebabkan karena
kurang keyakinan. Dalam kasus seperti ini pemimpin perlu membuka
komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan mendukung usaha-usaha
yang dilakukan para bawahan/pengikutnya.
Selanjutnya, untuk tingkat kematangan yang mampu dan mau/yakin (M4),
maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “Delegasi”, karena
orang/bawahan seperti ini adalah mampu melaksanakan tugas dan mau/yakin.
Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun
dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan
tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri
dan memutuskannya tentang bagaimana, Kapan dan dimana pekerjaan mereka
harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan
komunikasi dua arah.
Kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan/pemimpin dapat
mempengaruhi bawahannya/orang lain, agar bawahan/orang lain tersebut mau
melakukan apa yang diinginkan oleh pimpinan/pemimpin tersebut. Gaya
kepemimpinan adalah cara yang digunakan pimpinan/pemimpin dalam
mempengaruhi bawahan/orang lain, agar tercapai apa yang diinginkannya.
Produktivitas kerja adalah hasil kerja yang nyata diperoleh oleh tenaga
kerja yang didasari sikap mental yang patriotik yang menganggap bahwa
hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih
baik dari hari ini. Cara-cara kerja hari ini harus lebih baik dari
cara-cara kerja kemarin, dan cara-cara kerja hari esok harus lebih baik
dari cara-cara kerja hari ini.
Untuk meningkatkan Produktivitas kerja, gaya kepemimpinan situasional adalah gaya yang paling sesuai diterapkan seorang pemimpin/pimpinan saat ini, mengingat bahwa penerapan gaya ini disesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan/pengikut. Hal ini didasari asumsi bahwa setiap bawahan/orang lain akan memiliki tingkat kematangan yang berbeda satu sama lain.
Untuk meningkatkan Produktivitas kerja, gaya kepemimpinan situasional adalah gaya yang paling sesuai diterapkan seorang pemimpin/pimpinan saat ini, mengingat bahwa penerapan gaya ini disesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan/pengikut. Hal ini didasari asumsi bahwa setiap bawahan/orang lain akan memiliki tingkat kematangan yang berbeda satu sama lain.
Unsur Utama Pada Gaya Kepemimpinan
Pada dasarnya di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu unsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Dari dua unsur tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu otokrasi (directing), pembinaan (coaching), demokrasi (supporting), dan kendali bebas (delegating).
Pada
gaya kepemimpinan otokrasi, pemimpin mengendalikan semua aspek
kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai
dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun
sasaran minornya. Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua
aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami
masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan
apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin.
Gaya
kepemimpinan pembinaan mirip dengan otokrasi. Pada gaya kepemimpinan
ini seorang pemimpin masih menunjukkan sasaran yang ingin dicapai dan
cara untuk mencapai sasaran tersebut. Namun, pada kepemimpinan ini
anggota diajak untuk ikut memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
Pada
kepemimpinan demokrasi, anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada
kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin
dicapai saja, tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang
menentukan. Selain itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Gaya
kepemimpinan kendali bebas merupakan model kepemimpinan yang paling
dinamis. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan
sasaran utama yang ingin dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi
kepercayaan penuh untuk menentukan sasaran minor, cara untuk mencapai
sasaran, dan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya
sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya berperan sebagai
pemantau saja.
Lalu,
gaya kepemimpinan yang mana yang sebaiknya dijalankan? Jawaban dari
pertanyaan ini adalah tergantung pada kondisi anggota itu sendiri. Pada
dasarnya tiap gaya kepemimpinan hanya cocok untuk kondisi tertentu saja.
Dengan mengetahui kondisi nyata anggota, seorang pemimpin dapat memilih
model kepemimpinan yang tepat. Tidak menutup kemungkinan seorang
pemimpin menerapkan gaya yang berbeda untuk divisi atau seksi yang
berbeda.
Kepemimpinan
otokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi
komitmennya tinggi. Kepemimpinan pembinaan cocok untuk anggota yang
memiliki kompetensi sedang dan komitmen rendah. Kepemimpinan demokrasi
cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi tinggi dengan komitmen yang
bervariasi. Sementara itu, kepemimpinan kendali bebas cocok untuk
angggota yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi.
Pembagian gaya kepemimpinan yang lain:
- Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian, adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang
diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan
tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut,
sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
- Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic, adalah gaya pemimpin yang memberikan
wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan
selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya
kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang
tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
- Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire, adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin jenis ini hanya terlibat dalam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.
mmmmm....saking banyaknya malah jadi bingung
ReplyDeletekalo boleh request...saya ingin tahu gaya kepemimpinan Rasul, ada ga?mohon maaf jadi ngerepotin ni...:)
ReplyDelete